Mohon tunggu...
shavira aurelia putri
shavira aurelia putri Mohon Tunggu... Nim : 46122010132 ( Universitas Mercu Buana)

46122010132 -S1 Psikologi - Universitas Mercu Buana - Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB - Dosen pengampu Prof. Dr, Apollo, M.Si.A

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Diskursus 5 Tokoh Pentingnya Berpikir Positif Tentang Kehidupan

14 Oktober 2025   22:59 Diperbarui: 14 Oktober 2025   23:03 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pembicaraan ini memberikan gambaran mendalam tentang mengapa memiliki sikap optimis penting dalam hidup, dengan mengutip pemikiran lima pemikir terkenal dari berbagai zaman. Kelima tokoh ini---Marcus Aurelius, Epictetus, Friedrich Nietzsche, William James, dan Albert Ellis---menunjukkan bagaimana pandangan tentang cara manusia memandang dan menghadapi kenyataan telah berubah.

Setiap tokoh menambahkan kontribusi unik dan bermanfaat untuk membentuk dasar filosofis dan psikologis bagi pemikiran positif. Dari ajaran Stoik Romawi hingga psikologi modern, perjalanan pemikiran ini menunjukkan pergeseran menuju cara-cara yang lebih bermanfaat untuk membantu orang menghadapi masalah hidup dengan sudut pandang yang lebih baik dan lebih membantu.

Modul Prof.Apollo halaman 2 
Modul Prof.Apollo halaman 2 

Marcus Aurelius, kaisar Romawi yang juga seorang filsuf Stoik, menekankan bahwa kedamaian batin berasal dari kesadaran bahwa kita hanya dapat mengendalikan pikiran dan respons kita, bukan apa yang terjadi di sekitar kita. Dalam bukunya yang berjudul "Meditations", ia mengatakan bahwa orang lebih menderita karena cara mereka memandang sesuatu daripada karena hal-hal itu sendiri. Dengan melatih pikiran kita untuk menjadi logis dan tenang, kita dapat menemukan eudaimonia, yang berarti kebahagiaan sejati.

Ide ini sangat penting saat ini karena kita sering merasa kesal mencoba mengendalikan hal-hal yang tidak dapat kita kendalikan. Marcus Aurelius mengajarkan bahwa kekuatan sejati terletak pada mengetahui apa yang dapat dan tidak dapat kita ubah, lalu fokuskan energi kita hanya pada hal-hal yang dapat kita kendalikan. Kutipan terkenal beliau, "Kamu memiliki kuasa atas pikiranmu -- bukan atas peristiwa di luar dirimu," adalah pengingat abadi tentang di mana kita seharusnya menempatkan usaha dan fokus kita.

Modul Prof.Apollo halaman 3
Modul Prof.Apollo halaman 3

Di tempat kerja, penerapan ide-ide Marcus Aurelius dapat terlihat saat menghadapi tekanan dari atasan. Misalnya, ketika diberi tugas sulit dengan batas waktu yang ketat, daripada mengeluh atau merasa stres, seseorang dapat fokus pada cara merespons dengan cara yang membantu---dengan merencanakan dengan cermat, menjelaskan dengan jelas apa yang dibutuhkan, dan menangani setiap tantangan satu per satu. Cara ini mengubah pengalaman buruk menjadi kesempatan untuk berkembang.

Contoh lain dalam kehidupan sehari-hari adalah saat menghadapi kemacetan lalu lintas. Alih-alih marah, yang hanya memperburuk stres, seseorang dapat memanfaatkan waktu tersebut untuk mendengarkan podcast yang bermanfaat atau memikirkan hal-hal baik dalam hidup. Dengan melakukan ini, situasi yang awalnya terlihat buruk diubah menjadi sesuatu yang bermanfaat. Hal ini menunjukkan bagaimana Marcus Aurelius mengajarkan bahwa kebahagiaan bergantung pada cara kita berpikir, bukan pada apa yang terjadi di sekitar kita.

Modul Prof.Apollo halaman 4
Modul Prof.Apollo halaman 4

Metode Conversio dalam pemikiran Marcus Aurelius berarti mengubah diri sendiri dari dalam dengan mengubah cara Anda memandang dunia. Ini bukan sekadar menerima apa yang terjadi, tetapi benar-benar mengubah cara Anda memandang hal-hal sehingga Anda dapat menemukan tujuan dan peluang di setiap masa sulit. Conversio mengajarkan kita untuk melihat masalah sebagai cara untuk melatih pengembangan kualitas baik dan pemikiran cerdas.

Di sisi lain, Askesis berarti melatih pikiran secara teratur untuk membedakan antara hal-hal baik dalam diri yang dapat Anda kendalikan dan hal-hal yang dibawa oleh keberuntungan yang tidak dapat Anda kendalikan. Contoh yang baik adalah ketika seseorang mengerahkan banyak usaha dalam proyek besar tetapi hasilnya tidak sesuai harapan. Dengan Askesis, mereka belajar menerima hasilnya (keberuntungan) sambil tetap merasa bangga dengan kerja keras dan kejujuran mereka (sifat baik). Latihan ini memperkuat pikiran Anda dan mencegah Anda terlalu kecewa.

Modul Prof.Apollo halaman 5
Modul Prof.Apollo halaman 5

Merasa sesuatu adalah cara tubuh kita secara otomatis merespons hal-hal dari luar, seperti jantung berdebar kencang saat takut atau tangan berkeringat saat gugup. Reaksi-reaksi ini bersifat dasar dan terjadi pada semua orang dengan cara yang hampir sama. Anda tidak bisa benar-benar menghentikan perasaan-perasaan ini karena mereka merupakan bagian dari cara tubuh kita melindungi diri, sesuatu yang telah berkembang seiring waktu.

Emosi, di sisi lain, adalah apa yang terjadi ketika kita mulai memikirkan perasaan-perasaan tersebut dan memberi makna padanya. Misalnya, detak jantung yang cepat bisa berarti Anda merasa excited, takut, atau marah, tergantung pada situasi dan cara Anda memikirkannya. Jika kita berlatih untuk sadar dan membedakan antara perasaan itu sendiri dan emosi yang kita kaitkan padanya, kita bisa memilih untuk merespons dengan lebih tenang daripada hanya bereaksi. Dalam Stoisisme, hal ini disebut prosoche, yang berarti memperhatikan dengan seksama pikiran kita sendiri.

Modul Prof.Apollo halaman 6
Modul Prof.Apollo halaman 6

Dalam pandangan Stoikisme, terutama yang diungkapkan oleh Marcus Aurelius dalam Meditations, konsep mengenai Conversio (perubahan atau revolusi dalam diri) adalah kunci untuk mencapai kebahagiaan sejati. Conversio merupakan transformasi fundamental dalam kesadaran, beralih dari perhatian pada faktor eksternal (keinginan untuk mengubah lingkungan, orang lain, atau keadaan di luar kendali kita) menuju perhatian pada faktor internal (penguasaan penuh terhadap penilaian, reaksi, dan karakter moral kita sendiri). Esensi dari ajaran ini tercermin dalam ungkapan, "Jika kamu terluka oleh sesuatu yang berasal dari luar, kesedihan itu bukan akibat dari hal tersebut, melainkan dari cara pandangmu terhadapnya; dan kamu punya kapasitas untuk mengubahnya kapan saja. " Ini mengilustrasikan bahwa penderitaan bersumber dari bagaimana kita memahami, bukan dari peristiwa itu sendiri. Penerapan prinsip ini dalam kehidupan sehari-hari, seperti saat menghadapi sifat agresif orang lain (misalnya, pengemudi yang menyerobot jalur), mendorong kita untuk segera menarik kembali penilaian emosional negatif ("Orang itu sangat mengganggu! ") dan menggantinya dengan respons yang lebih rasional ("Perilaku itu di luar kendaliku; saya memilih untuk tetap tenang"). 

Modul Prof.Apollo halaman 7
Modul Prof.Apollo halaman 7

pemisahan antara Fortuna (Hal-hal yang di Luar Kendali) dan Virtue (Kebajikan/Hal-hal yang Bisa Dikendalikan) adalah asas penting dalam pemikiran Stoik, yang ditempa melalui cara Askesis. Konsep ini, yang disebut sebagai Dichotomy of Control, menunjukkan bahwa penyebab utama dari penderitaan manusia disebabkan oleh usaha untuk menguasai atau terlalu bergantung pada Fortuna, yang mencakup segala sesuatu yang bersifat eksternal, tidak pasti, dan di luar pengaruh kita, seperti takdir, cuaca, penyakit, kematian, pandangan orang lain, kekayaan, atau hasil dari usaha tertentu. Pengikut Stoik menyarankan kita untuk mengembangkan sikap penerimaan yang damai terhadap aspek-aspek Fortuna ini, menyadari bahwa perlawanan terhadapnya hanya akan mengakibatkan frustrasi dan ketidaknyamanan. Sebaliknya, kita sebaiknya mengalihkan semua perhatian kepada Virtue (Kebajikan), yang merupakan satu-satunya kebaikan sejati dan satu-satunya bidang yang sepenuhnya bisa kita kendalikan, yaitu: pikiran, penilaian, pilihan etis, reaksi, dan tindakan kita sendiri. Dengan kata lain, Askesis berfungsi sebagai metode latihan mental dan moral yang mengajarkan kita untuk dengan disiplin memisahkan kedua bidang ini; sebagaimana ditekankan oleh Marcus Aurelius, "Kamu berkuasa atas pikiranmu -- bukan atas situasi di luar dirimu," yang artinya kita harus memastikan bahwa dalam menghadapi kekacauan eksternal, kita selalu bertindak dengan kebijaksanaan, keadilan, keberanian, dan pengendalian diri---untuk mencapai ketenangan jiwa (ataraxia) serta kebahagiaan sejati (eudaimonia) yang tidak tergoyahkan oleh gejolak Fortuna.

Modul Prof.Apollo halaman 8
Modul Prof.Apollo halaman 8

Berdasarkan analisis dan contoh Stoa, Asksis merupakan suatu metode filosofis yang menumbuhkan kesadaran dan kontrol diri, dengan membedakan secara jelas antara hal-hal yang bisa kita atur (Virtue/Kebajikan) dan yang tidak bisa kita atur (Fortuna/Nasib). Misalnya, dalam situasi seorang karyawan yang gagal memperoleh promosi, keputusan dari atasan dan hasil akhir (promosi tersebut) diklasifikasikan sebagai Fortuna---aspek-aspek eksternal yang berada di luar kendalinya, sehingga mengekspresikan kemarahan atau kekecewaan terhadap situasi itu sia-sia dan merusak ketenangan batin. Sebaliknya, sifat profesional, dedikasi, kejujuran, dan ketekunan adalah Virtue---faktor-faktor internal yang sepenuhnya di bawah kontrol dirinya dan merupakan sumber nilai diri yang sejati. Pendekatan Stoik yang ideal adalah menerima kenyataan pahit (Fortuna) tanpa mengorbankan kedamaian, sambil tetap berkomitmen untuk memberikan yang terbaik (Virtue), bukan untuk meraih imbalan (promosi), tetapi demi menjaga integritas dan kualitas karakternya. Dengan memisahkan dua aspek ini, individu belajar untuk tidak menempatkan kebahagiaan mereka pada pengakuan eksternal, fokus pada moralitas dan tindakan positif, serta akhirnya menemukan ketenangan batin yang konsisten di tengah ketidakpastian kehidupan, sesuai dengan ajaran Marcus Aurelius untuk tidak berdebat tentang kebaikan, melainkan menjadi orang baik melalui tindakan nyata.

Modul Prof.Apollo halaman 9
Modul Prof.Apollo halaman 9

Memahami perbedaan antara Sensasi dan Emosi merupakan aspek penting dalam pengembangan diri dan psikologi, terutama dalam kerangka pemikiran Stoisisme. Pembedaan ini sangat diperlukan agar kita sadar bahwa banyak dari penderitaan yang kita alami sering kali berasal dari penilaian mental kita sendiri, bukan dari kejadian eksternal yang bersifat netral.

1. Definisi Sensasi : 

Karakteristik Sensasi: Sensasi adalah hal yang alami, spontan, dan tidak berpihak. Sensasi terjadi secara otomatis dan merupakan bagian integral dari sistem biologis manusia. Ini hanya merupakan data mentah yang masuk ke otak; tidak ada penilaian moral atau paham kognitif yang terlibat di dalamnya.

Contoh: Ketika seseorang mendengar suara keras yang tiba-tiba, secara refleks tubuhnya menjadi tegang dan terkejut. Respon fisik yang datang mendadak ini adalah sensasi. Sensasi tidak bisa dihindari karena merupakan mekanisme pertahanan dan adaptasi biologis.

2. Definisi Emosi

Emosi adalah reaksi psikologis yang terjadi setelah kita menilai atau menginterpretasikan sensasi tersebut dalam pikiran kita. Emosi adalah hasil dari penilaian yang diberikan oleh pikiran terhadap sensasi yang telah dialami.

Karakteristik Emosi: Emosi bergantung pada pola pikir kita, bukan hanya pada kejadian atau sensasi itu sendiri. Emosi adalah respon yang melibatkan pemrosesan kognitif. Ini berarti, dua individu yang merasakan sensasi yang sama persis dapat merasakan emosi yang sepenuhnya berbeda.

Contoh: Setelah tubuh terkejut oleh suara keras (sensasi), jika pikiran menyimpulkan bahwa "seseorang dengan sengaja menjatuhkan sesuatu untuk mengganggu saya," maka reaksi yang muncul adalah kemarahan. Kemarahan tersebut adalah emosi, karena berasal dari penilaian yang menganggap adanya niat buruk. Sebaliknya, jika penilaiannya adalah "itu hanya suara cabang yang patah karena angin," maka emosi yang muncul kemungkinan adalah ketenangan atau kelegaan, meski sensasi awalnya tetap sama.

Implikasi Filosofis (Pandangan Stoik)

Membedakan antara Sensasi dan Emosi adalah hal fundamental dalam filsafat Stoisisme, karena memisahkan fakta dari cara kita menginterpretasikan fakta tersebut.

Sebagaimana dinyatakan oleh filsuf Stoik, Marcus Aurelius dalam Meditations:

"Jika kamu merasa terganggu oleh sesuatu dari luar, yang mengganggumu bukanlah hal itu sendiri, melainkan penilaianmu tentang hal itu."

Modul Prof.Apollo halaman 10
Modul Prof.Apollo halaman 10

Contoh : Jantung berdebar lebih kencang, adrenalin naik, tiba-tiba takut karena suara keras. Marah karena berpikir suara keras itu adalah ancaman yang disengaja.

Tidak Langsung Bereaksi: Dengan tahu bahwa reaksi tubuh pertama (perasaan) terjadi dengan sendirinya dan biasa saja, seseorang bisa menunggu sebelum bertindak dan tidak langsung mengikuti dorongan tubuh atau pikiran yang pertama.


Lebih Tenang (Ataraxia): Ajaran Stoa mengatakan bahwa rasa sakit dan khawatir (pathos) biasanya datang karena kita salah menilai hal-hal dari luar sebagai sesuatu yang buruk. Jika kita memperbaiki penilaian ini, perasaan negatif akan berkurang, sehingga jiwa menjadi tenang (ataraxia).
Berlatih Mengendalikan Diri (Prosoche): Ini adalah latihan terus-menerus untuk menjaga pikiran tetap fokus, memastikan bahwa kita hanya setuju dengan penilaian yang masuk akal dan tepat. Artinya, kita tidak dikendalikan oleh perasaan atau emosi, tetapi kita yang mengendalikan pikiran dan tindakan kita sendiri.

Modul Prof.Apollo halaman 11
Modul Prof.Apollo halaman 11

Epictetus (50--135 M) adalah seorang filsuf Stoik Yunani yang sangat diakui meskipun ia memulai hidupnya sebagai budak di Hierapolis, Frigia. Meskipun ia tidak menulis apa pun sendiri, pelajaran-pelajarannya yang sangat berpengaruh dikumpulkan oleh muridnya, Arrian, menjadi dua karya penting: The Discourses dan The Enchiridion. Kisah hidupnya dan warisan filosofisnya menjadikannya tokoh kunci dalam Stoisisme, di mana fokusnya pada pengendalian diri dan perspektif batin menjadi dasar bagi pengikutnya.

Ide utama Epictetus berfokus pada pemisahan yang jelas antara hal-hal yang dapat dan tidak dapat kita kendalikan. Ia mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati tidak bergantung pada hal-hal di luar diri kita, tetapi pada cara kita merespons dan menilai hal-hal tersebut. Epictetus membagi realitas menjadi dua bagian: hal-hal yang dapat kita kendalikan (seperti pikiran dan penilaian kita) dan hal-hal yang tidak dapat kita kendalikan (seperti uang, ketenaran, dan apa yang dipikirkan orang lain). Poin utama ajarannya adalah bahwa orang menemukan kebahagiaan dengan sepenuhnya fokus pada hal-hal yang dapat kita kendalikan dan menerima dengan damai hal-hal yang tidak dapat kita ubah.

Modul Prof.Apollo halaman 12
Modul Prof.Apollo halaman 12

Ucapan terkenal dari Epictetus (50--135 M), "Bukan kejadiannya, tapi bagaimana kamu menanggapinya yang penting," dengan tepat menunjukkan inti ajaran Stoisisme, yaitu kemampuan mengendalikan diri dan ketenangan dari dalam diri. Pemikir ini menyampaikan bahwa kejadian di luar diri kita sebenarnya tidak punya kuasa untuk membuat kita menderita. Rasa sakit hati cuma muncul saat kita sendiri yang membiarkannya, biasanya karena kita memberikan penilaian buruk pada kejadian itu.

Lebih dari dua ribu tahun kemudian, ajaran Epictetus ini masih sangat penting dalam hidup zaman sekarang yang penuh tekanan, persaingan, dan hal-hal yang tidak pasti. Untuk mengatasi masalah tersebut, Epictetus mengajarkan pentingnya tiga hal yang bisa dilakukan: berpikir baik, tidak terlalu emosi saat ada masalah, dan yang terpenting, menjaga ketenangan batin kita apa pun keadaan di luar diri kita.

Modul Prof.Apollo halaman 13
Modul Prof.Apollo halaman 13

Ide utama Epictetus berfokus pada pemisahan yang jelas antara hal-hal yang dapat dan tidak dapat kita kendalikan. Ia mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati tidak bergantung pada hal-hal di luar diri kita, tetapi pada cara kita merespons dan menilai hal-hal tersebut. Epictetus membagi realitas menjadi dua bagian: hal-hal yang dapat kita kendalikan (seperti pikiran dan penilaian kita) dan hal-hal yang tidak dapat kita kendalikan (seperti uang, ketenaran, dan apa yang dipikirkan orang lain). Poin utama ajarannya adalah bahwa orang menemukan kebahagiaan dengan sepenuhnya fokus pada hal-hal yang dapat kita kendalikan dan menerima dengan damai hal-hal yang tidak dapat kita ubah.

Modul Prof.Apollo halaman 14
Modul Prof.Apollo halaman 14
Ide utama dalam filsafat Friedrich Nietzsche (1844--1900) adalah "The Will to Power" (Der Wille zur Macht), dan hal ini berarti lebih dari sekadar menginginkan kendali fisik atau politik; sebaliknya, ini adalah dorongan dasar kehidupan untuk tumbuh, menciptakan sesuatu, dan menyatakan bahwa Anda ada. Ide ini seperti energi positif yang mendorong makhluk hidup untuk mengatasi kelemahan, melampaui batas, dan menciptakan makna pribadi dalam dunia yang tidak memiliki tujuan inheren.

Modul Prof.Apollo halaman 15
Modul Prof.Apollo halaman 15

Ide Nietzsche tentang "Amor Fati" (mencintai apa yang terjadi) adalah cara terbaik untuk mengatakan "ya," melampaui sekadar menerima apa yang datang; ia mengajarkan kita untuk mencintai semua aspek kehidupan---bahkan masa-masa sulit dan sedih---sebagai hal yang indah dan penting, menjadikan cinta ini sebagai cinta terdalam terhadap kehidupan yang kita jalani. Ide ini diperkuat oleh hubungannya dengan pemikiran filsuf Democritus tentang atomos ("tidak dapat dibagi"), di mana Nietzsche mengatakan bahwa seperti atom, kehidupan harus dilihat sebagai satu kesatuan utuh, tidak boleh dibagi atau dipisahkan menjadi "bagian baik" dan "bagian buruk." Jadi, "Amor Fati" adalah tingkat pemikiran positif yang sangat tinggi yang menolak cara lama menilai benar dan salah, dan menegaskan bahwa semua bagian kehidupan, dengan segala naik turunnya, harus diterima sebagai satu realitas tunggal yang tidak dapat dipisahkan.

Modul Prof.Apollo halaman 16
Modul Prof.Apollo halaman 16

Ide-ide Nietzsche tentang "The Will to Power," "Ja Sagen," dan "Amor Fati" dapat sangat membantu saat menghadapi masa-masa sulit, seperti ketika seseorang tiba-tiba kehilangan pekerjaan. Alih-alih hanya merasa hancur, marah, atau menyalahkan nasib, menggunakan "Ja Sagen" dan "Amor Fati" membantu orang tersebut berkata, "Ini adalah bagian dari apa yang sedang saya alami. Aku akan menghargai peristiwa ini sama seperti aku menikmati kemenangan-kemenanganku.

Modul Prof.Apollo halaman 17
Modul Prof.Apollo halaman 17

William James (1842--1910), seorang Filsuf serta Psikolog asal Amerika, memperkenalkan sebuah "ledakan epistemologi" yang berbeda dari pandangan Stoik maupun Amor Fati yang diajukan oleh Nietzsche. Dasar dari teorinya merupakan ide revolusioner yang menyatakan bahwa keyakinan dapat mendahului bukti, serta bahwa kepercayaan memiliki potensi untuk menciptakan realitas. Sementara filosofi Stoik dan Nietzsche menitikberatkan pada kebijaksanaan dalam menghadapi kenyataan yang ada, James justru mendorong keberanian untuk membentuk realitas baru. Dengan demikian, hal yang mengejutkan dalam pemikiran James adalah fokusnya tidak pada penerimaan atau cinta terhadap takdir, melainkan pada kapasitas individu untuk merancang takdirnya sendiri lewat keyakinan.

Modul Prof.Apollo halaman 18
Modul Prof.Apollo halaman 18

Filosofi William James revolusioner: berlawanan dengan Stoikisme (penerimaan) dan Nietzsche (cinta nasib), James menegaskan "Nasib dapat diciptakan." Melalui prinsip "The Will to Believe," ia memotivasi kita untuk menjadi arsitek realitas. Baginya, keyakinan adalah tindakan kreatif yang membentuk kebenaran, bukan sekadar menunggu bukti. Intinya: kita menciptakan bukti yang kita jalani, alih-alih hanya mencari kepastian.

Modul Prof.Apollo halaman 19
Modul Prof.Apollo halaman 19

Filosofi William James berfokus pada kekuatan keyakinan tulus untuk merevisi dan membentuk realitas ("Menciptakan badaimu sendiri"), bukan sekadar menerima kesulitan (Stoa) atau mengaguminya (Nietzsche). James mengajarkan bahwa dengan meyakini makna bahkan saat menghadapi krisis, keyakinan internal tersebut akan secara aktif menciptakan makna baru di dunia luar. Pendekatan ini adalah pemikiran produktif yang mendalam, menekankan bahwa keajaiban dibentuk dari dalam diri, dan menuntut keberanian untuk memilih percaya sebelum ada bukti nyata.

