Mohon tunggu...
Seto Wicaksono
Seto Wicaksono Mohon Tunggu... Human Resources - Recruiter

Menulis, katarsis. | Bisa disapa melalui akun Twitter dan Instagram @setowicaksono.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mitos Kuntilanak yang Takut dengan Bambu Kuning dan Misteri Suara Tangisan yang Pilu

30 Januari 2020   20:13 Diperbarui: 30 Januari 2020   20:20 1882
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: ntvbd.com via IDN Times

Sudah beberapa kali saya mendengar mitos tentang hal mistis atau gaib, satu diantaranya adalah tentang bagaimana suara dari makhluk tak kasat mata bekerja.

Usut punya usut, jika ada suara tawa maupun tangisan dari makhluk gaib yang terdengar lantang dan terasa sangat dekat, tandanya makhluk tersebut jauh dari lokasi kita berada.

Begitu pula sebaliknya, jika suara gaib terdengar jauh dari lokasi aktual, artinya makhluk tak kasat mata sedang dekat dengan kita atau ada di sekitar kita. Namanya juga mitos, diyakini betul-betul terjadi atau tidak, kembali kepada diri masing-masing.

Itu hanya satu dari sekian banyak mitos yang masih saja ramai diceritakan di lingkungan sekitar sampai dengan saat ini. Mitos lain yang menjadi rahasia umum di lingkungan tempat saya tinggal adalah sesuatu yang ditakuti oleh kuntilanak adalah pohon bambu kuning.

Entah dari mana info tersebut bermula, tapi hal tersebut sudah diyakini juga oleh masyarakat sekitar dan menjadi bahan perbincangan belasan tahun lamanya.

Tidak heran jika kemudian banyak penduduk yang menancapkan setidaknya satu batang bambu kuning, agar terhindar dari gangguan setan, khususnya kuntilanak. Paling tidak, harapannya demikian.

Di sisi lain, hal tersebut juga menjadi pengetahuan baru bagi saya. Sebelumnya, yang saya tahu kuntilanak itu takut dengan gunting apalagi jika dibawa oleh Ibu hamil.

Menurut mitos yang beredar, dengan adanya gunting di sekitaran Ibu hamil, kuntilanak tidak berani mendekat karena takut tertusuk dan takut dengan benda tajam.

Entah sebenarnya kuntilanak ini takut tertusuk atau khawatir rambut panjangnya tergunting.

Namanya juga mitos, tidak selamanya cerita yang dipercaya seram, terkadang ada juga hal lucu yang terselip di dalamnya.

Saya boleh saja tertawa dan menganggap mitos tersebut adalah suatu komedi, sampai akhirnya saya dan beberapa teman mengalami sendiri kejadian mistis dan menegangkan.

Hal mistis yang saya alami terjadi pada malam minggu, hari yang seharusnya terasa menyenangkan karena banyak orang yang berpacaran memasuki akhir pekan, hawa liburan betul-betul terasa, sekaligus menjadi waktu yang ideal untuk rebahan.

Kala itu, saya bersama tujuh orang teman sedang begadang di suatu pos tempat kami biasa berkumpul. Kami pikir, tidak ada salahnya bersenang-senang sambil melakukan ronda malam. Menjaga lingkungan agar tetap aman dari orang yang berniat jahat.

Sekira pukul 00.00 kami mulai berkeliling menelusuri jalanan desa. Rasa-rasanya lingkungan terlihat aman pada malam itu. Di pos lain, bahkan ada pula beberapa orang yang juga sedang ronda malam sambil bermain kartu domino.

Setelah melewati titik tersebut, akhirnya kami harus menelusuri jalan yang di kiri-kanannya banyak pepohonan juga ilalang, selain bambu kuning yang begitu lebat dan tinggi menjulang.

Kami merasa tidak takut karena dari mitos di tempat kami saja, kuntilanak tidak suka dengan bambu kuning. Jadi, mana berani dia menampakkan diri di sekitaran lokasi ini.

Namun, pada kenyataannya tidak seperti itu. Saya bersama dengan yang lain, mendengar suara tangisan antara ilalang dan bambu kuning. Tangisan seorang perempuan yang begitu pilu, tapi terdengar cukup jauh.

Kami semua diantara was-was dan ingin mencari, siapa tahu benar-benar ada orang yang membutuhkan pertolongan. Semakin kami telusuri, semakin jauh suara tangisannya dan berangsur-angsur menghilang secara perlahan.

Kemudian, kami semua mengingat "aturan" bagaimana suara gaib bekerja. Jika suara terdengar dekat, berarti makhluk tak kasat mata sedang berada jauh dari lokasi kami, dan aturan tersebut, sebagaimana diketahui, berlaku sebaliknya. Satu yang pasti, tidak ada satu orang pun di sekitar lokasi selain kami.

Salah satu teman sudah mencengkram erat pundak kanan saya sambil berkata,

"Jangan lari, tenang, nggak ada apa-apa, kok".

Namun pada kenyataannya, suara tangisan semakin jelas didengar oleh kami semua, dan kami memutuskan untuk lari secepat mungkin sebelum ada sosok yang menampakan diri. Teman-teman yang lain sudah jauh berlari di depan, sedangkan saya masih berat untuk melangkahkan kaki karena ulah teman yang mencengkram pundak saya.

Dan ternyata, dia seperti itu karena terlalu takut sampai terasa berat untuk melangkahkan kaki.

Setelah saya tarik tangannya, dia bisa ikut berlari. Akhirnya kami tiba di lokasi yang dirasa aman. Di pos tempat kami biasa berkumpul. Waktu sudah menunjukkan pukul 01.30 dini hari, kami memutuskan pulang lebih awal dan sepakat untuk tidak percaya kepada mitos bahwa kuntilanak takut dengan bambu kuning.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun