Mohon tunggu...
aji(bahroji) setiakarya
aji(bahroji) setiakarya Mohon Tunggu... Freelancer - Founder Lumbung Kreatif, Bekerja di SultanComm

aku seorang penulis lepas, yang sedang belajar menjadi usahawan. Sedang berpetualang untuk mencari kawan. Tabik! aji setiakarya 081213739221

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Meta dan Sumpah Pemuda

1 November 2021   10:22 Diperbarui: 1 November 2021   10:32 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Entah tahu atau tidak, Mark Zuckerberg, pendiri platform media sosial, mengganti nama perusahaan yang ia rintis sejak 18 Tahun lalu, Facebook menjadi Meta, bertepatan dengan Tanggal 28 Oktober. Bagi Bangsa Indonesia, 28 Oktober adalah hari yang bersejarah, momentum untuk kebangkitan dan persatuan.  Pernyataan bersama dari berbagai suku (daerah) untuk mengakui Bangsa Satu Indonesia, menerima Bahasa Indoenesia sebagai bahas persatuan dan meyakini bahwa Indonesia adalah Tumpah Darah. Ikrar yang mengguncang dunia yang kemudian menjadi darah segara bangsa untuk lepas dari cengkraman penjajah, Mendeklarasikan kemerdekaan.  

Bisa saja, Zuck yang pernah datang ke Indonesia pada tahun 2014 itu terinspirasi dari sejarah Panjang perjuangan kemerdekaan Indonesia sehingga memutuskan 28 Oktober juga sebagai momentum kebangkitan media sosial yang dia develop. Memang  pergantian nama Facebook menjadi Meta memiliki semangat jiwa kemerdekaan Facebook yang sedang banyak dirundung masalah, terkait berbagai sangkaan kebocoran data dan selingkuh politik. Cita-cita anak muda terkaya di jagat bumi itu, jelas ingin keluar dari stigmasisasi perusahaan yang buruk. Ia ingin membawa facebook bersama instagram dan whatsapp menjadi perusahaan masa depan cemerlang dan menguasai jagat media. Meta sendiri diambil dari metaverse istilah science-fiction (sci-fi), yang digunakan Neal Stephenson pada novelnya Snow Crash tahun 1992.

Neal Stephenson menggambarkan  manusia, sebagai avatar, berinteraksi satu sama lain dan agen perangkat lunak, dalam ruang virtual tiga dimensi yang menggunakan metafora dunia nyata. Dunia maya yang disebutkan di atas terus berkembang dan mencakup berbagai lingkungan virtual yang memanfaatkan kecanggihan komputer. Metaverse meliputi banyak hal termasuk video conferencing, game seperti Minecraft atau Roblox, cryptocurrency, email, virtual reality, media sosial dan live-streaming.   Dan  Zuck mengambil istilah Meta ini menjadi nama perusahaan, menjadi ruh kebangkitan untuk dekade selanjutnya.

Sumpah Pemuda

Zuck tentu saja orang yang jenius, mampu memprediksi masa depan. Seperti halnya para inisiator Sumpah Pemuda 1928 itu. Mereka cukup jenius hingga bisa menyatukan Nusantara  yang memiliki keberegaman bukan hanya bahasa, tapi juga seni dan budayanya. Buat saya Soegondo, Sie Kong Liong, Dkk adalah sosok-sosok jenius yang mampu mengikat rasa sepenanggungan dan energi bangsa yang masih terserak saat itu. Dengan keberanian dan tekad pemuda saat iitu menjadi ruh perjuangan dan perlawanana terhadap penjajah. Hasilnya, inisiasi mereka berbuah hasil setelah 2 dekade kemudian. Yakni kemerdekaan Republik 1945. Nah, pertanyaanya adalah bagaimana kita melanjutkan kejeniusan mereka selepas 93 tahun berlalu? Bagaimana semangat para founding father itu  bisa terinternalisasi pada era di Zaman Metaverse?

Kecerdasan Digital

Di Era Metaverse, tantangan terkini dan masa depan adalah pemanfaatan ruang digital secara konstruktif dan positif untuk kemajuan bangsa. Semangat para inisiator Sumpah Pemuda 1928 menurut saya akan berlanjut apabila, generasa muda saat ini memiliki kepekaan terhadap kemajuan teknologi.  Saya terpikat dengan statement Pak Gita Wirjawan, Mantan Menteri Perdagangan,  dalam kuliah umum wisuda Politeknik Sandi Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) pertengahan Oktober lalu.

Gita menghubungkan bagaimana kemajuan teknologi menjadi kemudahan dalam praktek kehidupan namun juga menjadi sebuah ancaman. Kemajuan Teknologi informasi tidak hanya munculnya internet tapi telah lahir blokchain yang akan mempengaruhi kehidupan sosial, politik, ekonomi dan demokrasi

Kemajuan teknologi dengan  berbagai platform yang berkembang telah mendorong demokratisasi ide dan demokratisasi talenta di tengah masyarakat Indonesia yang mendorong setiap orang bisa bereksperimen dan menyuarakan keinginannya.  Namun demikian  kemajuan digital juga dibarengi dengan algoritma yang mengamplifiaksi narasi-narasi yang tidak konstruktif dan berbahaya terhadap demokratisasi di Indonesia.  Ditengah gelombang distorsi kemajuan teknologi informasi tersebut. Setidaknya ada beberapa hal yang bisa saya  tangkap yang sejatinya perlu ditanamkan untuk para jiwa muda saat ini.

Pertama adalah Agality, adalah kemampuan untuk menyesuaikan dengan dinamika dan pertumbuhan di era digital saat ini. Kelincahan kita, untuk menyesuaikan cara belajar, cara berbisnis, cara bertani, cara berdagang dan lain sebagainya. Juga persepsi pemerintah, sebagai regulator, tentu saja harus menysuaikan. Cara pandang legeslatif, eksekutif dan seluruh stakeholder harus memahami pentingnya new paradigm  dalam menghadapi era blockchain.  Seluruh anak muda harus melakukan  inovasi pada sektornya masing-masing untuk bisa tetap eksis, dan sustainable.

Kedua adalah kecepatan atau speed. Dunia digital, memaksa kita, seluruh anak bangsa untuk memiliki jiwa yang cepat  dan tanggap. Cepat dalam menangkap isu, dalam merumuskan inovasi dan mengeksekusinya menjadi sebuah output dan karya.  Peradaban ini membutuhkan man power  yang tidak hanya cerdik, pekerja keras, namun juga memiliki kecepatan. Dibutuhkan SDM yang mampu bekerja lebih yang konsisten untuk mengisi era yang lebih keren ini. Selanjutnya adalah Humality. Gita, menyebut Humality adalah seseorang yang memiliki kerendahan diri, berpijak ke bumi dan mampu melahirkan pemikiran jangka panjang dan menengahi kesenjangan.  Deskripsi diatas menurut saya adalah hal yang penting yang harus ditumbuhkan generasi muda kita. Saya menyebutnya dengan kecerdasan digital. Narasi-narasi kecerdasaan digital ini harus terus dikampanyekan untuk mewarnai ruang digital kita yang tengah dibajak oleh kelompok-kelompok tak bertanggungjawab. Selamat kepada Zuck atas nama barunya. Meta.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun