Mohon tunggu...
Sessa Tiara Maretaniandini
Sessa Tiara Maretaniandini Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi di Politeknik Keuangan Negara STAN

Talk Less Write More

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Bangun Chemistry antara Kebijakan dan Lingkungan, Bayar Pajak bisa Pakai Sampah?

6 Februari 2024   20:34 Diperbarui: 6 Februari 2024   20:52 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Film Wall-E. Sumber: https://kelasanimasi.com/review-film-wall%E2%80%A2e-gambaran-kehidupan-di-masa-depan/#google_vignette

Sampah dan berbagai permasalahanya merupakan fenomena yang sudah sangat erat dengan keseharian kita. Namun, tahukah Anda bahwa permasalahan sampah ini mungkin telah berada pada tingkat yang lebih mengkhawatirkan dibanding perkiraan? Hasil Laporan EcoWatch (2021) menunjukkan statistik yang menggemparkan di mana total keseluruhan berat sampah telah melampaui berat Tembok Besar China, yang merupakan konstruksi buatan manusia terberat di dunia. Bahkan, World Economic Forum (WEF) (2020) menggambarkan tingkat keparahan masalah ini dengan terjadinya pergeseran penghuni lautan yang awalnya ikan menjadi sampah plastik pada tahun 2050.

Masalah sampah yang begitu pelik ini mengingatkan penulis pada alur cerita film Wall-E yang mana umat manusia harus pindah dari bumi karena sampah yang begitu menggunung. Walau film ini bergenre fiksi, dengan kondisi yang terjadi sekarang ini, bukankah lebih tepat menyebutnya prediksi dibanding imajinasi semata? Dengan demikian, agenda mewujudkan pembangunan yang sustainable sekali lagi mengalami rintangan.

Ajakan 3R, Apakah Sudah Cukup?

Slogan 3R atau Reduce, Reuse, dan Recycle lahir pasca Perang Dunia kedua sebagai pengingat bahwa semua rumah tangga dapat berkontribusi secara sadar untuk menciptakan gaya hidup yang ramah lingkungan (Nathaniel, 2020). Hingga saat ini, slogan ini sudah sangat melekat ketika kita membicarakan soal kelestarian lingkungan. Melalui slogan ini, kita diajak untuk mengurangi penggunaan produk yang berpotensi menjadi sampah, menggunakan kembali produk, dan mendaur ulangnya. Dengan diterapkannya 3R ini, lingkungan akan terjaga kebersihannya  dan gunungan sampah dapat diminimalisasi.

Prinsip 3R ini tidak bisa dilakukan oleh satu atau dua orang saja. Tidak juga bisa terwujud hanya dengan campur tangan sosialisasi pemerintah atau program perusahaan saja. Prinsip 3R ini perlu diterapkan dalam keseharian seluruh masyarakat di dunia untuk mewujudkan peruntukannya. Padahal, secara teoritis, proses internalisasi nilai meliputi berbagai tahapan mulai dari tahap memberikan pengetahuan dan kesadaran parsial hingga implementasi (Hungerford & Volk, 1990). Artinya, meskipun masyarakat paham akan esensi ajakan 3R, bukan berarti mereka akan langsung tergerak dalam menerapkannya sebagai kebiasaan sehari-hari. Lantas, bagaimana cara mendorong masyarakat untuk lebih peka terhadap masalah sampah guna mewujudkan lingkungan yang sustainable?

People Respond to Incentives

Mankiw (2021) mengungkapkan salah satu prinsip dasar ekonomi adalah orang merespons adanya insentif. Guna mendorong masyarakat untuk melakukan perilaku tertentu, peran pemerintah melalui kebijakannya dibutuhkan sebagai bentuk sebuah insentif. Dalam penelusuran yang penulis lakukan, beberapa pemerintah daerah telah mengadopsi prinsip ini dengan membangun chemistry antara kebijakan dan lingkungan melalui program "Bayar Pajak Pakai Sampah". Bagaimana mekanismenya? Berikut gambaran implementasi program membayar pajak menggunakan sampah di beberapa daerah di Indonesia.

Membayar Pajak Menggunakan Sampah

Pembayaran pajak menggunakan sampah telah dilakukan di beberapa daerah, seperti Mojokerto, Pasuruan, Sukoharjo, Solo, Ciamis, Bandung, dan Depok (DBS, 2022; Kurniati, 2022; Putra, 2020; Supriyanto, 2022). Program ini melibatkan kontribusi aktif dari tiga aktor utama, yaitu masyarakat, pemerintah daerah, dan bank sampah setempat. Mekanisme program ini pun cukup mudah. Masyarakat hanya perlu mengumpulkan sampah dan memilahnya, lalu menyetorkannya ke bank sampah setempat. Selanjutnya, proses penimbangan dan pencatatan harga jual sampah akan dilakukan. Jumlah saldo dari setoran sampah ini akan dicairkan untuk membayar jenis pajak berupa PBB-P2 dan PKB sesuai kebijakan masing-masing daerah. Selanjutnya, bila terdapat sisa saldo dari jumlah saldo setoran sampah, besaran tersebut akan dikembalikan pada warga bersangkutan.

Melalui program ini, masyarakat didorong untuk lebih peduli terhadap kebersihan lingkungan dengan insentif berupa sampah yang dapat dijadikan substitusi untuk membayar pajak. Alhasil, permasalahan kawasan kumuh dapat terselesaikan dengan sinergi berbagai pihak dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dapat dioptimalkan. Keberhasilan program ini pun tercermin dari respons warga yang semakin semangat dalam mengumpulkan sampah. Bahkan, tak jarang saking semangatnya, beberapa warga dapat terbebas dari tunggakan pajak 100% dengan program ini.

Skema Optimalisasi Program "Bayar Pajak Pakai Sampah"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun