Mohon tunggu...
iasd
iasd Mohon Tunggu... Freelancer - Ibu Rumah Tangga

Saya seorang Ibu rumah tangga, Praktisi Homeschooling untuk kedua anak saya, Perias Pengantin, Freelancer. Tertarik pada dunia parenting, musik khusunya vocal, suka memasak, menonton film dan membaca buku.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Petani dan Kedua Anaknya

3 Agustus 2020   20:00 Diperbarui: 3 Agustus 2020   20:40 709
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ada seorang laki-laki yang tinggal di sebuah desa. Ia adalah seorang petani yang rajin. Setiap hari ia mengurus ladangnya yang ditanami sayur mayur dan buah-buahan. Hasil ladangnya bagus-bagus, oleh karena itu hampir semua warga desa membeli sayur mayur dan buah-buahan darinya.

Ia juga memiliki sepetak kecil sawah yang ditanami padi, hasil sawahnya tidak ia jual namun ia pakai sendiri untuk makan bersama anak-anaknya. Jika musim panen padi tiba, ia memasukan beras-berasnya ke lumbung kecil di belakang rumah sebagai persediaan.

Laki-laki ini mempunyai dua orang anak. Anak pertama seorang perempuan dan anak kedua laki-laki. Istrinya meninggal ketika anak keduanya lahir. Laki-laki ini mengurus anak laki-lakinya dibantu oleh anak perempuannya.

Ketika anak-anaknya mulai beranjak remaja, sang ayah meminta kedua anaknya untuk menemaninya mengurus sawah dan ladang. “Anak perempuanku, Engkau akan menemaniku sejak aku berangkat sampai tengah hari selepas makan siang”, kata sang ayah. “Baik ayah”, jawab si anak perempuan. “Anak laki-lakiku, Engkau akan menemaniku sejak waktu makan siang sampai sore hari ketika waktunya ayah pulang”, kata ayah kepada anak laki-lakinya. “Baik ayah”, jawab si anak laki-laki. Begitulah, setiap hari kedua anaknya bergantian menemani ayahnya menggarap sawah dan ladang.

Anak perempuan bangun jam 4 pagi, ia memasak dan menyiapkan sarapan untuk mereka bertiga. Lalu ia menyiapkan pula bekal makan siang yang akan ia nikmati bersama ayah dan adiknya di sawah. Setelah menikmati sarapan, ayah dan anak perempuan berangkat ke sawah dan ladang. Ia melihat ayahnya sangat terampil menanam padi, ia pun belajar membantu ayahnya menanam padi. Lalu ia melihat bagaimana ayahnya membibit sayur mayur, menanam, memberi pupuk, menyiram dan memanen, ia pun membantu apa saja yang ayahnya lakukan.

Jam makan siang adalah waktu yang ditunggu-tunggu oleh mereka bertiga. Ayah tidak akan membuka rantang makanan sebelum anak laki-lakinya datang. Sesaat setelah mereka melihat sosok sang anak laki-laki dari kejauhan, senyum mengembang di bibir sang ayah dan anak perempuan. Lalu mereka makan bersama dengan sukacita. Setelah jam makan siang selesai, anak perempuan pulang dengan membawa rantang makanan yang sudah kosong. Sesampainya di rumah ia tidur sebentar lalu bangun untuk memasak dan menyiapkan makan malam sebelum ayah dan adiknya pulang. Sementara ayah dan si anak laki-laki masih di ladang.

Selepas makan siang, ayah sering merasa lelah dan mengantuk. Ketika ayah tertidur di gubug, anak laki-laki pun ikut tidur. Jika tidak tidur, ayah mengajak anak laki-laki mengusir burung-burung yang mengganggu sawahnya. Ketika mengusir burung yang ingin memakan bulir-bulir padi, sang ayah sering berteriak, “Heyaaaaa heyaaaa heyaaaa.. pergi engkau pengganggu, tak kubiarkan kau memakan milikku”.. lalu sang anak laki-laki menirukan lebih keras lagi, “heyaaa heyaaaa heyaaaa… dasar pengganggu licik, pergi kau atau kubunuh”.. ketika burung-burung itu beterbangan ketakutan, kedua laki-laki itu tertawa gembira. Sepulang dari sawah, ayah sering mengajak anaknya mampir sebentar ke warung tuak. Kata ayah, “Minuman ini untuk menyegarkan n menghangatkan badanku, tapi engkau belum boleh minum karena masih kecil. Ayah cukup meminum satu gelas saja, maka badan ayah akan segar kembali”. Sesampainya di rumah, anak perempuan menyambut dengan senyum dan makan malam yang telah siap tersaji di meja makan. Ayah dan anak laki-laki segera membersihkan diri lalu mereka makan malam bersama.

Hari-hari berlalu dengan rutinitas demikian. Anak- anak beranjak dewasa. Sang anak perempuan sudah memasuki usia menikah, “Anakku, maukah kau menikah dengan anak petani desa sebelah? Ia memiliki anak lelaki yang baik, dan sang anak ingin menikahimu. Jika engkau mau, ayah akan menikahkanmu dengannya, supaya selesai satu tugasku sebagai ayah”, kata sang ayah. Anak perempuan menjawab, “Jika menurut ayah itu baik, saya bersedia”. Tak seberapa lama sang anak perempuan melangsungkan pernikahan dengan anak petani desa sebelah lalu tinggal bersama suaminya. Hati sang ayah bahagia sekaligus lega, karena salah satu tugasnya sebagai orang tua selesai. Sang anak perempuan mampu melakukan tugasnya sebagai istri dengan baik, ia pintar mengurus rumah tangga juga piawai membantu suaminya di sawah dan ladang. Suami dan ayah ibu mertuanya sangat menyayanginya.

Tinggalah ayah dan anak laki-laki hidup berdua. Kini setiap pagi sang ayah bangun jam 4 untuk menyiapkan sarapan dan bekal makan siang. Anak laki-laki tidak bisa menggantikan tugas kakaknya karena ia tidak terbiasa bangun pagi. Jika siang datang, anak laki-laki ke ladang untuk menemani sang ayah seperti biasa. Karena ayah selalu bangun jam 4 pagi, maka selepas makan siang ayah selalu tertidur karena kelelahan. Demikian juga anak laki-laki ikut tertidur. Ketika sore menjelang mereka pulang, anak laki-laki berkata,”Ayah, bukankah lebih baik kita membeli tuak untuk menyegarkan badan kita, dan karena aku sudah dewasa, bolehkah aku meminum satu gelas juga?”. Ayah mengangguk tanda setuju. Sesampainya di rumah, tak ada makan malam seperti biasanya. Ayah meminta anak laki-lakinya untuk membuat makan malam, namun karena tidak terbiasa memasak, makanan yang disajikan pun sering terasa hambar. Ayah sering mengeluhkan rasa makanannya, namun dijawab dengan marah oleh anak-laki-laki. Karena tidak suka dimarahi oleh anaknya, sang ayah kemudian membuat makan malamnya sendiri pada hari-hari berikutnya.

Suatu hari, udara sangat panas, namun pekerjaan di sawah banyak yang harus diselesaikan. Karena sangat lelah, ayah merasa begitu lapar, sebelum anak laki-lakinya datang ia membuka bekal makanannya, lalu memakannya tergesa-gesa supaya mendapat energi baru. Tak lama kemudian anak laki-laki datang, ia melihat bekal makanan telah terbuka dan makanan hanya tersisa sedikit. Anak laki-laki menghampiri ayahnya yang sedang menunggui sawah, dengan marah iya berteriak, “heyaaaa… heyaaaa.. ayah engkau telah mencuri makananku!!! Tak kubiarkan engkau memakan milikku!!!”. Anak laki-laki memukul ayahnya. Ia sangat marah karena makanan yang seharusnya menjadi bagiannya telah dimakan oleh ayahnya. Ia merasa ayahnya sama seperti burung-burung pencuri bulir padi.

Waktu berlalu, sang ayah semakin tua dan semakin lemah bahkan mulai sakit-sakitan. Ia tidak sanggup lagi mengurus sawah dan ladang. Ia menyerahkan tanggung jawab atas pekerjaannya kepada anak laki-laki. Namun sayang anak laki-laki tidak bisa mengerjakannya dengan baik. Akhirnya sawah dan ladangnya kering, tak ada hasil panen. Mereka menjadi sangat miskin, sawah ladang dijual dan mereka tidak memilki apa-apa lagi. Lumbung mereka pun kosong. Anak laki-laki frustrasi dan merasa ayahnya menjadi manusia yang sangat merepotkan. Jika sedang tidak enak hati, anak laki-laki pergi ke warung tuak dan menghabiskan bergelas-gelas tuak sampai mabuk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun