Aku tersentak setelah membaca surel mengejutkan yang dikirim Carol suatu siang. Pernyataan pada surel itu sempat kuanggap sebuah lelucon. Namun, membacanya kali kedua membuat hatiku seperti terbakar—dan sudah jelas surel keparat itu bukan sebuah lelucon.
Ciao Suzan,
Rasa-rasanya aku sudah kaku memanggilmu dengan sebutan ”mio caro”. Kau tahu sebabnya? Itu karena untuk waktu yang lama aku sudah mempersiapkan pernyataan yang sebenarnya.
Kau mungkin terlalu egois atau tidak pernah sadar bahwa aku telah tertarik kepada Lisa. Terima kasih kau sudah membayar semuanya. Maksudku, sangat menyenangkan menghabiskan uang hasil jerih payahmu. Aku yakin sahabatmu akan segera membuatku bahagia sebab dia berjanji memberiku bayi, tidak seperti kau. Kami sudah mempunyai rencana hidup berdua.
Oh, Suzan. Sayangnya aku tidak bisa melihat wajahmu ketika membaca ini. Apakah terkejut dan sedih? Perdonami. Hei, bukankah kamu selalu gila kerja dan tidak pernah peduli dengan hubungan kita? Ya, kau hanya peduli dengan pekerjaanmu saja. Aku muak dengan pekerjaanmu, bahkan kariermu. Kau sempurna, dan pekerjaanku seperti olok-olok saja.
Maaf. Aku tidak pulang. Kamu tahu alamat Lisa, bukan? Kirimkan saja barang-barangku ke sana. Satu hal, kamu jangan pernah berpikir untuk mencoba memenangkan aku kembali, itu akan mempermalukan dirimu sendiri.
Setelah pengakuan ini, surat gugatan dari pengadilan kupastikan akan segera meluncur ke tanganmu.
Arrivederci,
Carol
