Mohon tunggu...
Seto Wicaksono
Seto Wicaksono Mohon Tunggu... Human Resources - Recruiter

Menulis, katarsis. | Bisa disapa melalui akun Twitter dan Instagram @setowicaksono.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Panduan Memahami "Orang Dalam" dalam Dunia Kerja Biar Nggak Sembarang Generalisir

24 Maret 2021   13:20 Diperbarui: 24 Maret 2021   16:41 1020
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi wawancara kerja (Sumber: MangoStar_Studio via Kompas.com)

Barangkali, selanjutnya kalian juga akan bertanya-tanya, "Loh, 'orang dalam' itu bukannya mereka yang memuluskan proses seleksi karyawan seorang kandidat yang pada akhirnya bisa masuk secara cuma-cuma tanpa mengikuti serangkaian proses yang sudah ditentukan gitu?"

Jawabannya adalah belum tentu. Sebab, "orang dalam" ini bisa jadi hanya sebatas mereferensikan kandidat, tanpa memaksa recruiter atau HRD untuk menerima kandidat tersebut. Apalagi, sudah menjadi rahasia umum, beberapa kantor menerapkan sistem refferal.

Contoh sederhananya seperti ini, pada saat mereferensikan kandidat sampai dengan dinyatakan lolos seleksi dan sepakat untuk join, karyawan yang mereferensikan kandidat tersebut akan diberi reward oleh perusahaan. Prosesnya pun akan dilakukan melalui serangkaian tes yang ditentukan oleh perusahaan.

Langkah ini terbilang cukup efektif dalam mengakomodir praktik "orang dalam" di perusahaan yang sebelumnya dianggap masif sekaligus negatif, betul-betul trengginas, dan serampangan. Semacam win-win solution atau simbiosis mutualisme, antara karyawan dengan perusahaan.

Dalam hal ini, jika kandidat yang direkomendasikan tepat dan memenuhi ekspektasi sekaligus kualifikasi, bisa menguntungkan perusahaan dan memotivasi pihak internal/karyawan dalam membantu memenuhi kebutuhan perusahaan dan meneruskan informasi lowongan kerja yang tersedia kepada para pencari kerja.

Boleh dibilang, cara mouth by mouth seperti ini terbilang efektif dan cukup familiar dalam meneruskan informasi mengenai lowongan kerja tertentu di berbagai perusahaan dengan reward yang beragam.

Lantas, kenapa koneksi "orang dalam" pada saat ini lebih memiliki konotasi negatif?

Sulit dimungkiri bahwa, istilah "orang dalam" hampir selalu dikonotasikan negatif. Betapa tidak, seseorang yang bertindak sebagai "orang dalam" biasanya memuluskan pelamar kerja atau kenalannya untuk menempati posisi tertentu di suatu perusahaan. Bahkan, tak jarang bersifat demanding. Memaksa satu dan/atau lain pihak untuk menerima calon karyawan tersebut.

Hal seperti ini bisa menghasilkan cilaka dua belas, jika tidak menempatkan seseorang yang tidak kompeten untuk posisi yang dibutuhkan. Selanjutnya akan berimbas pada over budgeting. Sebab suatu perusahaan sudah mengeluarkan biaya yang berlebih untuk seseorang yang incompetence.

Lucunya, berdasarkan pengalaman, observasi, juga diskusi dengan sesama rekan HRD, gelagat "orang dalam" di tiap perusahaan itu berbeda-beda. Ada yang frontal, ada pula yang malu-malu kucing tahu-tahu jadi.

Ujug-ujug seseorang sudah menempati suatu posisi, tanpa diketahui oleh pihak yang semestinya melakukan proses secara formal dan sesuai ketetapan perusahaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun