Mohon tunggu...
Shafira Mediana Putri
Shafira Mediana Putri Mohon Tunggu... Penikmat berita Politik dan Pemerintahan

Menulis adalah suatu cara untuk bicara.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Raja Ampat, Luka di Tubuh Surga

6 Juni 2025   21:00 Diperbarui: 7 Juni 2025   06:14 558
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Raja Ampat (Sumber : Instagram @pesona.indonesia)

Ada sebuah pepatah tua di tanah Papua"Tanah adalah mama, laut adalah bapa, dan hutan adalah tempat jiwa kembali."


Tapi bagaimana jika ibu diracun, ayah dikorbankan, dan jiwa tak lagi punya tempat untuk pulang?.

Saya menulis ini bukan dengan amarah, tapi dengan getir. Getir sebagai seorang anak bangsa yang menyaksikan betapa mudahnya kita menggadaikan sesuatu yang paling suci, hanya demi mengejar apa yang disebut sebagai "kemajuan". Raja Ampat, satu dari sedikit tempat di dunia di mana manusia, laut, dan langit masih menyatu dalam harmoni purba, kini dipertaruhkan dalam kalkulasi tambang dan ekspansi nikel logam yang katanya akan menyelamatkan masa depan. Tapi, masa depan siapa?

Di banyak negara, kehancuran ekologi datang pelan-pelan. Di Indonesia, ia datang sambil membawa bendera investasi dan ketukan palu sidang paripurna. Ia hadir dalam bentuk izin usaha tambang, jalan masuk proyek strategis nasional, atau bahkan konferensi yang berbicara tentang keberlanjutan. Dan kini, salah satu tempat paling suci dalam lanskap ekologis dunia Raja Ampat kembali menjadi panggung dari pertunjukan lama yang kita belum juga berhenti mainkan: mengejar masa depan dengan melupakan akar.

Saya ingin memulai dengan satu pertanyaan sederhana tapi mendalam: mengapa negara ini begitu rajin membangun, tapi begitu jarang merenung?

Raja Ampat bukan sekadar gugusan pulau. Ia adalah puisi biologis yang ditulis oleh waktu, dijaga oleh budaya, dan diwariskan oleh para leluhur dengan cara yang nyaris tak tercatat, namun tertanam dalam hidup sehari-hari masyarakat adat. Di sana, laut tidak disebut sumber daya laut disebut rumah. Tanah bukan “aset” ia disebut tubuh. Dan hutan bukan sumber kayu, melainkan perpanjangan jiwa yang harus dihormati dengan upacara dan pantangan.

Namun, sayangnya, logika pembangunan kita masih memakai lensa yang terlalu sempit. Dalam kerangka teori kebijakan publik, apa yang terjadi di Raja Ampat menunjukkan dominasi rational-comprehensive model sebuah pendekatan yang memutuskan kebijakan berdasarkan data ekonomi, efisiensi teknis, dan kalkulasi manfaat biaya yang sangat formal. Model ini sering melupakan dua hal penting: budaya dan memori kolektif.

Kita terlalu percaya pada angka dan diagram, lupa bahwa di banyak wilayah Indonesia, tanah bukan hanya hamparan fisik, tapi juga ruang spiritual dan sosial yang mengikat identitas komunal. Maka ketika tambang dibuka, yang terluka bukan cuma lingkungan, tapi juga memori, struktur sosial, dan bahasa diam yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Dalam perspektif Foucault, negara modern membentuk kekuasaan bukan hanya melalui hukum, tapi juga lewat “regimes of truth” narasi tentang apa yang dianggap benar, sah, dan masuk akal. Maka tak heran jika hari ini, tambang nikel bisa dibingkai sebagai bentuk partisipasi dalam penyelamatan bumi. Logika ini begitu kuat hingga menggusur logika lokal yang telah terbukti melestarikan ekosistem selama ratusan tahun.

Dengan kata lain, kita sedang menyaksikan kolonialisme baru yang memakai bahasa keberlanjutan. Ini bukan lagi kolonialisme senjata dan kapal, tapi kolonialisme narasi. “Green extractivism,” kata para pemikir Amerika Latin. Segala sesuatu yang bisa diekstrak, akan diekstrak asal dikemas dengan jargon hijau.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun