Berkaca pada sejarah, Soeharto menggagas program sejak 1968 yang terkenal dengan Bimas, (bimbingan massal) panca tani yakni penggunaan bibit unggul dalam pertanian, pemupukan, melakukan pengendalian hama serta penyakit, irigasi, perbaikan bercocok tanam, selain itu terdapat pula Intensifikasi Massal (Inmas) dan Intensifikasi Khusus (Insus). Swasembada pangan pun baru terjadi pada tahun 1984 dan pada tahun 1985 Indonesia tercatat mengekspor 1,5 Juta ton beras produksinya. Butuh waktu 16 tahun untuk mencapai swasembada pangan, dengan penguatan program bidang pertanian masuk dalam repelita I sampai Repelita V.
Sejalan dengan hal tersebut, strategi komprehensif dari sisi perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program untuk mensukseskan butir astacita tersebut harus didukung semua pihak. Hulunya adalah pertanian dan hilirnya adalah pangan yang tersedia tanpa lagi import. Pangan yang diolah menjadi makan bergizi menjangkau seluruh lapisan masyakat.
Menteri selaku pembantu presiden tidak lagi blunder dengan kebijakan yang dikeluarkannya. Seperti belum lama ini, dengan membatasi gas subsidi hanya dijual diagen, tidak lagi dipengecer. Padahal, pemerataan dengan berbagi keuntungan secara wajar dari agen ke pengecer akan membantu menggerakan UMKM. Â Salah satu penguatan sektor UMKM yakni ketersediaan dan kemudahaan mendapatkan gas untuk memasak, sehingga pengusaha kuliner kaki lima mudah menjalankan usahanya.
Eksekusi Program Pemerintah di iringi Penguatan SDM teknis dan infrastruktur pendukung APBN
Kembali kepada konteks pengelolaan anggaran, langkah efisiensi dan realokasi belanja negara yang dilakukan pemerintah sampai saat ini belum terasa efek dominonya. Per maret 2025, dari rencana total anggaran BGN 171 Triliun baru terserap 710 Miliar (0,42%). Untuk menggerakan Ekonomi, seperti dikatakan Sri Mulyani bahwa MBG akan menggerakan ekonomi UMKM dan menyumbangkan 0,7% PDB bagi negara (kompas, 11 Februari 2025), Eksekusi program tersebut mendesak harus segera dilakukan. Kebijakan tidak akan berjalan bila tidak didukung tim teknis yang paham dan cakap merealisasikan anggaran belanja negara sesuai dengan ketentuan.
Penerapan aplikasi terintegrasi SAKTI (Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi) dulu SAS, diharapkan dapat terintegrasi dengan sistem pengadaan barang (e-katalog, purchasing, coretax dan aplikasi lainnya) termasuk dalam proses pemeriksaan (audit) yang transparan dan akuntabel. Sebagai karyawan yang bergerak pada tataran teknis, pola penganggaran dan realisasi belanja negara saat ini semakin rigid dan bergantung pada teknologi, hal ini semakin baik untuk kontrol dan meminimalisir penyimpangan, akan tetapi kompleksitas mekanisme perencanaan dan pencairan anggaran tersebut, perlu didukung oleh SDM yang berkualitas, inovatif, dan paham aplikasi buatan pemerintah tersebut. Selain itu, penguatan infrastruktur penunjang aplikasi tersebut harus terus dilakukan, sehingga tidak menghambat proses kerjanya seperti lambatnya server merespon, crash dan bug saat digunakan.
Dengan Eksekusi anggaran yang cepat dan tepat disejumlah Kementerian/Lembaga terutama pada Badan Gizi Nasional maka setiap satu rupiah yang negara belanjakan bisa menggerakan ekonomi masyarakat, anak - anak merasakan manfaatnya dan mensejejahterakan rakyat Indonesia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI