Mohon tunggu...
Septiana Hasmita
Septiana Hasmita Mohon Tunggu... Lainnya - Istri dan Ibu, fikrul Islam, menulis keprihatinan dan keresahan yang terjadi di masyarakat.

“Sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia” (HR. Ahmad)

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Bayi Menjadi Korban Perdagangan Orang, Negara "Jangan Gagal Fokus"

20 Juli 2023   07:04 Diperbarui: 20 Juli 2023   07:13 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bayi Menjadi Korban Perdagangan Orang, Negara "Jangan Gagal Fokus"

Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri membongkar sindikat tindak pidana perdagangan bayi jaringan Sulawesi Tengah (Sulteng)-Bekasi. Dirtipidum Bareskrim, Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro mengatakan, pengungkapan ini berawal dari laporan di Polda Sulteng soal seorang ibu berinisial SS melaporkan penculikan anaknya atas nama A.

Namun ternyata setelah diselidiki, berdasarkan rekaman CCTV Bandara Muatiara Sis Al-Jufri menunjukkan, SS menjual bayinya ke perempuan yang berinisial F dari Sulteng, bayi tersebut dibawa ke Jakarta dan selanjutkan diterbangkan ke Kepulauan Bangka Belitung menuju tempat orang tua pengadopsi bayi sekaligus yang membeli bayi A ini senilai 25 juta. SS, ibu bayi, menerima uang 12 juta dari penjualan bayi yang merupakan anaknya sendiri.

Berdasarkan hal tersebut, Polda Sulteng kemudian mengembangkan penyelidikan. Pada tanggal 22 Juni 2023, penyidik Polda Sulteng berkoordinasi dengan Sub Satgas Gakkum TPPO Polri dan Polres Metro Kota Bekasi untuk melakukan penggeledahan di sebuah apartemen di daerah Bekasi yang diduga sebagai tempat penampungan bayi sebelum nantinya dijual ke calon pembeli.

Saat digeledah, polisi mengamankan seorang tersangka atas nama Y beserta dua bayi laki-laki (bayi A dan B) yang masing-masing berusia 2 minggu dan 1 bulan. Dalam proses pengembangannya, kepolisian menangkap tiga tersangka lain berinisial SA, E, dan DM. Y, SA, E, dan DM merupakan sindikat perdagangan bayi dan anak antar pulau. Sejak 2022, sindikat ini telah menjual total 16 bayi yang masih berusia 2 minggu hingga 1 tahun (Kompas.com, 27-06-2023).

Jangan Gagal Fokus

Melalui kasus TTPO ini, sudah seharusnya menjadi momen bagi negara untuk bermuhasah mengenai pengurusan rakyat selama ini. Kasus perdagangan orang dengan korban bayi-bayi bermodus adopsi ilegal jangan membuat negara "gagal fokus" hanya pada penindakan pelakunya saja, tetapi negara juga harus mengevaluasi mengapa kasus ini terus berulang.

Upaya penindakan dengan pemenjaraan jangan sampai menjadi justifikasi oleh negara bahwa negara telah hadir menangani kasus perdagangan bayi. Padahal, penindakan yang didasarkan pada UU No. 35 Tahun 2024 tentang Perlindungan Anak dan UU No. 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) masih jauh dari cukup. Bahkan, penindakan dengan kedua undang-undang ini seakan hanya mengedepankan kepentingan dan hak-hak korban saja dalam kerangka Hak Asasi Manusia (HAM).

Penegakan hukum pada pelaku dengan menggunakan UU Perlindungan Anak maupun dengan UU TPPO dianggap telah menyelesaikan kasus kejahatan, sebab kasus sudah diadili dan pelakunya sudah ditangkap. Namun, intervensi seperti ini sebenarnya telah mengabaikan faktor pendorong (push factor) kejahatan dan melalaikan upaya pencegahannya. Pasalnya, yang perlu diingat sebagai penekanan, para pelakunya termasuk orang tua dari korban yang telah hilang fitrahnya sebagai orang tua karena kesulitan ekonomi.

Kondisi kemiskinan rakyat telah menjadi pendorong (push factor) dalam berbagai kejahatan di negara ini. Dalam perekonomian demokrasi memang meniscayakan kebebasan kepemilikan. Kebebasan kepemilikan inilah yang membuat negeri yang kaya akan sumber daya alam tidak dapat berdikari. Sumber daya alam negeri diserahkan pengelolaannya pada asing, aseng, dan korporasi lokal, sementara masyarakat hanya gigit jari, nelongso dalam kemiskinan.

Kesalahan tata kelola dalam perekonomian ini pula yang membuat terbatasnya lapangan kerja, memarjinalkan hak-hak pekerja, sebab sebagaimana yang dipahami dalam ekonomi demokrasi memang sangat kental keberpihakan terhadap korporasi yang dianggap sebagai penyumbang pajak terbesar. Hal ini juga yang turut menyumbangkan tingginya angka kemiskinan di negeri ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun