Mohon tunggu...
Safira Ruhama
Safira Ruhama Mohon Tunggu... Lainnya - Aku Bukan Siapa-siapa, hanya musafir yang mencari RidhoNya

"Berbungalah dimanapun kamu ditanam"

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jangan Radikalkan Islamku!

8 Juli 2020   15:47 Diperbarui: 8 Juli 2020   15:40 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
azzayahia9 on Pinterest

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini turut memiliki andil besar dalam tersebarnya paham radikal yang menyerang generasi penerus bangsa Indonesia. Sehingga penyebaran pemahaman ekslusif-ekstrimis seperti itu tidak lagi hanya dapat disebarluaskan melalui pertemuan atau percakapan secara langsung, melainkan juga dapat menjalar secara masif melalui jejaring internet. Isu radikalisme, yang dalam beberapa kasusnya berujung pada aksi terorisme, memang menjadi guncangan hebat yang menerpa Indonesia. 

Permasalahannya Isu radikalisme mayoritas memang memiliki kaitan dengan konsep agama. Itulah mengapa persoalan radikalisme sering disebut sebagai radikalisme keberagamaan. Artinya, kenyataan tersebut akan berkaitan erat dengan bagaimana seseorang menafsirkan agamanya sesuai dengan pola pikir mereka. Dan ketika arusnya sudah ekstream maka  tentunya ini sangat bertentangan dengan penjelasan al-Quran (al-Hujarat: 13)  yang menyatakankan bahwasanya seluruh bangsa adalah kawan, seluruh manusia adalah sahabat, dan tujuan yang paling akhir adalah perdamaian. Meskipun realitanya, hingga hari ini Islam sering disebut sebagai agama kekerasan dan anti kemajemukan. 

Mari kita simak! nyatanya...

Apa yang di maksud dengan pendidikan agama? 

pendidikan agama adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian, dan keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran agamanya, yang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran/kuliah pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.


Sementara itu pendidikan keagamaan adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan tentang ajaran agama dan/atau menjadi ahli ilmu agama dan mengamalkan ajaran agamanya.Gambaran pendidikan Islam yang kaya ini kemudian termanifestasi ke dalam materi pembelajaran yang wajib ada di setiap jenjang pendidikan di Indonesia, mulai dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Dengan mencermati hal ini maka secara teoritis pendidikan Islam memang memiliki peran yang sangat strategis dalam menanamkan berbagai nilai kehidupan yang religius serta humanis kepada peserta didik.


Sedangkan, kajian mengenai pendidikan Islam setidaknya memiliki dua ruang lingkup yang saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan.
-Pertama, pendidikan Islam merupakan pendidikan yang dikandung dan dikembangkan dari ajaran dan nilai-nilai fundamental yang terkandung dalam dua sumber fundamental ajaran Islam, Alquran dan Sunah. Karenanya, pendidikan Islam dapat berupa pemikiran atau teori pendidikan yang mendasarkan dirinya pada atau dikembangkan dari sumber-sumber fundamental ini.
-Kedua, Pendidikan Islam adalah upaya untuk mengajarkan dan mempraktekkan prinsip-prinsip dan nilai-nilai Islam yang selanjutnya akan menjadi bagian dari sikap dan perilaku seseorang (Sukarji dan Umiarso. 2014. Manajemen dalam Pendidikan Islam: Konstruksi Teoritis-Filosofis dalam Menemukan Kebermaknaan Pengelolaan Pendidikan Islam. Mitra Wacana Media. pp. 6.)

Lalu bagaimana solusi meminimalisir radikalisme?


Salah satu hal yang dapat diupayakan yaitu dengan memberikan pemahaman keagamaan Islam yang inklusif dan moderat (dalam istilah lain disebut juga Islam wasatiyah) sebagai suatu antitesis dari radikalisme. Implementasi pendidikan Islam moderat atau wasatiyah ini dinilai mampu meminimalisir penyebaran paham radikalisme keberagamaan, yang lebih sering dipicu dari pemaknaan teks-teks mengenai jihad dalam Alquran. Padahal jihad itu sendiri apabila dimaknai secara lebih mendalam akan mengarah kepada bagaimana seorang muslim seharusnya memaksimalkan peran dan posisinya di dunia ini.

Jihad bukan hanya perang mengangkat senjata dengan mengatasnamakan agama, melainkan juga menuntut ilmu, bekerja keras menafkahi keluarga, bersikap toleransi dan inklusif, serta wujud kesungguhan lainnya dalam mencari keridhoan Allah. Oleh sebab itu pendidikan Islam yang moderat ini menjadi sebuah solusi preventif yang diproyeksikan akan mampu memberikan jawaban atas semua permasalahan radikalisme ini.

Dalam bahasa Arab sendiri moderasi diartikan al-Wasathiyyah. Secara bahasa berasal dari kata wasath. Al-Ashfahani (Mufradat al-Fadz al-Quran, 2009) mendefinisikan wasath dengan sawaun, yaitu tengah-tengah di antara dua batas, atau dengan keadilan, atau yang standar, atau yang biasa-biasa saja. Wasathan juga bermakna menjaga dari bersikap tanpa kompromi bahkan meninggalkan garis kebenaran agama. Sedangkan makna yang sama juga ditemukan dalam Mujam al-Wasith yaitu adulan dan khiyaron sederhana dan terpilih. (Syauqi Dhoif, al-Mujam al-Wasith, 1972).


Meskipun diakui terdapat beberapa kelompok Islam yang tidak setuju dengan konsep moderasi ini, karena dianggap menjual agama kepada pihak lain (Masykuri Abdillah, Meneguhkan Moderasi Agama, 2015). Munculnya pemahaman Islam moderat semata demi langgengnya cengkeraman kapitalisme-liberalisme di negeri ini. Moderasi agama tidak lain merupakan upaya sekularisasi kehidupan kaum muslimin. Mereka dibentuk menjadi kaki tangan Barat yang akan menyebarkan paham Barat ke tengah umat Islam yang lain.

Sekarang ini, ketika umat Islam melakukan aktivitas seperti pacaran, minuman keras, zina, dan lainnya merupakan hal biasa yang tidak perlu dikhawatirkan. Namun ketika umat Islam yang lain menjalankan aktivitas sesuai dengan aturan agama ataupun mendakwahkannya malah dikatakan radikal dan melawan kebebasa manusia. Dengan demikian wajar berprasangka, bahwa upaya moderasi agama tidak lain adalah upaya yang dilakukan untuk menghadang dakwah Islam dan kebangkitan kaum muslimin. (Helda Apriliyanti, Mewaspadai Moderasi Agama dari Kampus Islam, 2019).

Akan tetapi Wahbah Zuhaili mengatakan, bahwa moderasi di zaman kita yaitu keseimbangan dalam keyakinan, sikap perilaku, tatanan, muamalah dan moralitas. Dengan demikian, Islam adalah agama yang moderat, tidak berlebihan dalam segala perkara, tidak berlebihan dalam agama, tidak ekstrim terhadap keyakinan, tidak angkuh dan tidak lemah lembut. (Wahbah Zuhaili, Al-Washatiyyah Mathlabun Syariyyun, tt). Adapun istilah moderasi penurut Khaled Abou El Fadl dalam The Great Theft adalah paham yang mengambil jalan tengah, yaitu paham yang tidak ekstrem kanan dan tidak pula ekstrem kiri (Zuhairil Misrawi, Pandangan Muslim Moderat, 2010).

Sedangkan Ibnu Asyur mendefinisikan kata wasath dengan dua makna. Pertama definisi menurut etimologi, kata wasath berarti sesuatu yang ada di tengah, atau sesuatu yang memiliki dua belah ujung yang ukurannya sebanding. Kedua, definisi menurut terminology, makna wasath adalah nilai-nilai Islam yang dibangunatas dasar pola piker yang lurus dan pertengahan, tidak berlebihan dalam hal tertentu. (Ibnu Asyur, at-Tahrir wa at-Tanwir, 1984).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun