Mohon tunggu...
Shafa Salsabila
Shafa Salsabila Mohon Tunggu... Freelancer - -

A mere student that happened to enjoy writing and reading.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Review Buku "Dari Privat ke Publik (Kehidupan Seksual di Jawa Awal Abad ke-20)"

18 Desember 2020   00:52 Diperbarui: 1 Januari 2021   04:28 743
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Judul: Dari Privat ke Publik (Kehidupan Seksual di Jawa Awal Abad ke-20)

Penulis: Gayung Kasuma

Penerbit: Kendi

Tahun Terbit: 2020

Cetakan: Pertama

Jumlah Halaman: xxvi+ 163 halaman

Harga Buku: Rp. 65,000

Pembicaraan mengenai kehidupan seksual sering kali dihindari oleh masyarakat. Topik-topik yang berhubungan dengannya pun dianggap tabu, tak boleh dibicarakan, bahkan terdapat kemungkinan bahwa siapa pun yang mengangkatnya dalam suatu pembicaraan akan diberi stigma buruk. Komersialisasi-komersialisasi yang berhubungan dengan kegiataan seksual pun kini tidak lagi terlihat. 

Seks seolah-olah merupakan hal yang sangat privat, dan tidak boleh dibawa ke dalam ranah publik. Reputasi seseorang dapat luruh, meski hanya sekadar menyenggol sedikit tentang hal yang diasumsikan tabu ini.

Bila kehidupan seksual seseorang diketahui oleh publk, masyarakat terkadang tak akan segan untuk menghadiahi mereka dengan pelbagai macam hujatan yang dapat merusak karir orang tersebut, Sekali foto, video, atau berita bertema seksual milik figur publik atau bahkan orang biasa terpampang di media, maka "skandal" itu akan membayanginya hingga akhir hayat. 

Perbuatan-perbuatan baik yang pernah dilakukannya akan terhapus begitu saja dengan eksistensi berita yang terkadang tidak dapat dibuktikan benar atau tidaknya. Ini dapat menjadi indikasi betapa sakral dan privatnya kehidupan seksual manusia di dalam masyarakat, bahkan ketika mereka tidak pernah memiliki tujuan untuk mempublikasikan hal tersebut.

Apakah pembicaraan mengenai kehidupan seksual memanglah tabu sejak dulu? Dalam buku Dari Privat ke Publik (Kehidupan Seksual di Jawa Awal Abad ke-20), kehidupan seksual masyarakat Jawa dikupas habis. 

Tidak hanya masyarakat kecil, bahkan Gayung Kasuma, penulis dari buku ini, berusaha pula untuk menggapai elit-elit yang duduk dalam kursi tertinggi piramida sosial. 

Etnis-etnis yang hidup di lingkungan Jawa pun tidak luput dari kajian.  Buku ini terdiri dari beberapa bagian, dengan daftar istilah, pengantar penerbit dan penulis, pendahuluan, empat bab utama, kesimpulan, daftar pustaka, dan lampiran berupa foto-foto di akhir buku.

Pada awal buku, Gayung memaparkan data-data tentang komposisi penduduk dan keadaan di Jawa pada awal abad ke-20. Dilanjutkan dengan munculnya kebijakan ekonomi liberal yang berhasil mendorong orang-orang Jawa, baik elit maupun rakyat biasa, untuk membentuk mentalitas baru yang cenderung terbuka dan mengikuti gaya Barat. 

Pemikiran-pemikiran tradisional dianggap konservatif dan kuno sehingga lebih baik bila ditinggalkan saja. Daripada segera bercerita tentang kehidupan seksual di Jawa, bab pertama pada awalnya bercerita tentang alasan-alasan yang mendesak merebaknya aktivitas seksual di pulau yang saat itu juga menjadi pusat industrialisasi.

Faktor-faktor ini terbagi dalam sub-bab yang menjabarkan mereka secara cukup terperinci. Pada dua sub-bab terakhir, barulah kita akan diberi penjelasan mengenai hubungan faktor-faktor ini dengan kehidupan seksual di Jawa.

Adanya industrialisasi dan pembangunan rel-rel kereta api memunculkan sebuah kelompok baru di pinggiran kota, yang mana mereka diisi oleh orang-orang pekerja bawahan dan kebanyakan dari mereka kekurangan uang maupun hiburan.

Di dekat rel-rel ini kemudian dibangun rumah-rumah bordil yang menjual seks sebagai jasa. Tempat-tempat ini menyediakan wanita-wanita penghibur untuk memuaskan hasrat seksual para pekerja. 

