Mohon tunggu...
Shendy Adam
Shendy Adam Mohon Tunggu... Dosen - ASN Pemprov DKI Jakarta

seorang pelayan publik di ibu kota yang akan selalu Berpikir, Bersikap, Bersuara MERDEKA

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

"Pelican Crossing" dan Keberpihakan terhadap Pedestrian

2 Agustus 2018   10:01 Diperbarui: 2 Agustus 2018   20:13 1766
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pedestrian alias pejalan kaki seringkali mendapat perlakuan tidak adil. Mereka ibarat anak tiri yang selalu harus mengalah. Kebijakan Anies Baswedan mengganti Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) dengan pelican crossing patut disyukuri sebagai satu langkah maju.

Jalur pedestrian alias trotoar yang buruk adalah kelaziman di berbagai kota di negeri ini. Bukan hanya sempit dan tidak mulus, malah ada yang berkontur turun naik, tidak rata bahkan berlubang. Belum lagi ulah pengendara sepeda motor yang otaknya ditinggal di rumah, seenaknya mereka melintasi trotoar.

Okupasi terhadap hak pejalan kaki juga dilakukan oleh para pedagang kaki lima. Barang jualannya macam-macam. Mulai dari minuman ringan, makanan berat, kacang, kuaci, permen (disingkat cangcimen) sampai perkakas seperti obeng dan tang juga kerap dijajakan di trotoar.

Aksi yang dilakukan Koalisi Pejalan Kaki justru suka ditanggapi nyinyir. Tidak jarang juga ada perlawanan terang-terangan. Padahal, mereka menyuarakan kebenaran.

Pikiran nakal saya mengantarkan pada kesimpulan bahwa boleh jadi pejalan kaki memang dianggap warga negara kelas dua. Hak mereka pantas dikesampingkan manakala berhadapan dengan pengguna kendaraan.

Oleh karena itu, saya menyambut gembira keputusan gubernur Anies Baswedan yang membongkar Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) di Jalan Thamrin dan menggantinya dengan pelican crossing. Lho, apa hubungannya pembongkaran JPO dengan hak pejalan kaki?

JPO Bundaran HI yang dibongkar (sumber: beritajakarta.id)
JPO Bundaran HI yang dibongkar (sumber: beritajakarta.id)
Dari pemberitaan di media, saya mendapati alasan utama yang melandasi kebijakan Pak Anies adalah soal estetika. Menurut beliau, keberadaan JPO tersebut menghalangi pandangan Tugu Selamat Datang di Bundaran Hotel Indonesia dari arah utara.

Bukan bermaksud mengesampingkan aspek estetika, saya justru lebih menyoroti kebijakan tersebut dari sisi kenyamanan bagi pejalan kaki.

Fasilitas penyeberangan secara garis besar terbagi ke dalam 2 kategori, yakni sebidang dan tidak sebidang. Zebra cross dan pelican crossing adalah contoh yang sebidang, sedangkan JPO dan terowongan bawah tanah termasuk fasilitas penyeberangan tidak sebidang.

Masing-masing pilihan ada plus minusnya. Dalam memilih memang ada kaidahnya, kalau tidak salah ada panduan yang pernah dikeluarkan Departemen Pekerjaan Umum dulu (sekarang Kemenpupera). Saya tidak akan membahas detail teknis soal fasilitas penyeberangan ini, silakan saja jika ada rekan Kompasianer yang ingin mengulasnya.

Pedoman perencanaan fasilitas penyeberangan (dokpri)
Pedoman perencanaan fasilitas penyeberangan (dokpri)
Saya hanya merasa perlu mengapresiasi kebijakan gubernur karena pilihan terhadap pelican crossing adalah sebuah keberpihakan. Selama ini manusia (baca: pejalan kaki) selalu harus mengalah kepada mesin (baca: motor dan mobil). Sementara kendaraan melintas tanpa gangguan, pedestrian justru harus berjuang keras naik dan turun JPO.

Dengan pelican crossing, pejalan kaki tidak perlu bersusah payah lagi. Saudara-saudara kita yang lanjut usia dan difabel jauh lebih mudah untuk menyeberang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun