Mohon tunggu...
Natanael Siagian
Natanael Siagian Mohon Tunggu... Administrasi - Konsultan

Natanael Siagian lahir di Tarutung Tapanuli Utara, Sumatera Utara pada 30 Desember 1989. Alumni Universitas Batam jurusan ilmu hukum. Tinggal dan menetap di Jakarta. Email: siagian.natanael@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Generasi Darurat Cabul

25 Mei 2016   11:34 Diperbarui: 26 Mei 2016   20:34 624
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: www.dandelionstuff.com

Sesuai dengan pendapat Bredekamp, bahwa sasaran kurikulum sekolah yang tepat itu adalah :
Pertama, mengembangkan pengetahuan dan keterampilan anak dalam semua bidang perkembangan fisik, sosial, emosi dan intelektual guna membangun suatu fondasi untuk belajar sepanjang hayat;
Kedua,mengembangkan harga diri anak, rasa kompoten dan perasaan-perasaan positif terhadap belajar. 

Selain keluarga dan sekolah, yang terakhir masyarakat tempat anak – anak hidup dan bergaul juga berpengaruh terhadap karakter anak. Disana mereka bergaul,saling mengenal dan melihat orang – orang beperilaku. Perilaku disekitar biasanya akan  
Ter copy paste oleh anak-anak. Oleh sebab itu benarlah istilah yang mengatakan bahwa pergaulan yang buruk akan merusak kebiasaan yang baik. Intinya, lingkungan juga berpengaruh. 

Dewasa ini, anak-anak juga tidak akan terlepas dari kemajuan teknologi. Dari situlah sumber konten pornografi mereka dapatkan. Kebiasaan melihat konten pornografi diyakini menjadi salah satu pemicu maraknya pemerkosaan. Memang, perkembangan teknologi tidak akan bisa dihadang. Kita tidak akan pernah bisa menahan arus yang mengalir deras tersebut. Tetapi, kita bisa mengantisipasi dampak-dampak negatif yang ditimbulkan. Salah satunya dengan pendampingan terhadap anak. 

Melihat kondisi sekarang, anak-anak perlu diawasi dalam mengoperasikan gadged, laptop dan alat komunikasi lainya. Bila perlu pengadaanya juga perlu ditahan, jika memang dipandang tidak begitu urgent. Orang tua harus semakin bijak dalam memenuhi kebutuhan anak.

Kemudian selain penanaman nilai spiritualitas dan adat budaya, pengenalan (pendidikan) terhadap seksualitas juga perlu disampaikan kepada anak. Ketika anak sudah berusia 12 tahun maka pembelajaran tentang seksualitas sudah boleh disampaikan. Pembelajaran boleh dilakukan oleh orang tua maupun guru disekolah. Dengan demikian seorang anak dapat memahami seksualitas dengan benar, tanpa harus belajar otodidak yang dapat berakibat salah kaprah, sehingga terjadi penyimpangan. 

Proses Hukum Terhadap Anak Pelaku Pemerkosaan

Dalam kasus anak menjadi pelaku tindak pidana pemerkosaan. Penting diketahui pidana penjara terhadap anak hanya dilakukan sebagai upaya terakhir. Proses hukum harus tetap berjalan. Tetapi dalam prosesnya banyak hal yang perlu diperhatikan. 

Pertimbangan itu sesuai dengan Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) yang dilaksanakan berdasarkan asas perampasan kemerdekaan dan pemidanaan dilakukan sebagai upaya terakhir. Dan setiap anak dalam proses peradilan pidana juga berhak tidak ditangkap, ditahan, atau dipenjara, kecuali sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang paling singkat.

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) membagi 3 (tiga) definisi anak yang berhubungan dengan tindak pidana sebagai berikut: Pertama, anak yang berkonflik dengan Hukum. Yang dimaksud dalam hal ini adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.

Kedua, anak yang menjadi korban tindak pidana yang selanjutnya disebut anak korban adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana. Ketiga, anak yang menjadi saksi tindak pidana yang selanjutnya disebut anak saksi adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang didengar, dilihat, dan/atau dialaminya sendiri.
 
Selanjutnya untuk batas umur juga telah diatur.  Batasnya yaitu 12 (dua belas) tahun. Harus berusia minimal 12 tahun dulu baru dapat diajukan ke sidang anak. Peraturan tersebut  didasarkan pada pertimbangan sosiologis, psikologis, dan pedagogis bahwa anak yang belum mencapai umur 12 (dua belas) tahun dianggap belum dapat mempertanggungjawabkan segala perbuatannya.
 
Kembali merujuk ke Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), yaitu penyidikan dan penuntutan pidana anak serta persidangan anak, wajib mengedepankan diversi. Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses diluar peradilan pidana. 

Adapun diversi itu dimaksudkan dengan tujuan untuk: Pertama, untuk mencapai perdamaian antara korban dan anak. Kedua, menyelesaikan perkara anak diluar proses peradilan. Ketiga,menghindarkan anak dari perampasan kemerdekaan. Keempat,mendorong masyarakat untuk berpartisipasi. Dan kelima, menanamkan rasa tanggung jawab kepada anak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun