Mohon tunggu...
shella petrova
shella petrova Mohon Tunggu... Siswa sekolah kelas XII SMAK PENABUR Bintaro Jaya

Untuk Tugas Sekolah

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Hubungan Antara Tingkat Stres Akademik dan Kualitas Tidur pada Remaja

18 Oktober 2025   18:10 Diperbarui: 18 Oktober 2025   18:10 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Beberapa tahun terakhir ini, fenomena stres akademik di kalangan remaja semakin membutuhkan perhatian. Tekanan untuk meraih prestasi tinggi, tuntutan tugas sekolah, dan menghadapi ujian sering kali membuat remaja mengalami beban psikologis yang signifikan. Kondisi ini diperparah oleh pola hidup yang kurang seimbang, seperti waktu belajar yang berlebihan dan kebiasaan begadang, yang akhirnya berdampak pada kualitas tidur mereka. Banyak remaja mengalami kesulitan tidur, tidur tidak nyenyak, atau bahkan kurang waktu istirahat akibat stres yang menumpuk. Padahal, tidur yang berkualitas memiliki peran yang penting dalam menjaga kesehatan mental, konsentrasi, serta kemampuan akademik. Hubungan antara tingkat stres akademik dan kualitas tidur menjadi hal yang sangat penting untuk diperhatikan, karena keduanya saling mempengaruhi dan dapat berdampak pada kesejahteraan para remaja. Remaja diharapkan mampu mengelola stres dengan baik serta menjaga pola tidur yang sehat agar dapat mencapai keseimbangan antara tuntutan akademik dan kesehatan diri.

Tingkat Stres Akademik Remaja

Stres akademik adalah tekanan psikologis yang dikarenakan aktivitas dan tuntutan akademik yang seringkali dialami oleh remaja. Stres  adalah respon individu terhadap stressor, yaitu keadaan dan kejadian yang dirasa mampu mengancam serta menghalangi kemampuan individu untuk beradaptasi (King, 2017). Stres akademik didefinisikan sebagai kondisi di mana seseorang menghadapi tekanan yang berasal dari pandangan mengenai faktor pengganggu di bidang akademik, yang berkaitan dengan pengetahuan dan pembelajaran (Govaerst & Gregoire, 2004). Davidson (2001) menyatakan bahwa sumber stress akademik dapat berupa situasi yang tidak bervariasi, penuh kegaduhan, tugas yang menumpuk, harapan yang kurang masuk akal, ketidakjelasan, kurangnya kontrol, keadaan bahaya dan kritis, tidak dihargai, kehilangan kesempatan, aturan yang membingungkan, dan tuntutan yang saling bertentangan. Pernyataan ini searah dengan hasil karya penelitian Ibrahim, Kelly, Adams, serta Glazebrook pada tahun 2013 yang menyatakan bahwa remaja kerap menghadapi pengalaman depresi akibat tekanan dan stres yang berkaitan dengan kegiatan dan tugas akademik. Pernyataan tersebut menyatakan bahwa stress akademik pada remaja dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor tuntutan internal maupun eksternal. 

Tuntutan dari dalam maupun luar yang dihadapi remaja dapat menjadi sumber tekanan yang melebihi kapasitas mereka (overload), sehingga menimbulkan stres atau distres yang ditandai dengan kelelahan fisik maupun mental, penurunan daya tahan tubuh, serta ketidakstabilan emosi. Stress pada remaja dapat berdampak positif maupun negatif. Menurut Smeltzer dan Bare (2008), stres akademik tidak selalu berdampak negatif, karena dalam kadar tertentu justru dapat memberikan efek positif bagi individu. Stres yang masih berada dalam batas kemampuan seseorang untuk mengatasinya dapat berperan sebagai motivator yang mendorong peningkatan kreativitas dan produktivitas. Sebaliknya, dampak negatif dari stres akademik juga tidak dapat diabaikan. Menurut Bataineh (2013) serta Waqas, Khan, Sharif, Khalid, dan Ali (2015), stres akademik yang berlebihan dapat menimbulkan berbagai perilaku dan gangguan kesehatan yang merugikan, seperti penyalahgunaan minuman beralkohol, gangguan pola makan, serta kesulitan tidur. Kondisi tersebut biasanya muncul ketika individu tidak mampu mengelola tekanan akademik secara efektif, sehingga mencari pelarian melalui kebiasaan tidak sehat. Pernyataan tersebut memperkuat pernyataan bahwa stress akademik yang dialami remaja dapat berdampak positif maupun negatif, hal tersebut ditentukan oleh reaksi dan cara tanggap remaja dan porsi stress akademik yang dialami.

Kualitas Tidur Remaja

Seseorang yang tidur untuk sementara dan bangun dalam keadaan mengantuk dapat mengurangi  tingkat  fokus di hari berikutnya dan dapat  mengalami  gangguan ingatan serta terganggu tidurnya  (Juwariyah  et  al.,  2023). Menurut  (Bacharuddin  & Saraswati,  2022) Kualitas tidur adalah seberapa puas seseorang dengan hasil tidurnya saat malam hari. Kualitas tidur dianggap baik jika tidak tampak gejala kurang tidur dan tidak menghadapi gangguan tidur. Keadaan stres pada remaja dapat memicu terjadinya kesulitan tidur (insomnia). Insomnia adalah salah satu gangguan tidur yang cukup sering terjadi, yang biasanya ditandai dengan kesulitan untuk tidur atau terbangun terlalu cepat yang terjadi secara berulang. (Zain, 2016). Menurut National Sleep Foundation (NSF) pada tahun 2019, remaja membutuhkan waktu tidur antara 7 hingga 9 jam setiap malam agar fungsi otak dapat bekerja secara optimal. Namun, pada kenyataannya, sebagian besar remaja tidak mencapai durasi tidur ideal tersebut. Berdasarkan informasi dari International of Sleep Disorders (2017) yang dikutip oleh Zurrahmi dan Sudiarti (2022), tercatat sekitar 30% populasi yang menderita insomnia, dengan sekitar 15% di antaranya adalah remaja.

Kecemasan menjadi salah satu alasan terjadinya kesulitan tidur di kalangan remaja. Mereka sering harus menerima banyak tuntutan, dari aspek sosial ataupun pendidikan. Studi menunjukkan bahwa ada hubungan yang berarti antara kecemasan dan insomnia. Tingkat stres dan ketegangan yang dirasakan oleh remaja juga bisa mengakibatkan kesulitan tidur di malam hari. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Eliza et al. (2022) dalam (Dwiyanti et al., 2023) mengungkapkan bahwa 43,2% dari remaja yang mengalami stres dengan tingkat sedang mengalami gangguan tidur yang serius. Saat tingkat kekhawatiran meningkat, individu menjadi sulit untuk menenangkan diri sebelum tidur, sehingga mengakibatkan hambatan dalam proses untuk dapat tertidur.

Faktor lain yang dapat mempengaruhi pola tidur remaja adalah penggunaan perangkat gawai (gadget). Di era masyarakat saat ini, banyak anak muda yang menghabiskan waktu berlama-lama di depan layar untuk bermain game, menggunakan sosial media, dan masih banyak lagi. Penelitian oleh Fernando (2020) menyatakan bahwa "penggunaan gadget dapat mempengaruhi insomnia karena adiksi dari blue light gadget akan menggeser irama tidur". Saat produksi melatonin terpengaruh oleh sinar biru, kaum remaja mengalami kesulitan yang lebih besar dalam memulai tidur dan menjaga kualitas istirahat yang baik, meskipun melatonin membantu mengatur siklus tidur dan bangun. Pemanfaatan platform media sosial yang berlangsung lebih dari lima jam setiap harinya juga dapat berdampak pada pola tidur remaja, yang juga dapat berdampak pada kualitas hidup remaja (Fernando & Hidayat, 2020). 

Gaya hidup remaja juga merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas dan pola istirahat remaja.  Keswara et al. (2019) mencatat bahwa "remaja sering kali mengabaikan kebutuhan tidur ideal antara 8 hingga 10 jam per malam," yang juga dapat disebabkan oleh adanya stres akademik yang dialami remaja. Di era modern ini, banyak sekali remaja yang mengabaikan pentingnya menjaga pola makan serta rutinitas olahraga yang baik. Kebiasaan tersebut tak hanya mengganggu pola tidur remaja, namun juga dapat berpengaruh pada kesehatan masyarakat (obesitas, gangguan metabolisme, dll).

Hubungan Tingkat Stres Akademik dan Kualitas Tidur Remaja

Ranti (2022) dalam (Hakim et al., 2024) menyatakan bahwa stres yang disebabkan tekanan dan tuntutan akademik dapat menyebabkan kesulitan tidur yang parah. Studi yang dikerjakan oleh Ohida pada siswa SMP dan SMA juga menunjukkan bahwa tingkat gangguan tidur bervariasi, berkisar antara 15,3% sampai 39,2%. Berdasarkan informasi Riskesdas 2018 yang diambil dari jurnal Andini et al. (2023), kurang lebih 9,8% dari remaja yang berusia lebih dari 15 tahun menunjukkan tanda-tanda masalah emosional yang berkaitan dengan stres. Stres yang memicu insomnia memiliki dampak langsung terhadap kualitas tidur dan kondisi fisik, sehingga menimbulkan masalah seperti sulit berkonsentrasi, mudah lelah, serta peningkatan emosi atau kemarahan yang berlebihan. Tekanan akibat tuntutan akademik, seperti banyaknya tugas, ujian, dan harapan tinggi dari pihak sekolah maupun keluarga, sering kali menimbulkan kecemasan yang berpengaruh terhadap pola tidur remaja. Saat stres meningkat, kemampuan mereka untuk menenangkan diri sebelum tidur menjadi terhambat, sehingga menyebabkan kesulitan untuk tertidur atau mempertahankan kualitas tidur. Kekurangan waktu tidur tersebut tidak hanya mengganggu daya konsentrasi dan kemampuan mengingat, tetapi juga berdampak negatif pada kondisi fisik serta kestabilan emosi remaja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun