Pernah nggak kita berpikir, kalau alam ini sebenarnya sedang berbicara?
Kita punya kata dan suara. Hewan punya isyarat. Tapi alam? Ia berbicara lewat perubahan lewat reaksi, lewat kimia. Setiap tetes hujan, daun yang menghijau, sampai napas yang kita ambil sekarang, semuanya adalah kalimat dalam bahasa itu. Kimia adalah bahasa alam semesta.
Â
Bahasa Tanpa Kata
Dalam bahasa manusia, ada struktur dan makna. Dalam kimia pun begitu. Atom dan molekul punya "tata bahasa" sendiri aturan siapa bisa berikatan dengan siapa. Hidrogen, misalnya, suka berikatan dengan oksigen dan membentuk air. Kalau kita tulis:
2H + O 2HO
Itu bukan cuma persamaan, tapi kalimat alamiah. Ada subjek, predikat, dan hasil; makna baru yang lahir dari pertemuan unsur. Alam, tanpa huruf dan suara, menulis kisahnya lewat reaksi-reaksi itu. Dan kita, manusia, belajar membacanya.
Alam Menulis, Manusia Membaca
Yang menakjubkan, penulis bahasa ini bukan kita. Alam menulisnya sendiri.
Sebelum ada kehidupan, unsur-unsur sudah "berdialog" di samudra purba, membentuk molekul kompleks hingga akhirnya muncul DNA teks panjang dari basa kimia A, T, G, dan C.
Kini, manusia bukan cuma pembaca, tapi juga penulis baru. Kita menciptakan obat, bahan kimia, dan plastik. Tapi pertanyaannya: Apakah kita benar-benar memahami bahasa ini, atau hanya menirunya sebagian kecil?
Dari Reaksi ke Kehidupan
Dari unsur sederhana seperti karbon, hidrogen, oksigen, dan nitrogen, alam membentuk sesuatu yang luar biasa: otak manusia yang bisa berpikir, menulis, dan merenungkan kimia itu sendiri. Kimia bekerja diam-diam di balik setiap detak jantung dan sinaps otak.
Bisa dibilang, kesadaran kita adalah puisi kimia reaksi halus yang melahirkan perasaan, ingatan, dan cinta. Dan ya, kalau kamu jatuh cinta, itu mungkin "hanya" reaksi dopamin dan oksitosin. Tapi bukankah itu indah? Cinta juga bagian dari bahasa alam.