Mohon tunggu...
Shabrina Ws
Shabrina Ws Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Menyukai pagi dan puisi. Novel yang sudah terbit diantaranya: Always Be in Your Heart, Betang, Lesus, Ping, Pelari Cilik, Rahasia Pelangi, Karena Hidup Hanyalah Sebuah Persinggahan, Sauh, dan Kisah dari Padang Rumput.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

BOA* [Femina No 36]

28 September 2015   14:46 Diperbarui: 28 September 2015   14:49 447
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

“Pergilah. Kalau itu maumu.”
Jen masuk ke dalam taksi seiring kalimat yang menggema di telinganya, entah yang ke berapa ratus kali. Dia menoleh ke halaman, menunggu seseorang mengejarnya. Menatap pintu rumah yang tadi dirapatkan, dan tidak ada tanda-tanda akan terbuka dari dalam.

Pada akhirnya, aku benar-benar pergi. Kata Jen dalam hati. Sebelas jam dari percakapan pendek di meja makan semalam.

Boa pulang jam satu dini hari, mengejutkan Jen yang tertidur di atas tumpukan buku bersama laptop menyala di sampingnya. Dua kali dua puluh empat jam ponselnya tak bisa menghubungi Boa. Itu bukan untuk yang pertama kalinya, dan Boa sama sekali tak mau memberi penjelasan apapun.

“Kau benar-benar berubah Boa!” Jen meledak.
“Kau yang berubah, Jen!”

Seperti ada yang menghantam dada Jen. Boa menyahut dengan nada yang lebih tinggi. Tumpukan buku di meja sampai merosot bersama gebrakan tangan Boa di atas meja.

Lalu hening. Mereka sama-sama tak bicara. Jen merapatkan gigi-giginya. Tenggorokannya sakit, sekuat tenaga menahan agar tak ada setetes air matapun yang jatuh. Jen masih berharap Boa minta maaf, memberi penjelasan kalau dia tak sengaja, sedang emosi, atau apapun, lalu merentangkan tangan dan membawa kepala Jen ke pelukannya. Seperti dulu, setiap kali mereka berselisih paham.

Dulu? Ah, rasanya itu sudah lama sekali. Jen bahkan tak bisa mengingat kapan hubungan mereka mulai renggang. Kapan Boa berubah memanggil namanya; “Jen”, dari panggilan Dear, Doben, Amor, Love, sebagaimana orang-orang Timor memanggil kekasihnya.

Dan semua itu membulatkan keputusan Jen, yang telah berkali-kali disampaikan pada Boa, bahwa lebih baik dia pergi. Mereka berpisah, daripada bersama tapi saling menyakiti. Lalu, sama sekali di luar dugaan Jen, kalau pada akhirnya Boa memberi izin. Melepaskan Jen.

“Pergilah. Kalau itu maumu.”

Ketika mereka sama-sama berdiri dan meninggalkan meja makan, Jen tahu apa yang harus dilakukan. Dia mulai mengemasi barang-barangnya. Memasukkan ke kardus-kardus dan menulis alamat. Jen akan mengirim barang-barangnya lewat correios, agar tak terlalu banyak bawaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun