Mendengar ungkapan yang disematkan Belanda dulu dengan menyebut Indonesia sebagai 'zamrud khatulistiwa' mungkin banyak dari kita yang berbangga diri, seolah-olah sebutan tersebut indah nan mulia.
Padahal sebutan tersebut sebenarnya dialamatkan kepada Indonesia karena perannya yang sangat menonjol dalam membantu ekonomi penjajah kolonialisme.
Sederhananya, sebutan tersebut adalah ciri bagi Indonesia sebagai negara yang senang diperas, diambil kekayaan alamnya, dan kemudian tidak bisa berbuat apa-apa dan tidak bisa menikmati hasilnya.
Khatulistiwa juga identik dengan Indonesia oleh karena letaknya yang berada pada garis keliling bumi dengan pembagian dua wilayah belahan bumi yang sama alias garis nol derajat bumi.
Letak ini menetapkan Indonesia berada di antara dua samudra, yakni pasifik dan hindia.
Michael N. Pearson menulis buku terkenal yang berjudul The Indian Ocean yang menyebut kedua samudra ini dipercaya sebagai samudra yang menjadi perputaran baru ekonomi dunia abad 21.
Abad 21 juga dipercaya sebagai titik sentral yang berpengaruh pada apa yang akan terjadi kedepan yang terjadi di dua samudra ini.
Faktanya pun demikian, jalur perdagangan penting dunia pasti menghubungkan kedua kedua samudra ini.
Misalnya, Selat Malaka yang menghubungkan lebih dari setengah jalur perdagangan dunia sehingga menyebabkan Singapura menjadi negara Asia Tenggara yang kaya raya.
Dalam bidang energi, 60% persebaran energi untuk negara Asia Timur seperti Jepang, China, dan Korea juga melewati jalur ini.
Tidak heran jika China menjadi kekuatan dunia baru oleh akibat keuntungan kedua samudra ini. China menjadi penanda adanya pergeseran kekuatan ekonomi dunia dari barat ke timur dunia.