Lalu, ketika manusia memasuki era pertanian, feodalisme, dan kemudian industri, sumber daya unggul di identifikasi melalui aksesnya terhadap alat-alat produksi. Pada periode ini, pemilik lahan dan pabrik menjadi SDM unggul dalam arti yang sebenarnya.
Pada awal milenium ke-21 ini, kriteria itu bergeser lagi ketika peradaban memasuki era informasi. Pada era ini, orang kuat adalah yang memiliki akses terhadap data. Inilah yang membuat dunia ini tidak lagi dikendalikan oleh para industriawan tradisional, melainkan oleh perusahaan-perusahaan teknologi berbasis data. Hipotesis ini terbukti hari ini.
Perusahaan seperti Google tidak hanya mengontrol akses pengetahuan kita, tetapi juga membentuk pandangan dunia (worldview) kita.
Facebook dengan Metaversenya WA, Instagram dan medsos lainnya bukan hanya membentuk pola interaksi pengguna, tetapi juga membentuk nilai-nilai pemakainya.
Begitu pula Multi National Cooperation (MNC) Informasi Teknologi lainnya, produk mereka membentuk selera kita. Apalagi dengan produk Artificial Inteligent (AI) atau boleh kita sebut akal imitasi (AI) lainnya. Lalu di mana letak Amal Uusaha Muhammadiyah  (PTMA) kita? UM Sumatera Barat salah satu dari 172 PTMA kita di Tanah Air yang sangat potensial.
Hari-hari belakangan ini menunjukkan sinar yang semakin cermerlang. Hampir dari segala sektor. Fisik, infrastruktur dan sarana prasarana, jumlah mahasiswa, dosen yang bergelar dokter, publikasi, dosen yang meneliti, peringkat akademik, prestasi akademik dan kegiatan kebutuhan mahasiswa, minat mahasiswa dan kesejahteraan mahasiswa-nya semakin prestatif dan seterusnya, semua sangat menggembirakan.
Lebih jauh silahkan klik searching google tentang prestasi dan posisi UM Sumatera Barat di antara ratusan Perguruan Tinggi Swasta di Sumbar.
Semuanya itu, tentu saja belum dan tidak akan memberikan kepuasan kepada kita. Pada saatnya bila lebel unggul kita sandang, upaya mempertahankan dan meningkatkannya mesti lebih hebat lagi.
Dalam kaitan itu, maka sebagaimana karakter lembaga, institusi, dan organisasi, bahkan negara, selalu ada dua pendulum. Yaitu pendulum satu yang kadang berlawanan dengan pendulum dua.
Saya ingin menyebutnya sebagai cluster (gugus) atau pihak yang loyal-progresif dan konstruktif sebagai pendulum satu. Dan cluster atau pihak yang loyal-krititikal konstruktif sebagai pendulum kedua.
Bahasa mudahnya, ada pihak yang loyal kepada lembaga dan pimpinan dengan bekerja keras dan konstruktif. Dibalik itu ada yang loyal kepada Lembaga dan pimpinan tetapi sangat kritis, tentu juga kontruktif. Cluster satu tadi biasanya sebagian besar bekerja dalam diam. Cluster dua bekerja dalam hiruk pikuk ktitis dan vokal terhadap lembaga dan pimpinan.