Mohon tunggu...
SH Tobing
SH Tobing Mohon Tunggu... Konsultan - Berbagi Untuk Semua | shtobing@gmail.com | www.youtube.com/@belajarkoor

Ingin berbagi pengalaman dan pemikiran serta terus membaca untuk memperkaya wawasan. Kompasiana menjadi tempat yang ideal untuk berbagi pengalaman dan ide selama saya diberi kesempatan berkarya di dunia | Have a nice day! | https://www.youtube.com/@belajarkoor

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Whistle Blower Mechanism Andalan Pencegah Fraud Saat Pandemi

27 Juli 2020   10:02 Diperbarui: 27 Juli 2020   18:18 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Integrity Against Fraud, Berani Lapor Berani Jujur | dokpri

Kondisi pandemi covid19 mengakibatkan bukan saja kegiatan operasional perusahaan menurun drastis, tetapi juga aktivitas kontrol dan montoring risiko. Hal ini sebabkan terjadinya perubahan metoda dari pengamatan langsung menjadi pengamatan jarak jauh. 

Waspada Risiko Fraud

Karena saat ini masih diperlukannya pengamatan langsung pada beberapa proses, maka hal di atas mengakibatkan efektivitas kontrol risiko melemah, dan meningkatkan kesempatan terjadinya Fraud.

Salah satu risiko yang sulit dikontrol, bahkan dalam kondisi "Old Normal"pun, adalah risiko fraud. Fraud seperti yang kita ketahui, singatknya adalah berbagai upaya yang (tentunya) melanggar hukum untuk memperoleh keuntungan pribadi maupun pihak lain (ACFE).

Berdasarkan pengalaman saya, masih banyak orang yang tidak mengerti apa itu fraud, hal itu karena banyak kebiasaan yang selama ini terjadi dan dianggap adalah hal yang wajar. Seperti misalnya memanfaatkan barang-barang bekas di perusahaan untuk kepentingan pribadi, baik untuk dimiliki atau diberikan kepada orang lain.

Fraud Bukan Hal Biasa!

Kita juga sering melihat banyak tindakan fraud yang terjadi di mana-mana tetapi dianggap "wajar".  Seperti memperlambat proses pelayananan apabila tidak menerima "tips". Atau membuat orang lain kesulitan lulus pada test tertentu apabila tidak memberi upeti.

Karena sudah merupakan kebiasaan, akibatnya orang melihat bahwa itu adalah hal yang wajar, maka prilaku fraud terjadi terus menerus. Generasi tua memberi contoh kepada generasi baru dengan bangga, tanpa merasa bersalah. Bahkan kebiasaan itu dibawa ke rumah, sehingga ditiru anak-anak, atau hasil fraud dinikmati seluruh keluarga dengan tanpa rasa bersalah.

Dalam iklim yang menganggap fraud adalah hal yang biasa, maka siapapun yang tidak ikut melakukan fraud pasti akan dikucilkan. Akibatnya terjadi tekanan kepada seseorang yang tidak mau melakukan fraud. Tekanan terjadi terus akhirnya mereka "terpaksa" melakukan fraud.

Kebiasaan, Tekanan dan Kesempatan dikenal sebagai Fraud Triangle yang menyebabkan terjadinya Fraud.

Korupsi (Fraud) Bukan Budaya Indonesia!

Tindakan fraud yang paling merusak di Indonesia adalah korupsi. Selama puluhan tahun korupsi terjadi di mana-mana, dari yang paling tinggi hingga yang paling rendah. Bahkan sebagian orang dianggap bodoh apabila dia tidak mau korupsi dan hidup miskin. Akibatnya banyak yang mengatakan korusp adalah budaya Indonesia.

Saya sangat tidak setuju apabila korupsi disebut sebagai budaya kita, karena kalau kita pelajari adat dan agama yang dianut orang Indonesia, tidak ada satupun yang mengajarkan korupsi! Jadi jangan sekali-kali kita menyebut korupsi sebagai budaya, karena berarti bila tidak dilakukan maka kita melanggar budaya.

Whistleblower Mechanism (WBM)

Kita semua sudah pernah mendengar istilah whistle blower mechanism, dalam bahasa Indonesianya terasa lucu: mekanisme "tukang siul". Tujuannya adalah memfasilitasi siapapun yang ingin melapor adanya indikasi rencana perbuatan atau peristiwa fraud.

Whistle Blower Mechansim (WBM) didesain sedemikian rupa sehingga sang pelapor, atau orang-orang lain yang tidak menyukai tindakan fraud dan ingin melapor, berani melaporkan kejadian fraud kepada perusahaan.

Kebiasaan dan prilaku fraud yang sudah berlangsung lama di Indonesia, dan sikap segan bangsa Indonesia pada umumnya, mengakibatkan orang takut melapor. Namun dengan metode yang baik dan menjamin kerahasiaan identitas para pelapor, maka WBM cukup efektif mencegah tindakan fraud. 

Lindungi "Sang Penyiul"

Kerahasiaan nama pelapor harus dijaga dengan ketat. Perusahaan harus memilih orang-orang yang benar-benar berdedikasi menjaga kerahasiaan dengan sebaik-baiknya. Satu kasus saja pelaporan yang bocor, maka WBM langsung hancur karena tidak ada karyawan yang percaya.

Setelah menerima pelaporan yang masuk melalui WBM, maka para investigator bergerak melakukan investigasi. Investigas dimulai dengan menggali informasi dan bukti selengkap mungkin dari sang pelapor, dan dilanjutkan verifikasi bukti-bukti yang di dapat. Dengan informasi dan bukti yang kuat baru para investigator melakukan konfirmasi kepada pelaku.

Pemeriksaan Langsung Sulit Dilakukan

Semuanya dilakukan dengan rahasia dan pemeriksaan langsung dan diketahui hanya segelintir orang saja. Kerahasiaannya harus benar-benar dijaga, walaupun mungkin ada pertanyaan dari pejabat-pejabat yang lebih tinggi.

Aktivitas pemeriksaan langsung yang biasa dilakukan oleh auditor, menjadi hampir mustahil dilakukan dalam kondisi pandemi. Apalagi bila lokasi pemeriksaan, baik lokasi pabrik, suplier dan cabang tersebar di seluruh Indonesia. 

Oleh karena itu managemen perusahaan harus meningkatkan strategi agar kontrol dan monitoring tetap dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya. Terutama dalam mencegah risiko fraud. Salah satunya adalah dengan memastikan  Whistle Blower Mechanism (WBM) dijalankan dengan benar seuai komitmen melindungi sang pelapor. 

Basmi Mental Pelaku Fraud

  1. Refreshment pencegahan fraud dan WBM harus digaungkan terus-menerus
  2. Tunjukan komitmen dari pimpinan yang tertinggi
  3. Perbaiki peraturan perusahaan yang masih lemah dalam menghukum pelaku fraud
  4. Hukum setiap pelaku fraud seberat mungkin
  5. Pencerahan melalui pendalaman agama masih sangat efektif
  6. Beberapa hal lain, agar:
    • orang yang membenci fraud akan berani melapor
    • tidak ada orang yang menekan bawahannya untuk ikut melakukan fraud
    • para pelaku fraud dan antek-anteknya tidak berani lagi melakukan fraud

Pengalaman saya tidak efektif mengiming-imingi hadiah bagi perlapor, karena pada dasarnya seorang pelapor adalah orang yang tulus dan memiliki idealisme membenci fraud, serta ingin melindungi perusahaan tempat dia bekerja.

Bagi para pengelola perusahaan, selain risiko fraud pastikan anda sudah mereview kondisi kontrol dan moitoring berbagai risiko di perusahaan anda, apakah tetap berjalan efektif di masa pandemi ini? Atau anda sudah sadar bahwa ada risiko yang terpaksa harus ditoleransi dan mengurangi keuntungan perusahaan anda.

God bless you, God bless Indonesia.

@shtobing

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun