Mohon tunggu...
Septian Ananggadipa
Septian Ananggadipa Mohon Tunggu... Auditor - So let man observed from what he created

Pejalan kaki (septianangga7@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Cryptocurrency Artikel Utama

FTX Ambruk, Masa Depan Kripto Suram?

17 November 2022   20:45 Diperbarui: 18 November 2022   14:28 1589
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi nilai cryptocurrency hancur. Sumber: Shutterstock/Novikov Aleksey via Kompas.com

Periode kelam dunia cryptocurrency  sepertinya belum akan berakhir dalam waktu dekat. Setelah harga pasar kripto merosot drastis sepanjang tahun ini, kini salah satu platform perdagangan kripto terbesar di dunia yaitu FTX, mengalami kebangkrutan. Sang Co-founder sekaligus CEO yang dijuluki Crypto King, Sam Bankman-Fried, secara mengejutkan mengumumkan bahwa ia "f****d up" dan FTX yang dikelolanya akan kolaps karena kehabisan uang.

Bagi yang belum familiar, FTX adalah bursa perdagangan kripto dengan volume transaksi terbesar ketiga di dunia, dibawah Binance dan Coinbase. Kabar buruk dari Sam Bankman-Fried atau akrab disebut SBF itu jelas membuat geger investor di seluruh dunia. Miliaran dollar uang pengguna FTX terancam menguap tak berbekas, banyak orang kalang kabut apalagi di masa ekonomi sulit seperti sekarang.

Ambruknya FTX menambah panjang daftar kebangkrutan pemain besar kripto dunia, sebelumnya ada Celsius, Three Arrows Capital, dan Luna yang juga kolaps. Lebih buruknya lagi, kejatuhan FTX ini dikabarkan belum akan menjadi yang terakhir, beberapa platform perdagangan kripto lain juga mengalami dampak sistemik atas ambruknya FTX.

Sumber : coinmarketcap.com
Sumber : coinmarketcap.com
Istilah "crypto winter" memang sangat relevan dengan kondisi pasar kripto saat ini. Bahkan bisa dibilang, masa crypto winter  ini bisa jadi akan sangat mematikan. Harga dua cryptocurrency terbesar, Bitcoin dan Ethereum bahkan telah longsor lebih dari 60% sejak awal tahun 2022.

Lantas, apa yang sebenarnya terjadi di dunia digital yang fenomenal ini?

Siapa di Balik FTX?

Sebagai salah satu platform perdagangan kripto terbesar di dunia, banyak yang tidak tahu bahwa FTX baru didirikan sejak 2019 di negara Bahama. Dua pemuda yang membidani lahirnya FTX adalah Sam Bankman-Fried dan Gary Wang, meskipun belakangan nama Sam Bankman-Fried atau SBF yang lebih banyak dikenal sebagai CEO FTX.

Melihat latar belakang SBF, dia bukan orang antah berantah. Ia lahir dari keluarga yang sangat kental dengan dunia akademis, kedua orang tuanya adalah profesor di Universitas Stanford. Pada tahun 2014, SBF lulus dari Massachussetts Institute of Technology (MIT) dan memegang gelar Bachelor of Science.

Mengawali karir di beberapa perusahaan investasi, di tahun 2017 ia lantas mendirikan Alameda Research, perusahaan trading yang nantinya akan menjadi titik malapetaka bagi dirinya. FTX sendiri baru didirikan dua tahun kemudian yaitu pada tahun 2019, memanfaatkan momentum pasar kripto global yang mulai bergairah saat itu.

Sam Bankman-Fried. Sumber: cryptoslate.com
Sam Bankman-Fried. Sumber: cryptoslate.com

Pilihan perdagangan kripto yang lengkap, user interface yang menarik, dan fee transaksi yang kompetitif menjadi pendorong kesuksesan FTX secara global. Tidak hanya itu, SBF sebagai CEO juga sangat gesit membangun relasi. Ia bahkan tercatat sebagai salah satu donatur terbesar Joe Biden saat berkompetisi dalam pemilihan calon presiden Amerika Serikat tahun 2020 lalu.

Kinerja keuangan FTX juga bisa dibilang ciamik, pada tahun 2020 perusahaan ini mencatat net income sebesar US$ 7 miliar lalu melejit di tahun 2021 menjadi US$ 21 miliar.

Capaian cemerlang itu mendorong keberhasilan FTX mengumpulkan pendanaan miliaran dolar dari berbagai Venture Capital dan investor kelas kakap seperti Sequioa Capital, Tiger Global, Softbank, Ribbit Capital, Temasek, hingga Blackrock. Di tahun 2021 itulah Sam Bankman-Fried pun menikmati puncak kejayaan.

Bahkan pada tahun tersebut SBF tercatat masuk daftar Forbes 400 dengan kekayaan mencapai US$ 26 miliar, atau jika di rupiahkan sekitar Rp400 triliun. Forbes pun juga menahbiskannya sebagai The World's Richest 29-Year-Old !

Sumber : forbes.com
Sumber : forbes.com

Namun pada November 2022, setelah Bankman-Fried mengumumkan kebangkrutannya, seluruh kekayaannya langsung merosot dalam sekejap.

Banyak hal yang membuat SBF jatuh ke lubang kehancurannya. FTX mengalami kesulitan likuiditas karena mis-management dan isu penyalahgunaan dana nasabah untuk kepentingan SBF dan perusahaan trading-nya yaitu Alameda Research.

Belakangan terungkap bahwa Alameda mengalami kerugian besar dalam aktivitas trading-nya dan berdampak pada FTX yang tak mampu memenuhi berbagai kewajiban penarikan dana di FTX, apalagi ketika pasar kripto memang sedang dilanda tekanan jual yang sangat tinggi akhir-akhir ini.

Masa Depan Kripto?

Ambruknya FTX memberi dampak yang sangat berat bagi ekosistem cryptocurrency. Pada saat SBF mengumumkan kebangkrutannya 11 November 2022 lalu, total kapitalisasi pasar kripto termasuk harga Bitcoin langsung anjlok 10%.

Sepanjang tahun 2022 ini berbagai sentimen negatif beruntun seperti ambruknya perusahaan-perusahaan kripto skala global seperti FTX, Celsius, dan Three Arrow Capital, hingga hancurnya salah satu kripto paling populer yaitu Luna, membuat keyakinan investor kripto terguncang. Siapa yang masih percaya menempatkan dana jumbo di kripto jika fraud dan scam terus terjadi?

Apalagi di tengah kenaikan suku bunga acuan bank sentral di seluruh dunia, membuat investor konservatif cenderung lebih memilih untuk menghindari aset berisiko. Jika instrumen yang relatif risk-free seperti US Government Bond memberikan imbal hasil yang stabil di 4% hingga 5%, tentu banyak investor yang lebih memilih menempatkan dananya disana, dibanding aset kripto yang bak roller-coaster.

Perlu diingat, harga kripto bisa melonjak tinggi di 2020 dan 2021 lebih dikarenakan saat itu suku bunga acuan bank sentral Amerika atau the Fed masih sangat rendah yaitu nyaris 0% untuk membantu pemulihan ekonomi saat pandemi. Ditambah sentimen ancaman krisis ekonomi global, dan masifnya aksi "cetak uang" pemerintah untuk mengatasi dampak Covid.

Namun sejak keputusan The Fed untuk mengerek suku bunga acuan di tahun 2022 ini, dana-dana besar di pasar kripto mulai berangsur keluar. Total kapitalisasi pasar aset kripto sudah merosot sekitar 60% sejak awal tahun 2022.

Sumber : coinmarketcap.com
Sumber : coinmarketcap.com

Dengan ambruknya FTX tentu memicu kembali pesimisme terhadap perkembangan industri kripto. Terutama bagi investor institusi yang memiliki dana jumbo, banyak yang memilih mengamankan dananya keluar dari pasar kripto.

Kini sudah semakin banyak orang yang rasional, bahwa teknologi keuangan yang berjalan tanpa regulasi tentu memiliki risiko yang sangat tinggi. Apalagi teknologi kripto dan rekan-rekannya seperti crypto exchange, decentralized finance (de-fi), metaverse, dan non-fungible token (NFT) banyak dikembangkan oleh sekelompok anak muda yang mungkin belum terbiasa mengelola berbagai macam risiko.

Bisa saja niat dan tujuan pengembangan sebuah aset kripto itu baik, namun apabila terus dikelilingi serangan virus, aksi fraud serta scam, lama-lama akan ada yang bobol juga. Jika uang pengguna sudah hilang, lantas siapa yang bertanggung jawab? Nobody.

Kasus FTX juga menjadi pelajaran penting bagi kita mengenai pentingnya mitigasi risiko dan mekanisme perlindungan konsumen.

Misalnya jika kita menempatkan uang kita di instrumen keuangan seperti deposito, saham, reksadana, obligasi, atau sukuk. Pengelolaan dana tersebut diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan ada perantara seperti bank kustodian, sehingga dana kita tidak dipegang sepihak oleh penerbit atau exchanger seperti FTX.

Jika terjadi sesuatu yang buruk, seperti bank yang bangkrut misalnya, dana kita tetap aman dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan.

Dalam konteks aset kripto, yang melakukan pengawasan adalah Badan Pengawas Perdagangan Komoditi (Bappepti), karena di Indonesia aset kripto memang dikategorikan sebagai komoditas.

Namun karena kripto ini termasuk barang baru dan perkembangannya sangat cepat, proses pengawasannya tentu akan sangat menantang.

Apalagi dengan ambruknya banyak perusahaan besar kripto global, ini seharusnya menjadi lampu kuning bagi kita semua. Menghadapi teknologi yang baru dan berkembang dengan sangat pesat ini, kita harus tetap berhati-hati.

Tentu kita tidak ingin sebagai manusia yang berakal justru dipermainkan oleh teknologi, seperti salah satu kutipan seorang penulis buku asal Amerika, Frank Herbert.

"Technology is both a tool for helping humans and for destroying them. This is the paradox of our times which we're compelled to face."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cryptocurrency Selengkapnya
Lihat Cryptocurrency Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun