Hal mistis yang saya alami terjadi pada malam minggu, hari yang seharusnya terasa menyenangkan karena banyak orang yang berpacaran memasuki akhir pekan, hawa liburan betul-betul terasa, sekaligus menjadi waktu yang ideal untuk rebahan.
Kala itu, saya bersama tujuh orang teman sedang begadang di suatu pos tempat kami biasa berkumpul. Kami pikir, tidak ada salahnya bersenang-senang sambil melakukan ronda malam. Menjaga lingkungan agar tetap aman dari orang yang berniat jahat.
Sekira pukul 00.00 kami mulai berkeliling menelusuri jalanan desa. Rasa-rasanya lingkungan terlihat aman pada malam itu. Di pos lain, bahkan ada pula beberapa orang yang juga sedang ronda malam sambil bermain kartu domino.
Setelah melewati titik tersebut, akhirnya kami harus menelusuri jalan yang di kiri-kanannya banyak pepohonan juga ilalang, selain bambu kuning yang begitu lebat dan tinggi menjulang.
Kami merasa tidak takut karena dari mitos di tempat kami saja, kuntilanak tidak suka dengan bambu kuning. Jadi, mana berani dia menampakkan diri di sekitaran lokasi ini.
Namun, pada kenyataannya tidak seperti itu. Saya bersama dengan yang lain, mendengar suara tangisan antara ilalang dan bambu kuning. Tangisan seorang perempuan yang begitu pilu, tapi terdengar cukup jauh.
Kami semua diantara was-was dan ingin mencari, siapa tahu benar-benar ada orang yang membutuhkan pertolongan. Semakin kami telusuri, semakin jauh suara tangisannya dan berangsur-angsur menghilang secara perlahan.
Kemudian, kami semua mengingat "aturan" bagaimana suara gaib bekerja. Jika suara terdengar dekat, berarti makhluk tak kasat mata sedang berada jauh dari lokasi kami, dan aturan tersebut, sebagaimana diketahui, berlaku sebaliknya. Satu yang pasti, tidak ada satu orang pun di sekitar lokasi selain kami.
Salah satu teman sudah mencengkram erat pundak kanan saya sambil berkata,
"Jangan lari, tenang, nggak ada apa-apa, kok".
Namun pada kenyataannya, suara tangisan semakin jelas didengar oleh kami semua, dan kami memutuskan untuk lari secepat mungkin sebelum ada sosok yang menampakan diri. Teman-teman yang lain sudah jauh berlari di depan, sedangkan saya masih berat untuk melangkahkan kaki karena ulah teman yang mencengkram pundak saya.