Mohon tunggu...
Siti Shoimatul Azizah
Siti Shoimatul Azizah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Simple women

Just simple women but have many aspirations, Its okay to not be okay, fighting !!

Selanjutnya

Tutup

Money

Beberapa Persepsi Mengenai Riba dan Bunga

9 Mei 2017   00:31 Diperbarui: 9 Mei 2017   04:06 1238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

     Didalam suatu hukum muamalat atau yang bisa kita sebut dengan hukum ekonomi islam, berbicara perihal etika merupakan hal yang urgent untuk kita sering perbincangkan, karena etika didalam lingkup kegiatan ekonomi sudah mencakup secara keseluruhan. Semisal, ketikan melakukan suat perjanjian yang mencakup akad atau kontrak,  dari sana sudah pasti ditentukan dari awal mengenai unsur-unsr yang harus ada beserta syarat sahnya agar supaya kepentingan semua pihak bisa terlindungi. Dan salah satu untuk memperoleh keabsahan dari suatu perjanjian di perekonomian yakni dengan tidak adanya unsur riba maupun bunga.

            Jika didalam suatu bisnis telah terjadi akan adanya unsur riba atau bunga maka bisa dikatakan bisnis itu tidak sah atau bathil. Suatu kontrak bisnis yang bathil memang tidak pernah terjadi secara hukum negara sehingga tidak ada hukuman sama sekali dalam hal ini, meskipun secara material sudah pernah terjadi. Hal ini disebabkan, karena adanya sejumlah ayat dan hadits, praktik riba ini dengan keras dilarang. Kecaman keras terhadap riba ini dapat dilihat dari digunakannya ungkapan yang paling tandas yang di gunakan untuk bentuk-bentuk  dosa lainnya.

Berbicara mengenai riba, yang secara linguistiknya di sebut ziadah yakni bertambah, tumbuh, dan membesar. Dan  secara istilah merupakan riba yaitu suatu pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil atau tidak sah  (Abd Hadi, 2010:149). Secara hakiki tidak ada unsur tolong menolong sama sekali dalam praktek riba ini. Justru menjadi pintu, suatu pemicu dalam krusuhan, kekacauan bahkan permusuhan diantara sesama. Oleh sebab itu, Allah dalam beberapa firmannya dan Rasulullah dalam beberapa sabdahnya sangat mengutuk perbuatan riba ini, dan diangggapnya sebagai musibah yang dapat menyebabkan kekacauan masyarakat dunia.

            Apakah ada, bangsa atau negara yang mempraktekkan riba ini ? ya, tentu memang sudah banyak sekali bangsa atau negara yang sudah mempraktekkan riba dalam setiap usaha perkembangan bisnisnya, dan secara tidak terasa sebenarnya bangsa ini telah menerima dan merasakan akibat azab atau siksa Allah berupa peperangan besar, bencana alam yang sungguh dahsyat dan siksa siksa lainnya yang telah kita ketahui sendiri di akhir akhir ini.

Jika saja akad ribawi ini di absahkan, tentu tidak akan ada lagi akad pinjam meminjam dan sejenisnya yang dimana semua itu merupakan unsur pokok dari sikap ta’awun khususnya kepada mereka yang lemah dan amat memerlukan bantuan untuk memenuhi kebutuhan mereka. Selain itu, jika semua makhluk sosial membungakan uang, maka akan berakibat yang nama nya untuk enggan bekerja secara wajar, tent mereka akan lebih memilih untuk duduk bermalas malasan dengan asumsi “toh begini pun tetap mendapatkan kentungan”. Nah jika hal ini terjadi dengan kata lain riba juga berarti menjadi salah satu sebab akan hilangnya etos kerja yang pada akhirnya membahayakan umat.

Adapun persepsi mengenai bunga bank ini sendiri yakni :

(1) persepsi bunga bank menurut pengertian konvensional diartikan sebagai balas jasa yang diberikan oleh bank yang berdasarkan prinsip konvensional kepada nasabah yang membeli atau menjual produknya (Kasmir, 2011: 131).

(2) Persepsi bunga bank secara syariah, bunga bank termasuk kategori riba dimana dalam transaksi pinjam dana, secara konvensional, si pemberi pinjaman mengambil tambahan dalam bentuk bunga tanpa adanya suatu penyeimbang yang diterima si peminjam kecuali kesempatan dan faktor waktu yang berjalan selama proses peminjaman tersebut. Yang tidak adil disini adalah si peminjam diwajibkan untuk selalu, tidak boleh tidak, harus, mutlak dan pasti untung dalam setiap penggunaan kesempatan tersebut (Syafi’i, 2001: 38).

Perdebatan Seputar Riba dan Bunga Bank

    Sejak awal riba ini memang di akui potensial sebagai suat hal yang menimbulkan perkara karena ketidak jelasan makna apa sesungguhnya yang di kehendaki. Bahkan sekalipun oleh nabi Muhammad SAW. Oleh sebab itu, suatu bukan kemustahilan jika kemudian muncul banyak sekali teori ataupun pandangan tentang Riba. Diantara pandangan yang umum diterima (jumhur) adalah bahwa riba dibedakan menjadi 2, yaitu yang pertama Riba nasi’ah dipahami sebagai pembayaran hutang yang harus dilunasi oleh debitur lebih besar daripada jumlah pinjamannya sebagai imbalan terhadap tenggang waktu yang diberikan, dan kelebihan tersebut akan terus meningkat menjadi berlipat-ganda bila telah lewat waktu. Dan yang kedua Riba fadl dikenal sebagai melebihkan keuntungan (harta) dari satu pihak terhadap pihak lain dalam transaksi jual-beli atau pertukaran barang sejenis dengan tanpa memberikan imbalan terhadap kelebihan tersebut(Hamzah Ya’qub, Kode Etik Dagang Menurut Islam, 221).jadi kesimpulannya yaitu, riba nasi’ah ini terjadi dalam hal utang piutang,sedangkan riba fadl terjadi dalam hal jual beli.

Didalam suatu konteks system ekonomi modern, riba nasi’ah ini biasanya dihubngkan dengan bunga bank. Persoalan berkisar pada apakah bunga bank hukumnya sama dengan riba yang dilarang dalam alqur’an ataukah berbeda ?. dan jika di telaah lebih dalam lagi, ara ahli ekonomi dan hukum islam pun dalam hal ini secara umum terbagi kepada dua pandangan yang berbeda.sebagian dari mereka menganggap bunga bank sebagai riba yang dilarang dalam islam, sementara sebagian yang lainnya berpendapat sebaliknya. Perbedaan pandangan inilah tentu amat berpengaruh terhadap penilaian mengenai suatu bisnis sebagai etis atau tidak etisnya ketika melibatkan bunga bank. Jika seseorang menganut pandangan yang pertama tentulah orang tersebut menganggap bisnis yang melibatkan bunga bank sebagai tidak etis dan tidak sah dalam pandangan agama. sedangkan penganut pandangan yang terakhir tentu akan berpendapat sebaliknya. Dalam konteks inilah riba “kontemporer” akan ditelaah untuk mendapatkan perspektif baru tentang riba, untuk kemudian dikaitkan dengan etika bisnis Islam.(Jamal abdul aziz, 2004, 6 )

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun