Hampir dua pekan lalu, tepatnya 16 Agustus 2025, saya berkesempatan mengikuti "Gowes Situs" alias GESIT yang dihelat rutin per bulan oleh Museum Pleret.
Kegiatan ini merupakan jelajah situs-situs di Kawasan Cagar Budaya Kerta dan Plered yang merupakan bekas ibu kota Mataram Islam setelah Kotagede.
Kawasan tersebut saat ini secara administratif berada di Kapanewon Pleret, Kabupaten Bantul.
Situs Kerta dan Penemuan Umpak Raksasa-nya
Dengan dresscode bernuansa merah-putih karena sekaligus memeriahkan HUT RI 80 tahun, kami mengawali penjelajahan ke Situs Kerta.
Sebuah situs yang mengandung peninggalan arkeologis Mataram Islam di masa pemerintahan Sultan Agung (1613-1646).
Di area situs terdapat umpak yang sejauh penemuan di Kawasan Cagar Budaya (KCB) Kerta-Plered merupakan yang terbesar.
Umpak merupakan bagian bawah dari saka atau tiang kayu yang berfungsi untuk menyangga bangunan.
Bisa dibayangkan dari ukuran umpak yang ditemukan, seberapa besar saka dan bangunan yang dulu merupakan bagian Keraton Kerta tersebut.
Saat penemuan, hanya terdapat tiga umpak. Kini, dua umpak berada di Situs Kerta dan satu lagi digunakan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX untuk tiang penyangga di Masjid Soko Tunggal yang dekat dengan objek wisata Tamansari.
Dari Fondasi Benteng Hingga Pabrik Gula Kedaton-Plered
Berpindah ke situs selanjutnya ialah sisa fondasi benteng baluwarti (benteng terluar) sisi timur dari Kedaton Plered.
Dalam sebuah catatan, disebutkan bahwa benteng tersebut tingginya 5-6 meter dengan ketebalan 2,8 meter.
Pada masa Perang Jawa, area bekas kedaton masih memiliki benteng tinggi itu, sehingga sempat digunakan sebagai benteng pertahanan pasukan Diponegoro saat diserang oleh tentara Hindia-Belanda, 9 Juni 1826.
Sekitar tahun 1891, komponen sisa benteng dan bagian istana Kedaton Plered diambil dan dimanfaatkan sebagai bahan material pembangunan Pabrik Gula Kedaton-Plered.
Sedangkan bekas jalur benteng diperkirakan sempat digunakan untuk landasan jalur rel kereta lori dari kebun-kebun tebu menuju pabrik gula.
Sayangnya, keberadaan pabriknya tak bersisa sama sekali, dan menjelma sebuah lapangan.
Antakapura, Kesyahduan Makam Seorang Ratu
Melewati jalanan yang di kanan-kirinya area persawahan, eksplorasi kami berlanjut ke Antakapura yang berada di atas Gunung Kelir dengan ketinggian 99 mdpl.
Sepeda tidak bisa atau lebih tepatnya tidak boleh dibawa sampai atas. Untuk menuju ke sana, kami harus melewati puluhan anak tangga.
Tempat tersebut merupakan kompleks pemakaman, di dalamnya terdapat makam Ratu Mas Malang, salah satu selir dari Sunan Amangkurat I yang konon merupakan kesayangan beliau.
Selain mendapati nisan Ratu Mas Malang, kami juga menjumpai 22 nisan lainnya yang terbagi dalam tiga lokasi.
Kompleks itu dikenal juga sebagai Situs Makam Ratu Malang, mulai dibangun tahun 1665 dan selesai pada 11 Juni 1668.
Nama Antakapura diberikan oleh Sunan Amangkurat I sendiri, yang memiliki makna istana kematian atau istana tempat menguburkan jenazah.
Di sebelah timur-laut kompleks makam terdapat area Sendang Moyo yang juga kami kunjungi.
Berada di bawah pohon raksasa, sendang tersebut merupakan kolam berukuran 3,5 x 5 meter yang berfungsi untuk menampung air hujan.
Konon, cerita lain menyebutkan bahwa lubang kolam itu sebagai liang lahat yang urung digunakan karena justru muncul sumber mata air.
Situs Kedaton Plered sebagai Titik Pemungkas
Sinar mentari yang kian terik membawa kami pada lokasi pemungkas, ialah sisa struktur bangunan yang diperkirakan sebagai Bangsal Srimanganti dari Kedaton Plered.
Dari tadi sudah menyebutkan Plered, tetapi saya belum menjelaskannya. Jadi, Plered ini merupakan ibu kota Mataram Islam setelah berada di Kerta, yaitu ketika masa pemerintahan Sunan Amangkurat I (1647-1677).
Sebagai pusat pemerintahan, Plered dibangun dengan komponen lengkap yang meliputi istana, pasar, alun-alun, masjid, jaringan jalan, benteng serta pintu gerbang, dan sebagainya. Area yang sekarang digunakan sebagai Museum Pleret dulunya juga merupakan bagian dari ibu kota ketiga Mataram Islam tersebut.
Peninggalan yang masih bisa dijumpai dengan bentuk utuh ialah Sumur Gumuling, berada di halaman museum.
Gowes situs bersama Museum Pleret sungguh seru dan menyenangkan. Selain mengunjungi berbagai situs peninggalan Keraton Kerta dan Kedaton Plered, pun bisa menikmati pemandangan pedesaan yang menyegarkan mata.
Kalau tak punya sepeda gimana? Jangan khawatir, sepedanya sudah disediakan dan gratis pula, teman-teman tinggal bawa diri saja menuju museum. Hehehe.
Buat yang penasaran dan pengin mengikuti program GESIT juga, segera follow Instagram serta Threads @museumpleret.
Segala rupa kegiatan seru--tak hanya gowes situs, akan diinfokan di akun tersebut.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI