Mohon tunggu...
Shofwan Karim
Shofwan Karim Mohon Tunggu... DR. H. Shofwan Karim Elhussein, B.A., Drs., M.A.

Shofwan, lahir 12 Desember 1952, Sijunjung Sumatera Barat. Suku Melayu. Isteri Dra. Hj. Imnati Ilyas, BA., S.Pd., M.Pd., Kons. Imnati bersuku Pagar Cancang, Nagari Balai Talang, Dangung-dangung, 50 Kota Sumbar. Shofwan, sekolah SR/SD di Rantau Ikil dan Madrasah Ibtidayah al-Hidayatul Islamiyah di Sirih Sekapur, 1965. SMP, Jambi, 1968. Madrasah Aliyah/Sekolah Persiapan IAIN-UIN Imam Bonjol Padang Panjang, 1971. BA/Sarjana Muda tahun 1976 dan Drs/Sarjana Lengkap Fakultas Tarbiyah IAIN-UIN Imam Bonjol Padang,1982. MA/S2 IAIN-UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1991. DR/S3 UIN Syarif Hidayatullah-UIN Jakarta, 2008.*

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Syahrul Ujud, Pembilai dan Tauladan Kaum Muda

1 Oktober 2025   19:52 Diperbarui: 1 Oktober 2025   19:52 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
H. Syahrul Ujud, SH Wali Kota Padang, 1983-1993.

Pada skala nasional, pada 1970-an itu ada strategi mengelompokkan semua unsur pemuda, masyarakat, bahkan politik pada poros-poros tertentu. Di wilayah  Politik, dari 9 parpol dan Golkar perta Pemilu 1971, dilakukan fusi mejadi 3 poros politik. 

Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang merupakan fusi dari partai Islam  Nahdatul Ulama/NU, Parmusi (umumnya kalangan  muslim modernis) pengikut Masyumi dan Muhammadiyah , Partai Sarekat Islam Indonesia/PSII, dan Perti/Persatuan Islam.

Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang merupakan fusi dari PNI, Partai Kristen Indonesia (Parkindo), Partai Khatolik, Partai Murba, dan IPKI  (Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia) bergabung dalam PDI. 

Sementara Golongan Karya (Golkar) yang semula bernama Sekber Golkar sejak berdiri 22 Oktober 1964, kemudian menjadi Golkar, tidak mau disebut sebagai partai. Hal ini menurut beberapa tafsiran,  dikarenakan citra partai saat itu yang buruk, yakni dengan adanya pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) 1965. Baru pada Pemilu 1999 awal reformasi Golkar menjadi Partai. Pada pasca fusi partai tahun 1970-an tadi,  secara faktual atau bahkan mungkin dengan upaya penggiringan, semua  lapisan dan golongan di luar 2 Partai pasca fusi tadi disatukan dalam wadah tertentu.

Semuanya, kemudian menjadi soko guru GOLKAR di dalam komponen yang disebut 3 jalur. Jalur A yaitu Abri dan jalur B, yaitu pegawai negeri dan BUMN serta lalur Golkar, organisasi yang  melahirkan Golkar yaitu Kosgoro (Koperasi Grotong Royong), Soksi (Serikat Organisasi Swadiri)  dan MKGR (Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong).  Ada yang lain seperti Organisasi Profesi. OrmasPertahanan Keamanan (HANKAM). Gerakan Karya Rakyat Indonesia (GAKARI). Gerakan Pembangunan Untuk menghadapi Pemilu 1971,

Lalu ada upaya menyatukan kelompok lain, seperti  kaum buruh disatukan di dalam Federasi Buruh Seluruh Indonesia. Pemuda di dalam KNPI. Wartawan di dalam PWI. Kalangan Islam ada GUPPI (Gabungan Usaha Perbaikan Pendikan Islam). MDI (Majelis Dakwah Islamiyah) Satkar (Satuan Karya) Ulama. Wanita Muslimah (al-Hidayah), KOWANI (Kesatuan Organisasi Wanita Indonesia) dan lain-lain. Para pensiunan sipil, Persatuan Weradhatama Republik Indonesia/PWRI.  Sebagian organisasi terakhir tadi disebut ogranisasi yang dilahirkan Golkar. Maka organisasi yang melahirkan dan dilahiorkan Golkar itu, disebut jalur G. Menjadilah waktu itu tiga jalur itu, ABG.

Untuk Sumatera Barat, terutama untuk kaum muda, Da Syahrul paling rajin menyampaikan aspirasi kaum muda kepada pihak pemimpin formal watu itu. Da Syahrul menjadi Ketua KNPI Sumbar setelah Ir. Hasan Basri Nasution.  Ketua-ketua KNPI setelah itu  sampai tahun 1993 adalah Marizal Umar, Taufiq Thaib, SH dan Ir. Suwatri . Da Syahrul selalu mengajak aktifis pemuda KNPI, Pimpinan Ormas pemuda dan tokoh mahasiswa bertemu dengan  Gebernur Azwar Anas (1978-1988) kepada Danrem dan Ketua GOLKAR, begitu pula kepada Ketua PPP dan PDI.

Hampir setiap kunjungan Gubernur Azwar ke daerah-daerah di Sumbar dan ke Provinsi tetangga, Da Syahrul membawa kami menjadi peserta rombongan.  Di situlah komunikasi dengan berbagai dinas dan jawatan serta kanwil-kanwil  oleh kalangan muda berlangsung intensif dan akrab .  Kala itu setiap instansi mempunyai kegiatan kepemudaan.  

Tentu saja tidak mengurangi jiwa kritis kaum muda. Pada akhir 1980 ada isu yang disebut sebagai Petisi 50. Petisi 50 adalah sebuah dokumen yang isinya memprotes penggunaan filsafat negara Pancasila oleh Presiden Soeharto terhadap lawan-lawan politiknya. Petisi ini diterbitkan pada 5 Mei 1980 di Jakarta sebagai sebuah "Ungkapan Keprihatinan" dan ditandatangani oleh 50 orang tokoh terkemuka Indonesia, termasuk mantan Kepala Staf Angkatan Bersenjata Jenderal Nasution, mantan Kapolri Hoegeng Imam Santoso, mantan gubernur Jakarta Ali Sadikin dan mantan Perdana Menteri Burhanuddin Harahap dan Mohammad Natsir.

Selebaran petisi beredar di Padang.  Pada bulan Desember 1980 isu itu makin meruyak, dan banyak tokoh mahasiswa yang dijemput Kodim untuk diintrogasi. Kabarnya beberapa sempat bermalam di Kodim.  Saya rupanya termasuk yang dicari.  Untungnya sebelum berangkat ke Canada mengikuti program pertukaran pemuda hasil seleksi yang ketat, sudah melapor kepada Da Syahrul.  Oleh karena itu  beliaulah yang menjamin, sehingga saya tidak dipanggil oleh Kodim.

Pada tahun 70-an dan 80-an itu, pemuda menjadi isu sentral dengan label "partisipasi pembangunan" di dalam trilogi: keamanan, pertumbuhan dan pemerataan. Trilogi belakangan dibalik menjadi petumbuhan, keamanan dan pemeratan. Kemudian menjadi pemerataan, pertumbuhan dan keamanan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun