Mohon tunggu...
Setiyo Bardono
Setiyo Bardono Mohon Tunggu... Administrasi - Staf Kurang Ahli

SETIYO BARDONO, penulis kelahiran Purworejo bermukim di Depok, Jawa Barat. Staf kurang ahli di Masyarakat Penulis Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (MAPIPTEK). Antologi puisi tunggalnya berjudul Mengering Basah (Aruskata Pers, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (Pasar Malam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Perjuangan Mencari Utang

16 Mei 2022   14:21 Diperbarui: 16 Mei 2022   14:47 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
lustrasi rumah-rumah dari coretan Sita

"Kamu kan tahu, Mbak sudah lama nggak kerja. Mbak nggak enak kalau harus bilang ke Mas Yanto. Utang kamu yang dulu saja belum dibayar. Makanya kamu jangan janji-janji doang kayak politisi."

--- oOo ---

Paijo menatap lalu lalang penumpang yang turun naik kereta rel listrik di Stasiun Tepi Kota. Meskipun dalam suasana pandemi, namun suasana stasiun tetap ramai. Setelah gagal meminjam uang dari Iwan dan Surti, ia berencana menemui Bramantyo keponakannya. Sebenarnya, Paijo juga punya tanggungan utang pada Bramantyo yang belum terbayar.  Ternyata, hidupku telah meninggalkan banyak jejak hutang, batin Paijo.

Paijo harus menyusun strategi baru agar bisa mendapatkan pinjaman uang. Tiba-tiba pikiran liar berkelebat. Kalau ia datang dengan kondisi babak belur pasti Bramantyo akan iba. Paijo bisa cerita kalau tubuhnya babak belur karena digebuki penagih utang. Tapi bagaimana caranya agar bisa babak belur tapi tidak sakit?

Paijo keluar dari stasiun, melintasi area parkiran sepeda motor. Sampai di terminal bayangan, ia mencari sudut sepi dekat pagar tembok batako. Paijo memungut balok kayu yang tergeletak di bawah pohon mahoni.

Paijo jongkok. Tanpa pikir panjang, ia memukulkan balok kayu ke kepala. Krak! Rupanya kayu itu sudah rapuh dan patah menjadi dua tanpa menimbulkan luka. Paijo mengumpat. Entah ini nasib baik atau buruk, yang jelas tidak sesuai rencana.


Tiba-tiba matanya menatap sebuah batu sebesar dua genggaman tangan. Paijo sedikit ragu, membayangkan rasa sakit jika batu itu menghantam kepalanya. Namun, Paijo teringat janji pada istrinya, akan pulang membawa uang.

Setelah menguatkan tekad, Paijo bersiap menghantamkan batu ke wajahnya. Namun, suara hardikan membuat Paijo mengurungkan niatnya. "Mau ngapain lo. Kalau mau bunuh diri jangan di sini bikin repot aja!"

Suara itu berasal dari sosok lelaki tinggi besar berambut gondrong yang berdiri menempel dinding batako. Kakinya mengangkang. Sepertinya lelaki itu sedang buang hajat kecil, tanpa peduli tulisan di tembok batako: Dilarang kencing, kecuali anjing!

Paijo memutuskan pergi sebelum lelaki itu menghampirinya. Di tepi jalan, ia melihat kaleng bekas minuman ringan tergeletak. Paijo menendang kaleng itu sekuat tenaga. Kaleng bekas meluncur deras.

Klontang! Kaleng itu jatuh di dekat gubuk kayu mirip pos ronda. Beberapa orang yang sedang bermain kartu di gubuk kayu terkejut. Seseorang yang berdiri di samping gubuk langsung menunjuk Paijo. "Woi, mau cari gara-gara ya!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun