Mohon tunggu...
Septiandra
Septiandra Mohon Tunggu... Wakil Pialang PT. Millennium Penata Futures -

Hanya pembaca biasa yang mencoba untuk ikut bersuara... Maksud saya, ikut menulis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berhentilah Mencari Kambing Hitam

29 Maret 2016   14:03 Diperbarui: 29 Maret 2016   14:08 414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption=".bp.blogspot.com"][/caption]‘Salah’, sebuah kata yang bagi sebagian besar dari kita tentunya enggan untuk menerimanya. Entah kenapa, kata tersebut seakan-akan memiliki beban yang sangat berat jika diterima. Padahal, saya yakin tak seorang pun di dunia ini yang luput dari kesalahan.

Banyak di antara kita yang lupa kalau dibalik kata ‘salah’ itu tersirat pula kata ‘belajar’ dan ‘kesempatan’. Dalam setiap kesalahan ada kesempatan bagi kita untuk bertanggungjawab. Dari kesalahan tersebut kita tentunya mengetahui hal lain yang belum kita lakukan dan berkesempatan untuk mencoba melakukan hal yang lebih baik lagi. Ada pepatah, “Bahkan keledai pun tidak terjatuh di lubang yang sama.” Keledai saja mampu belajar, kita sebagai manusia semestinya memiliki kemampuan berpikir yang melebihi keledai.

Sering juga kita dengar orang-orang berkata, “Manusia adalah tempatnya salah dan lupa.” Sebuah kalimat sakti yang sering diucapkan ketika seseorang sudah tersudut oleh salah. Kalimat tersebut seakan-akan berisi ‘surat izin’ bagi seseorang untuk melakukan kesalahan, entah apapun itu yang dilakukannya. Tak peduli pula apakah ia berniat memperbaiki kesalahannya atau hanya meminta pemakluman.

Ketika seseorang berbuat suatu kesalahan, baik itu disengaja atau tidak, tentunya yang paling mengetahui hal itu adalah dirinya sendiri. Kesalahan itu bisa disembunyikan, namun seiring berlalunya waktu bisa terungkap pula. Ketika kesalahan itu terungkap, saat itulah vonis mencari mangsanya. Ya, mangsa itu adalah dia, orang yang akan menerima gelar kehormatan ‘bersalah’.

Jika vonis dijatuhkan melalui sistem peradilan, maka setidaknya gelar tersebut diberikan sesuai prosedur yang berlaku. Setidak-tidaknya, ada pertimbangan yang bisa meringankan beban kesalahannya. Namun sayangnya, tidak sedikit pula vonis itu jatuh tanpa prosedur, berdasar dugaan belaka. Tuduhan yang deras, namun tidak memiliki bukti yang kuat. Kasihan sekali mereka yang terkena vonis macam itu.

Yang menjadi pertanyaan untuk kita adalah: Kenapa harus ada orang yang disalahkan? Apakah dengan ditunjuknya seseorang sebagai pelaku kesalahan, maka dengan sendirinya masalah tersebut terselesaikan? Ya, memang dengan menangkap si pelaku, maka setidaknya kesalahan tersebut tidak akan berlanjut atau semakin parah. Tapi, apakah itu saja sudah cukup?

Tidak sedikit di antara kita yang pernah menerima vonis bersalah, terlepas dari apakah kita benar melakukan kesalahan tersebut atau hanya kambing hitam. Setiap kesalahan itu memiliki pengaruh negatif atau korbannya masing-masing. Selanjutnya, bagaimana cara kita mengurangi pegaruh negatif itu atau memberikan kompensasi kepada korban lah yang lebih penting. Mendapatkan orang yang bersalah tidak berarti masalah pun terselesaikan. Itu pun jika orang tersebut benar-benar bersalah. Kalau ternyata hanya kambing hitam ya, masalah pastinya masih terus berkembang.

Misalnya saja, Jokowi, sebagai seorang presiden tentunya menjadi orang nomor satu di negara ini. Atau Ahok, bintang yang tidak kalah hangatnya dibahas di media. Banyak orang yang senang dengan keputusan atau tindakan mereka berdua, baik sebagai manusia atau sebagai pemimpin, namun tidak sedikit juga yang membencinya. 

Beliau-beliau ini selalu saja menjadi sorotan media, maklum saja karena mereka adalah orang yang memiliki tanggungjawab besar terhadap seluruh rakyatnya. Setiap keputusan atau tindakan yang diambil tentunya berpengaruh bagi sebagian besar dari kita sebagai rakyatnya, ada yang positif dan jelas tidak sedikit pula yang negatif.

Bagi mereka yang tidak senang, Jokowi dan Ahok merupakan sasaran tembak vonis bersalah yang sangat empuk. Nama mereka berdua sangat mudah untuk dikaitkan dengan setiap peristiwa yang terjadi di negara ini, karena mereka bertanggungjawab atas banyak orang. Mereka berdua adalah pemimpin dari wilayah kerjanya, Jokowi pemimpin seluruh Indonesia dan Ahok pemimpin D. K. I. Jakarta.

Jelas tidak mungkin bagi mereka berdua membuat semua orang senang, tapi sangat mudah bagi semua orang yang tidak senang untuk menunjuk mereka berdua sebagai penyebab suatu permasalahan. Tidak peduli apakah masalah yang dikaitkan kepada Jokowi atau Ahok itu bisa terselesaikan, yang penting bagi mereka hanyalah tanggungjawab untuk memperbaiki kesalahan itu tidak jatuh kepada mereka. Ini yang sebaiknya kita perhatikan bersama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun