Mohon tunggu...
Shang Antareja
Shang Antareja Mohon Tunggu... -

sedang mencari dan mengkaji jati diri serta senang membantu yang membutuhkan

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Belajar Hidup

23 Agustus 2014   19:04 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:46 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Oleh purwalodra

Pada saat menulis opini atau curahan hati ini, Bapak saya masih berada dalam ruang operasi, rumah sakit Mekarsari Bekasi, untuk menjalani bedah prostate dan hernia. Sejak hari minggu siang, 15 Maret 2009, bapak sudah masuk rumah sakit, karena dua hari ini nggak bisa kencing. Sampai di ruang UGD, air seni yang sudah terkumpul itu terpaksa dialirkan melalui selang, dan kondisi badan berangsur-angsur nyaman. Setelah dilakukan pemeriksaan secara intensif oleh beberapa dokter, Bapak disarankan untuk rawat inap dan bersiap-siap menjalani operasi prostate dan hernia.

Tidak seperti dua tahun lalu, ketika Bapak menjalani operasi Tumor yang menempel di belakang usus besarnya. Hari ini, suasana hati dari orang-orang disekitar saya terlihat tenang-tenang saja, tidak terlihat gambar kepanikan diwajah adik-adik dan Ibu saya. Mereka terdiam, bahkan sedikit-sedikit Ibu saya menceritakan perjalanan hidup masa lalu anak-anaknya, kepada Istri saya alias menantunya. Kadang muncul senda-gurau sesaat, yang bisa sedikit melupakan Bapak, yang sedang di bongkar isi perut bagian bawahnya.

Dua tahun lalu, suasananya tidak seperti sekarang, hampir semua anggota keluarga mengalami kondisi panik. Suasana itu disebabkan, selain tidak adanya biaya, juga informasi beberapa dokter yang menyatakan bahwa Tumor yang berada di perut Bapak saya, tergolong ganas. Bahkan kepanikan pun, masih tersisa jauh setelah operasi tumor dilaksanakan. Karena pesan dari dokter bedah saat itu, tumor ini akan tumbuh lagi dalam waktu yang tidak terlalu lama. Namun, saya mencoba sebisa mungkin merahasiakan penyakit yang di derita Bapak, selama dua tahun, saya hanya mengatakan kepada bapak bahwa Tumornya sudah habis dan nggak bakal tumbuh lagi, karena Tumor yang dikeluarkan kemaren tergolong sangat jinak. Mungkin karena keyakinan inilah, sampai dua tahun setelah operasi Tumor itu diangkat, 'makhluk' itu nggak nampak lagi dalam photo rontgent, sebelum operasi prostate dan hernia ini dijalaninya. Saya meyakini, seperti juga Bapak saya, bahwa keyakinan seseorang untuk sembuh dari semua penyakit, akan menjadi obat yang paling ampuh, efektif dan efisien.

Meskipun operasi pada saat ini pun minim banget's biaya, saya tetap yakin bisa menyelesaikan semua ongkos berobat Bapak. Tokh, Allah Swt, memper-kenankan saya hidup sesuai dengan kemampuan dan potensi saya. Kalau saja, saya tidak merasa memiliki apa yang ada di sekitar hidup saya, saya tidak akan merasa kehilangan, meski sebesar biji sawi sekalipun, dari diri saya. Ketika saya belajar meyakini bahwa semua yang ada di langit dan di bumi adalah milik Allah, maka masalah biaya rumah sakit dan tetek bengeknya, pada hakekatnya juga bukan milik saya, semuanya saya serahkan kepada-Nya, saya hanya bisa ikhtiar, untuk mendapatkan dana rumah sakit. Dengan meminjam, istilah The Secret-nya Rhonda Byrne (2008), The law of attraction, saya meyakinkan diri untuk menyusun paradigma hidup, yakni : sebabkan tiadanya kekurangan dan rasa sakit.

Dalam menghadapi realitas hidup, Allah Swt, buat saya adalah Dzat yang maha pengasih dan Maha penyayang. Allah meliputi segala sesuatu, termasuk penyakit, sehat, kaya dan kemiskinan. Allah memberi saya fikiran, yang bisa saya gunakan untuk melahirkan penyakit fisik maupun mental, atau saya gunakan untuk melahirkan kesehatan, kegembiraan dan kebahagiaan. Saya mempunyai hak untuk memilih hidup saya seperti apa yang saya inginkan. Nasehat, teman saya begini : Belajarlah menjadi orang tua, ketika saya muda. Belajarlah menjadi orang sakit, ketika saya sehat. Dan, belajarlah menjadi orang yang sudah mati, ketika saya hidup.

Belajarlah menjadi orang tua, ketika saya muda.

Sifat orang tua, selalu berusaha memenuhi kebutuhan fisik, mental dan spiritual kepada anak-anaknya. Apapun yang dituntut anak-anaknya, orang tua akan memenuhinya, dalam kondisi apapun. Orang tua selalu mengasihi dan melindungi anak-anaknya, memberikan pendidikan untuk bekal kemandiriannya, kelak. Ketika anak-anaknya beranjak dewasa dan mandiri, bukan berarti orang tua akan melepas tanggungjawabnya, sebagai Bapak atau sebagai Ibu. Meskipun, kebanyakan orang tua tidak lagi mempunyai kemampuan untuk memenuhinya, sementara keinginan mereka tetap ingin  memenuhi kebutuhan fisik, mental dan spiritual anak-anaknya..

Ketika saya menjalani hidup sebagai orang tua pada saat masih muda, maka pada saat saya berusia senja, tidak lagi merasa terkejut (pos power sindrome), karena saya sudah mengalaminya sejak uisa muda.

Belajarlah menjadi orang sakit, ketika saya sehat.

Sifat orang sakit tidak berdaya, secara fisik lemah, tidak jarang kekuatan mentalnya menurun. Semangat hidupnya redup, keceriaan dan kegembiraannya hilang. Tidak sedikit orang putus asa, gara-gara penyakit. Dengan demikian, hasil belajar yang bisa saya dapatkan dari menjadi orang sakit ketika sehat ini adalah kesabaran, kesungguhan mental, dan keteguhan hati dalam menjalani hidup yang penuh misteri ini. Jadi, pada saat saya menderita sakit beneran, nilai-nilai kesabaran, kesungguhan mental, dan keteguhan hati bisa mengentaskan saya, lebih cepat, sembuh dan sehat kembali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun