Mohon tunggu...
Shinta AyuPrameswari
Shinta AyuPrameswari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Teknik Industri / Universitas PGRI Ronggolawe Tuban

saya memiliki kepribadian pendiam dan saya lebih suka mengutarakan lewat tulisan

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Revitalisasi Pengolahan Limbah Kotoran Sapi menjadi Bahan Bakar Biogas guna Mewujudkan Lingkungan yang Sustainable

6 Februari 2024   17:03 Diperbarui: 6 Februari 2024   17:20 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Konsep “Lingkungan Sustainable” yang digembar-gemborkan Indonesia hingga saat ini, ternyata belum mampu menunjukkan ketangguhannya untuk meredam sikap-sikap masyarakat yang dinilai dapat memicu kerusakan alam, sehingga menyebabkan beberapa perubahan pada kondisi lingkungan terutama dalam hal perubahan cuaca secara ekstrim. 

Melalui gawai masing-masing, isu kebakaran hutan, kekeringan, pencemaran, maupun pemanasan global begitu gencar bertebaran di media sosial. Selain itu, langkanya relawan-relawan lingkungan di era masa kini yang mau peduli untuk beraksi demi selamatkan bumi, memunculkan banyak problematika sehingga berakibat terjadinya gesekan antar keseimbangan ekosistem lingkungan hidup. 

Konsep keberlanjutan lingkungan ini, setidaknya dapat terlaksana melalui sikap cinta lingkungan yang semestinya diberikan. Namun faktanya, kini terjadi kekosongan sosialisasi akan pesan berharga ini, sehingga konsep keberlanjutan yang digembar-gemborkan hanya sekedar rencana dan kurang diimplementasikan secara merata dalam realita kehidupan masyarakat.

Maraknya isu lingkungan yang terjadi tidak lain juga didukung oleh adanya industri-industri yang disinyalir kurang memperhatikan pembuangan limbah secara efektif sehingga mengakibatkan peningkatan emisi gas rumah kaca. Seperti salah satunya adalah industri peternakan. Menurut penelitian yang sudah dilakukan, gas methana (CH4) yang dihasilkan secara alami oleh kotoran hewan yang menumpuk merupakan gas penyumbang terbesar pada efek rumah kaca, bahkan lebih besar dibandingkan CO2.

Ditahun 2020, Kabupaten Tuban merupakan wilayah yang berhasil meraih penghargaan sebagai kabupaten dengan populasi ternak sapi terbanyak ke-1 se-Jawa Timur dengan angka yang mencapai 349.089 ekor sapi. 

Salah satu desa di Kabupaten Tuban yang ikut andil menyumbang perolehan angka populasi tersebut adalah Desa Sugiharjo karena di desa tersebut 60% masyarakatnya memiliki ternak sapi. Namun fatalnya, 60% masyarakat tersebut mengaku, limbah ternak sapi berupa kotoran (feses) hanya ditumpuk dan dibiarkan di pekarangan rumah tanpa ada pengolahan lebih lanjut.

Jumlah rata-rata kotoran ternak yang dihasilkan oleh masyarakat Desa Sugiharjo adalah 900kg/hari. Jika kotoran sapi tersebut hanya ditumpuk dan dibiarkan saja, tentunya akan sangat berdampak pada kondisi lingkungan. 

Oleh karena itu, pemanfaatan kotoran sapi menjadi salah satu sumber energi alternatif yang terbaharukan seperti halnya biogas, dapat memberikan suatu solusi agar pengolahan limbah ternak mampu mengurangi risiko kerusakan lingkungan yang ada sekaligus digunakan sebagai bahan bakar alternatif.

Melalui teknologi Instalasi Pengolahan Limbah (IPAL) kotoran ternak yang kini sudah ada, kotoran sapi diolah dengan sistem anaerob (tertutup), sehingga hasil akhir dari pengolahan limbah tersebut akan menghasilkan bahan bakar biogas. 

Namun berdasarkan penyataan dari salah satu peternak sapi, Pak Min mengungkapkan bahwa, fakta yang terjadi di lapangan menunjukkan penggunaan teknologi Instalasi Pengolahan Limbah (IPAL) kotoran ternak, sudah jarang digunakan bagi sebagian peternak dan juga tidak semua desa memiliki instalasi pengolahan limbah (IPAL) sendiri. Hal tersebut disebabkan karena beberapa hal  berikut, yaitu : 

  • Sebagian besar peternak tidak memiliki pemahaman yang cukup mengenai pengolahan limbah kotoran sapi;
  • Untuk menerapkan teknologi IPAL membutuhkan biaya yang sangat mahal, terlebih lagi untuk biaya pemeliharaan mesin-mesin juga membutuhkan dana yang tidak sedikit;
  • Sistem dan metode instalasi pengolahan limbah dirasa masih ribet atau sulit;
  • Tidak ada lahan yang cukup untuk dijadikan sebagai tempat instalasi pengolahan limbah kotoran sapi;
  • Kurangnya kesadaran para produsen tahu mengenai bahaya yang terkandungan dari limbah kotoran sapi apabila limbah tersebut hanya dibiarkan saja.

Terkait dengan situasi kendala di atas, perlu adanya tindakan lebih lanjut untuk merevitalisasi peningkatan nilai guna dari tekonologi Instalasi Pengolahan Limbah kotoran sapi. Adapun solusi yang dapat penulis berikan untuk mengatasi kendala di atas adalah sebagai berikut :

  • Seperti yang sudah dipaparkan sebelumnya, bahwa sebagian besar peternak tidak memiliki pemahaman yang cukup mengenai pengelolaan limbah dan kurangnya kesadaran atas bahaya yang terkandung dalam limbah tersebut. Maka dari itu, perlu adanya kegiatan pembekalan pengetahuan berupa edukasi dan pelatihan langsung di Lapangan mengenai penggunaan teknologi IPAL kotoran sapi, serta edukasi untuk menyadarkan seberapa bahayanya kandungan limbah tersebut. Kegiatan sosialisasi tersebut dapat dilakukan 5 tahun sekali di masing-masing desa, dengan mengumpulkan para peternak untuk dilakukan pembinaan, baik secara teori maupun praktek.
  • Untuk mengatasi kendala biaya mesin yang mahal, dan tidak adanya lahan yang cukup untuk dijadikan sebagai tempat instalasi pengolahan limbah, dapat diatasi melalui kerjasama dengan salah satu perusahaan BUMN seperti halnya Pertamina. Sejalan dengan salah satu program dari Corporate Social Responsibilty atau bisa disebut CSR Pertamina, yaitu melalui Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) hal itu dapat menjadi sebuah terobosan baru bagi pertamina untuk melaksanakan peran dari pertamina, mengingat sebagai salah satu perusahaan BUMN terbesar di Indonesia, pertamina memiliki 2 tanggung jawab besar. Pertama, untuk meningkatkan profit dalam rangka meningkatkan kesejahteraan negara, sedangkan yang kedua adalah melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan.

    HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Nature Selengkapnya
    Lihat Nature Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun