Saya lebih suka memilih bahan dari kayu karena lebih awet dan bisa digunakan untuk beragam jenis usia. Selain mainan import, saya juga banyak membeli mainan lokal berbahan kayu seperti balok susun hijaiyah, angka dan huruf.Â
Ada juga pohon hijaiyah, angka dan huruf yang bisa digunakan sebagai media pengenalan angka, huruf latin dan huruf hijaiyah sambul melatih motorik halusnya dengan memasukkan ke lubang kecil yang disediakan.
Mainan-mainan itu pun tidak mahal. Harganya cukup terjangkau dan manfaatnya luar biasa kalau kita bisa memanfaatkanya. Anak bukan hanya butuh mainan, tapi juga butuh kedekatan dengan orang tuanya.Â
Membersamai mereka bermain bukan hanya mengarahkan bagaimana bermain yang benar, tapi juga memberikan kesan pada mereka kalau mereka diperhatikan. Perhatian orang tua sangat berarti untuk anak dalam membangun kepercayaan dirinya.
Berbeda dengan kami yang hidup di kompleks perumahaan di daerah perkotaan, mainan edukasi di kampung tentu terlihat berbeda. Mainan mereka jarang berasal dari sesuatu yang dibeli. Anaka-anak yang hidup di kampung lebih banyak  bermain menggunakan benda yang bisa digunakan untuk bermain bersama, membuatnya mudah dan seru. Biasanya mereka memiliki musim mainan kegemaran.Â
Saat angin besar, layang-layang menjadi idola untuk dimainkan. Hampir semua memainkan layang-layang yang sangat dipengaruhi oleh angin yang bisa menerbangkan kertas layang-layang mereka. Saat angin tidak besar, banyak permainan lain seperti gasing dan petasan bambu yang mereka mainkan bersama-sama.
Gasing dari kayu yang mereka beli atau dibuatkan oleh orang tuanya yang tukang kayu biasanya mereka gunakan untuk bertanding Dengan menghantamkan gasing-gasing mereka dan siapa yang gasingnya berhenti terlebih dahulu, dia lah yang kalah. Permainan yang melatih sportifitas dan kejelian dalam memainkan gasing ini membuat  pertemanan mereka semakin erat.
Selain gasing, biasanya anak-anak laki-laki lebih membuat petasan dari bambu atau dalam bahasa jawa sering disebut dengan mercon bumbung. Permainan anak-anak itu ditemui juga di Lombok. Mereka menggunakan bambu panjang yang dibagian tengahnya harus dilubangi yang bisa berbunyi saat dimasuki segulung kertas kecil yang kemudian didorong oleh kayu panjang dari dalam lubang bambu panjang itu.