Mohon tunggu...
Shabirin Arga
Shabirin Arga Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis, Pengamat Sosial dan Politik

Penulis Muda

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Para Intelektual Oposisi Baru Bagi Penguasa

16 Mei 2020   16:53 Diperbarui: 17 Mei 2020   14:58 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Shabirin Arga
(Pengamat Sosial dan Politik, Direktur Media dan literasi Prodewa)

Pertarungan oposisi dan penguasa di masa pemilu menjadi tontonan di ruang publik, kritik konstruktif dan selalu dilontarkan kepada pemerintah oleh oposisi sebagai bentuk kontroling dan pengawasan dalam Sistem presidensial atau disebut juga dengan sistem kongresional.

Namun situasi dan peta politik jadi berubah pasca pemilu, harimau mengaum  telah mencari makan dikandang musuhnya, taring sudah setajam ketika berada dalam kandang lawan. 

Suara penderitaan tak lagi bergema dibalik bangunan anggota dewan, para politisi telah bungkam karena pilihan koalisi dengan pemilik kekuasaan. Sehingga DPR sebagai lembaga legislatif tidak menjalankan fungsi kontroling dan apirasi rakyat. 

Sebut saja misalnya seperti, Partai Gerindra melalui Prabowo Subianto, mendadak bersafari ke parpol pendukung pemerintahah yang telah dianggap sebagai leader oposisi, Demokrat yang ikut masuk ke koalisi dan PAN yang tadinya begitu besar gaungnya ketika diluar pemerintah.

Dalam sistem presidensalisme seharusnya parlemen lahir sebagai checks and balances system, di mana masing-masing kekuasaan saling mengawasi dan mengontrol. 

Checks and balances system merupakan suatu mekanisme yang menjadi tolok ukur kemapanan konsep negara hukum dalam rangka mewujudkan demokrasi. Itulah yang harus dilakukan oleh DPR terhadap pemerintah, terlepas siapapun partai penguasanya, karena dewan perwakilan rakyat merupakan suara rakyat dan bekerja untuk menampung aspirasi rakyat.

Faktanya pemerintah kini kian liar dalam mengambil kebijakan. Kebijakan yang sama sekali tidak memihak kepentingan rakyat, mulai dari omnibus law, undang-undang minerba, penerapan PSBB, perpu covid-19, kenaikan BPJS, dan seterusnya. 

Pada kesempatan yang sama, DPR cenderung sejalan seirama dengan keputusan atau kebijakan pemerintah. Jika diamati belum terdengar suara perjuangan rakyat dari kursi perlamen terlebih dari partai-partai koalisi penguasa, seperti Nasdem, PKB, PPP, Golkar, dan seterusnya. 

Lantas pertanyaannya adalah Dewan Perwakilan Rakyat bekerja untuk siapa? Untuk keperntingan rakyat atau kepentingan partai politik dan penguasa?

Padahal DPR dan pemerintah adalah dua entitas yang berbeda. Jika bergabungnya partai-partai politik dengan pemeritahan dan tidak dalam ranah eksekutif, hal itu masih sah-sah saja dan bisa diterima sepanjang tidak berdampak pada mandulnya sikap kritis DPR dan memahami betul peran badan legislatif dalam presidensialisme.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun