Tergoreskan sebuah senyum lebih dari sebuah simpul, karena mungkin benar. inilah kebahagiaan yang kau tunggu tunggu. Persepsi macam apapun ini bukanlah sebuah perkara, karena pada kenyataannya aku bisa melihat semua itu dengan jelas di air wajahmu.
Beberapa serpihan kenangan masa lalu, yang pastinya tak sekuat dan seerat kehidupan yang kini kau jalani dengan mereka.
Ya mungkin saja. Aku hanya serpihan kisahmu di masa lalu, yang sering membuatmu kesal saat diperjalanan menuju gerbang yang ingin kau tuju.
Aku sempat mengantarkanmu ke gerbang yang kini telah kau masuki dan kau rasakan betapa bahagianya.
Tapi aku juga tak memunafikan diriku yang mungkin saja sempat setengah hati. Ya kau pasti lebih lihai dalam menilai itu.
Kini ku merasa memang bukan masa nya lagi, ya kau benar semua kenangan itu punya batas “masa”, yang hanya mampu di kenang, tanpa bisa bergulir lagi dengan perihal yang sama.
Kalaupun kau bertanya hal ini padaku, yakinkah..
aku pasti lebih kuat dan tegar dalam menjawabnya, bahkan mungkin bisa lebih dingin dari kutub yang pernah kau pelajari .
Tapi aku tak pernah berbohong pada tulisanku.
Kau boleh ambil cermin sekarang, lihatlah… betapa berartinya dirimu untuk sekelilingmu. Tak perlu ragu tak terlihat lagi karena cermin yang semu saja mampu melihatmu, apalagi kenyataan?
Bukankah sepatutnya tak ada rasa dengki dalam hati? Ya.. aku tak menyimpan rasa dengki itu. Tapi nampaknya aku mampu menerka itu.