Alasan mengapa mereka turut datang ke tempat ini pun dijelaskan, seperti karena terpisah dari istri yang ada di tempat asal. Sedangkan alasan mengapa para pekerja bersedia menjual tubuhnya, antara lain adalah karena minimnya upah yang didapat dari pekerjaan semula mereka, terutama untuk perempuan. 

Meskipun didominasi oleh orang-orang asli Indonesia yang beberapa di antaranya juga merupakan pendatang dari tempat lain yang datang untuk mencari pekerjaan, tetapi rumah-rumah bordil yang menyediakan perempuan-perempuan etnis lain seperti Cina maupun Eropa pun tidak dapat disangkal keberadaannya. 

Bahkan, dijelaskan pula bahwa ada beberapa jenis rumah bordil. Komersialisasi seks tidak hanya ada dalam tempat-tempat ini, tapi juga dalam bentuk titel seperti nyai atau gundik. 

Karena tidak diperbolehkan untuk membawa istri atau kekasih ketika bekerja di Hindia Belanda, maka kebanyakan dari orang-orang Belanda akan menikahi perempuan lokal ketimbang harus mengunjungi rumah bordil untuk mendapatkan kebutuhan biologisnya.

Sebelum membahas komersialisasi seks seperti pada paragraf sebelumnya, buku ini memaparkan lebih dulu tentang pandangan orang-orang Jawa pada kegiatan seksual, baik dalam golongan elit priyayi, rakyat biasa, maupun seni. 

Masalah-masalah dan kisah-kisah berunsur seksual diceritakan dalam beberapa serat, seperti Serat Centhini, atau primbon yang menghubungkannya dengan pengobatan tradisional. 

Ada pula pandangan orang-orang akan kehidupan seksual yang "baru" ini pun beragam, dimulai dari yang tidak menerima hingga beberapa yang mau tak mau menerima hal ini sebagai bagian dari aktivitas masyarakat kala itu. 

Baik masyarakat maupun pemerintah memiliki pandangannya sendiri. Pemerintah kolonial pun mengeluarkan beberapa peraturan mengenai prostitusi, dan masyarakat setempat memiliki adat serta hukuman bagi mereka yang dianggap melanggar norma dan etika.

Namun, kendati demikian, iklan-iklan berbau seksual masih tayang. Dalam buku ini, juga dilampirkan foto-foto komersialisasi yang berada di koran-koran publik seperti Tjahaja - Timoer, Pemberita Betawi, Harian Umum, atau yang lainnya. 

Maraknya perilaku seksual ini mendatangkan berbagai penyakit kelamin, salah satunya adalah raja singa. Adanya rumah-rumah bordil juga meningkatkan naiknya angka aborsi dan kematian perempuan karena praktik aborsi yang tidak dilakukan oleh ahli, sehingga merenggut nyawa. 

Karenanya, praktik aborsi pun dinyatakan ilegal pada zaman kolonial Belanda. Alasan di balik mengapa para perempuan rela melakukan aborsi beragam, seperti karena motif ekonomi, takut kehilangan pekerjaan, dan juga sosial-budaya, takut akan diberi sanksi sosial oleh masyarakat.

Bab kesimpulan saya rasa telah merangkum seluruh isi buku dengan baik dan ringkas. Banyak yang kelebihan yang dimiliki oleh buku ini, selain topiknya yang menarik, juga cara penulisannya yang tidak membuat jenuh pembaca, dan paragraf yang tidak menumpuk sehingga mudah untuk dibaca. 

Daftar istilah di bagian depan memudahkan pembaca untuk memahami buku ini. Lampiran-lampiran berupa foto yang ada di bagian belakang pun rasanya menambah informasi bagi para pembacanya. 

Membaca buku ini membuat saya melihat perbedaan dan persamaan yang hadir pada pandangan masyarakat mengenai kehidupan seksual, dan bagaimana satu pengaruh dapat menggeser pengaruh lainnya.

Kekurangan dari buku ini mungkin ada pada beberapa salah ketik yang tidak terlalu kentara, juga tabel data yang terlihat kecil tampilan angka-angkanya. Namun, selain itu, saya rasa sudah tidak ada lagi kekurangan. 

Buku ini sudah sepantasnya dibaca oleh orang-orang yang tertarik untuk meneliti atau mengkaji kehidupan sosial-budaya masyarakat Jawa di abad ke-20, karena menyajikan banyak informasi baru dan menarik sekitaran topik yang dibahas oleh penulis. 

Melalui buku ini, saya pribadi mendapatkan banyak perspektif baru mengenai kehidupan masyarakat Jawa, terutama mereka yang berada di pinggiran kota.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun