Mohon tunggu...
Sholehudin A Aziz
Sholehudin A Aziz Mohon Tunggu... Dosen - Seorang yang ingin selalu bahagia dengan hal hal kecil dan ingin menjadi pribadi yang bermanfaat untuk siapapun

Perjalanan hidupku tak ubahnya seperti aliran air yang mengikuti Alur Sungai. Cita-citaku hanya satu jadikan aku orang yang bermanfaat bagi orang lain. Maju Terus Pantang Mundur. Jangan Bosan Jadi Orang baik. Be The Best.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Malulah Ketika Kau Telanjang: Sebuah Pesan Moral

11 Oktober 2016   15:53 Diperbarui: 11 Oktober 2016   16:04 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Masih segar dalam ingatan saya, sebuah pesan singkat dari almarhum Bapak Angkat saya, Abah Sriyono, begitu saya biasa memanggilnya. Beliau adalah seorang yang dianugerahkan banyak rejeki oleh Tuhan namun ia tetap sederhana, tidak sombong dan rendah hati. Kekayaannya banyak didonasikannya untuk membiayai kaum papa namun punya semangat juang tinggi untuk mengubah kehidupan. Semoga semua pahala dan jasanya diberikan pahala berlipat oleh Tuhan. Amin.

Kala itu, di suatu sore, di rumah kediaman beliau di kawasan Pesing, Jakarta Barat, saya yang kala itu masih menjadi mahasiswa dan Abah terlibat obrolan sengit perihal maraknya kasus pelanggaran etika pejabat dan korupsi di tahun 2000 lalu. Di setiap kesempatan saya memang selalu terlibat perdebatan mendiskusikan banyak persoalan kesehari-harian yang terjadi. katanya beliau hanya untuk mengasah otak agar selalu berfikir.

Salah satu pesan yang menarik adalah “Malulah Ketika Kau Telanjang. Coba kamu praktikkan sendiri di cermin dan kamu dalam keadaan telanjang. Malu kan? Melihat jasad yang telanjang”. Waktu itu saya belum terlalu nyambung dengan maksud dan tujuannya. Saya pun menanyakan maksud kalimat tersebut. Sejurus kemudian ia pun menjelaskannya. “Siapapun itu, terutama para pejabat harusnya punya moral dan etika untuk tidak melakukan tindakan-tindakan yang menjadi aib. Contohnya tindakan amoral, pelanggaran etika dan korupsi. Karena semua itu merupakan aib yang memalukan. Sesungguhnya setiap orang harus malu bila melihat aib yang dimilikinya".

Bagi saya pesan moral ini sungguh dalam dan penuh makna. Semua dari kita diminta untuk malu ketika kita telanjang dengan aib aib kita. Namun faktanya sekarang berbeda 180 derajat. Banyak orang yang begitu bangga denga naib telanjang yang dimilikinya. Entah itu karena terlibat korupsi, pelanggaran etika dan lain sebagainya. Seakan mereka tidak pernah malu lagi dengan aib yang mereka miliki. Bahkan yang terjadi sebaliknya. Mereka sama sekali tidak pernah menyesal dengan aib yang dimilikinya. Bahkan kadangkala mereka bangga dengan apa yang mereka lakukan. Sungguh ironis memang.

Kondisi ini bila dibiarkan maka akan sangat berbahaya karena semakin terbiasa maka lama kelamaan akan menjadi sebuah budaya baru. Budaya tidak malu dengan aib yang telanjang. Bila hal ini terjadi maka berarti kita semakin jauh dari jargon-jargon nilai-nilai kebaikan yang selama ini difahami banyak orang. Yang baik bisa jadi buruk, yang buruk akhirnya bisa jadi baik.

Saya berharap dunia tidak menjadi kebolak balik…..he he he.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun