Kalau ke Pasar Lama Tangerang, tentu tak afdol jika belum mengunjungi Sungai Cisadane. Nah, hal menarik yang aku temukan saat ke sana ialah adanya Toa Pekong Air. Awalnya Toa Pekong Air yang dikenal dengan Tangga Jambang hanyalah tangga batu untuk melakukan kegiatan MCK di Sungai Cisadane. Namun lambat laun warga mulai meletakkan hiolo, buah, serta lilin untuk Toa Pekong di sana.
Di Sungai Cisadane ini juga perayaan Peh Cun atau tradisi masyarakat Tionghoa yang diperingati dengan sembahyang, mendayung perahu, dan melempar bakcang ke sungai.
Menurut Koko Ronald asal usul Peh Cun dimaksudkan untuk memperingati patriotisme seorang menteri yang bernama Qu Yuan yang dikenal jujur dan setia. Namun, ia diasingkan dan difitnah sebagai pejabat korup.Â
Perasaan sedih dan kecewa menghampirinya, sehingga Qu Yuan memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan terjun ke sungai.
Masyarakat yang menghormatinya merasa sedih atas kematiannya, mereka pun mencari melakukan berbagai upaya untuk mencari jenazah Qu Yuan, termasuk dengan melemparkan bakcang ke sungai supaya ikan-ikan tidak memakan jasadnya.Â
Mengakhiri walking tour, para peserta berkumpul di Museum Benteng Heritage. Kesan kuno dan unik menyelimuti bangunan serta barang-barang yang ada di dalamnya. Sayangnya saat ke sana, kita tidak diperbolehkan untuk memotret maupun merekam.
Sebagai gambaran, Museum Benteng Heritage terdiri dari dua lantai. Lantai pertama merupakan bagian pelataran yang mana di bagian tengahnya terdapat pintu melengkung yang terbuat dari kayu jati asli. Pemandu museum menjelaskan jika lantai museum ini terbuat dari tanah merah dengan ketebalan 12,5 cm.Â
Naik ke lantai dua, kita diperlihatkan dengan benda-benda bersejarah, seperti koleksi kecap, koleksi perangko, sempoa, uang kuno, pecahan keramik, Â gramafon, timbangan opium hingga buku-buku sastra orang Tionghoa.