Nusa Tenggara Barat (NTB) dikenal sebagai salah satu habitat penting penyu di Indonesia. Dari tujuh jenis penyu laut yang ada di dunia, lima di antaranya bisa dijumpai di perairan NTB. Namun, keberadaan penyu kini kian terancam. Salah satu penyebab utamanya adalah kebiasaan sebagian masyarakat yang masih mengonsumsi telur penyu, meskipun praktik ini dilarang.
Berangkat dari persoalan tersebut, saya bersama tim merasa perlu mencari cara lain untuk menanamkan kesadaran konservasi. Kami percaya bahwa edukasi paling efektif dimulai sejak usia dini, karena anak-anak lebih mudah diajarkan dan pesan yang mereka terima bisa tertanam kuat hingga dewasa. Dari sinilah muncul ide untuk membuat buku cerita trilingual bertema konservasi penyu, yang tidak hanya menyampaikan pesan lingkungan, tetapi juga memasukkan nilai-nilai kearifan lokal NTB.
Dari Ide Cerita Jadi Buku Trilingual
Perjalanan kegiatan ini dimulai dari penyusunan ide cerita, lalu dituangkan dalam storyboard. Agar kontennya akurat, cerita ini didiskusikan dengan tim pengabdian, terutama yang berkaitan dengan fakta ilmiah tentang penyu. Judul buku, "Tukik, ke mana Kamu?" dipilih karena sederhana namun mampu menggambarkan isi cerita. Buku ini bercerita tentang perjalanan Jojo (Penyu Hijau), Siko (Penyu Sisik), dan Bimbim (Penyu Belimbing) mencari tukik karena keberadaan tukik di laut sangat jarang. Ketiga penyu tersebut kemudian datang ke pantai dan menemukan bahwa sarang penyu telah rusak.
Dalam petualangannya, Jojo, Siko, dan Bimbim bertemu dengan dua anak kecil, Oyi dan Ogi, yang bersedia membantu mereka mencari tukik. Dari sinilah pesan utama cerita mulai muncul: anak-anak dapat menjadi sahabat penyu. Perjalanan mereka akhirnya mengungkap bahwa telur-telur penyu telah diambil oleh Pak Agus. Tokoh Pak Agus digambarkan sebagai orang dewasa yang awalnya tidak paham bahwa tindakannya dapat mengurangi jumlah penyu di laut dan merusak keseimbangan ekosistem.
Konflik ini berujung pada perubahan sikap.Ssetelah mendapat pemahaman dari Oyi dan Ogi, Pak Agus menyadari kesalahannya. Ia kemudian bertekad untuk melindungi penyu bersama anak-anak, mulai dari menjaga sarang penyu, membersihkan pantai, hingga melapor ke penjaga pantai ketika menemukan sarang penyu. Dalam cerita ini, tokoh Oyi dan Ogi merepresentasikan peran anak-anak sebagai generasi penerus yang peduli lingkungan, sedangkan Pak Agus mewakili sosok orang dewasa yang berani mengakui kesalahan dan berubah menjadi teladan positif. Dengan alur sederhana, cerita ini menyampaikan pesan moral bahwa konservasi penyu adalah tanggung jawab bersama, baik anak-anak maupun orang dewasa.
Yang membuat buku ini berbeda adalah penggunaan tiga bahasa sekaligus: Indonesia, Sumbawa, dan Sasak. Mahasiswa ikut terlibat dalam proses penerjemahan, sehingga buku ini tidak hanya berfungsi sebagai sarana konservasi, tetapi juga sebagai upaya kecil melestarikan bahasa daerah. Dengan demikian, buku ini bisa dikatakan sebagai produk literasi pertama di NTB yang memadukan edukasi konservasi dan penguatan identitas budaya lokal. Selain itu, buku ini dirancang dengan konsep flipbook, di mana sisi depan menyajikan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, sementara sisi belakang menyajikan bahasa daerah. Konsep ini menarik karena pembaca dapat menikmati cerita dari dua sisi berbeda.
Antusiasme Anak-anak TK
Sosialisasi perdana dilakukan di TKIT Al Hikmah, Mataram, pada 8 September 2025, bertepatan dengan Hari Literasi Internasional. Sebanyak 55 murid dan 8 guru pendamping ikut serta. Anak-anak diajak mengenal perbedaan penyu dan kura-kura, serta belajar tentang tiga jenis penyu yang ada di NTB: penyu hijau, penyu sisik, dan penyu belimbing.
Kegiatan disampaikan melalui dongeng menggunakan buku cerita, dilengkapi lagu dan permainan interaktif. Anak-anak terlihat sangat antusias: mereka aktif menjawab pertanyaan, bernyanyi bersama, hingga ikut dalam permainan menjaga "telur penyu". Dari observasi, terlihat ada peningkatan pemahaman---sebelum kegiatan, sebagian besar belum tahu jenis-jenis penyu, namun setelah kegiatan banyak yang bisa menyebutkannya dengan percaya diri.