Ketangkasan para buzzer memanfaatkan informasi menjadikan perseteruan ini terjadi. Bagi buzzer hal-hal kontroversi akan menjadi senjata untuk menyerang kelompok atau individu yang tidak sesuai dengan kelompok atau opininya. Begitupun kontroversi yang menimpa dr Tirta, mungkin para buzzer tidak akan berulah jika tidak ada video mengenai penolakan dr Tirta seputar lockdown soal corona jauh-jauh hari.
Menengok pernyataan dr Tirta yang akan melawan para buzzer di media sosial memang sudah seharusnya dilakukan. Bagaimana pun propaganda harus dilawan dengan klarifikasi agar terjadi keseimbangan informasi. Atau setidaknya terjadi perlawanan balik opini yang kemudian bisa disimpulkan publik.
Pada akhirnya, kita dihadapkan pada fenomena politik post-thruth dimana kebenaran dan fakta kadangkala tertukar. Fakta-fakta alternatif seringkali berdatangan dan membingungkan publik. Hal ini tidak dapat terelakkan lagi melihat era yang sudah berubah saat ini.
Di era ini, kita harus berhati-hati dalam bermedia sosial, karena siapapun akan dibunuh oleh jejak digitalnya sendiri. Jejak digital yang tidak dapat dihapus, tidak berdampak saat ini, mungkin suatu saat akan merugikan diri sendiri. Dan yang utama ialah kehati-hatian dalam menimbang informasi. Artinya, kebijaksanaan bermedia sosial tetap harus menjadi acuan. Ibaratnya pisau yang berguna untuk memotong sayuran, juga untuk perilaku yang membahayakan orang lain.