Artinya hanya dengan dua kondisi ini, Wakil Kepala Daerah diberi ruang pendelegasian tugas dan wewenang, selebihnya tidak bisa dilakukan.
Kembali muncul pertanyaan baru, apa pula yang dimaksud kepala daerah berhalangan tetap atau berhalangan sementara?. Kalau kita melihat penjelasan Pasal 78 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, tegas menyatakan,Â
bahwa yang dimaksud dengan Kepala Daerah tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap adalah menderita sakityang mengakibatkan fisik atau mental tidak berfungsi secara normal dengan dibuktikan dengan surat keterangan dokter yang berwenang dan/atau tidak diketahui keberadaannya.
Sementara untuk kepala daerah yang berhalangan sementara, jelas diatur melalui Pasal 66 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, mengatakan bahwa wakil kepala daerah mempunyai tugas melaksanakan tugas dan wewenang kepala daerah  apabila kepala daerah menjalani masa tahanan atau berhalangan sementara.
Dari uraian diatas, maka dapat disimpulkan, bahwa Kepala Daerah (gubernur, bupati, walikota) wajib menandantangi nota kesepakatan KUA dan PPAS setelah disepakati bersama antara DPRD dengan Pemerintah Daerah melalui rapat Paripurna DPRD.Â
Selanjutnya, Wakil Kepala Daerah (wakil gubernur, wakil bupati dan wakil wali kota) hanya bisa melaksanakan tugas dan wewenang kepala daerah, bila yang bersangkutan (baca: kepala daerah) berhalangan tetap atau berhalangan sementara. (*)