Modul Prof.Apollo halaman 20
Modul Prof.Apollo halaman 20
Singkatnya, Stoikisme fokus pada mengatur diri di dalam realitas yang ada; Nietzsche fokus pada mengafirmasi secara total realitas yang ada; dan William James fokus pada menciptakan realitas yang belum ada melalui kekuatan keyakinan.

Modul Prof.Apollo halaman 21
Modul Prof.Apollo halaman 21

 James menekankan bahwa keyakinan adalah bagian integral dari perjalanan menuju perubahan atau kesembuhan, bukan sekadar hasil. Intinya: alih-alih menyerah atau mencintai kesulitan, James menantang kita untuk mengubah potensi menjadi realitas melalui keyakinan yang mendahului bukti. Ia merangkumnya sebagai: "Kamu tidak perlu menunggu kehidupan menjadi baik agar dapat percaya --- kamu perlu percaya terlebih dahulu, dan kehidupan barulah mulai menyajikan kebaikan." 

Modul Prof.Apollo halaman 22
Modul Prof.Apollo halaman 22

Ellis berpendapat bahwa kesalahan umum adalah menganggap A langsung menyebabkan C. Padahal, B (Kepercayaan/Pola Pikir) adalah penyebab utama C. Dengan mengubah Keyakinan (B), Dampak emosional (C) terhadap Peristiwa (A) yang sama akan ikut berubah.

Modul Prof.Apollo halaman 23
Modul Prof.Apollo halaman 23

Dengan demikian, Ellis mengajarkan bahwa berpikir secara rasional dan positif tidak berarti berbohong kepada diri sendiri, tetapi memperbaiki pola pikir yang salah agar lebih mencerminkan kenyataan. Inti dari terapi pemikiran positif yang kemudian menjadi fondasi bagi berbagai metode terapi modern seperti CBT (Terapi Perilaku Kognitif) adalah bahwa dengan merubah pikiran yang salah, seseorang dapat mengubah perasaannya, misalnya dari cemas menjadi tenang, atau dari marah menjadi bijaksana.

Modul Prof.Apollo halaman 24
Modul Prof.Apollo halaman 24

Dengan mempelajari cara berpikir rasional, kita dapat mengubah perasaan kita, dan sambil mengubah perasaan tersebut, kita pada gilirannya akan memengaruhi kehidupan kita. Ellis mengakhiri dengan pernyataan bahwa "Menjadi bahagia bukanlah mengenai menemukan dunia yang ideal, tapi mengenai belajar berpikir dengan cara yang lebih sehat tentang dunia yang penuh ketidaksempurnaan. "

Modul Prof.Apollo halaman 25
Modul Prof.Apollo halaman 25

Terakhir, Albert Ellis (Psikologi Modern/REBT) menyimpulkan bahwa pikiran logis membentuk perasaan, dengan pernyataan "Kamu sebagian besar menciptakan realitasmu sendiri. Pikiranmu adalah faktor yang memicu perasaanmu," yang menjadi landasan bagi terapi kognitif modern, mengajarkan cara berpikir yang logis, rasional, dan sehat secara emosional.

Modul Prof.Apollo halaman 26
Modul Prof.Apollo halaman 26

Evolusi pemikiran positif dapat ditelusuri melalui empat aliran filsafat yang penting. Stoisisme, yang dikemukakan oleh Epictetus dan Marcus Aurelius, memulai perjalanan ini dengan penekanan pada kontrol internal dan penerimaan terhadap kenyataan sebagai kunci untuk mencapai kebahagiaan. Proses evolusi ini berlanjut kepada Eksistensialisme melalui Nietzsche, yang memperluas gagasan tersebut dengan menegaskan pentingnya penerimaan aktif dan mencintai kehidupan (Amor Fati), termasuk dalam hal penderitaan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun