Mohon tunggu...
Septian Ananggadipa
Septian Ananggadipa Mohon Tunggu... Auditor - So let man observed from what he created

Pejalan kaki (septianangga7@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Music Artikel Utama

Pamungkas, Pandemi, dan Pompom

19 April 2021   14:03 Diperbarui: 24 April 2021   13:00 1347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pamungkas saat pengambilan gambar di salah satu acara, beberapa waktu lalu.(sumber: Instagram pamunqkas via kompas.com)

Mungkin nama Pamungkas sudah sering terdengar, baik di telinga penggemar sepakbola maupun penikmat musik. Tapi yang dimaksud kali ini adalah Pamungkas, singer dan songwriter asal Indonesia yang punya jalan hidup hingga karir yang sangat unik.

Tahun 2020 lalu, Pamungkas dinobatkan sebagai musisi lokal yang paling banyak didengarkan secara streaming di aplikasi Spotify Indonesia. Secara ranking keseluruhan mampu mengalahkan Justin Bieber dan Blackpink, walapun masih kalah dari BTS.

Dibalik kesuksesannya saat ini, pria yang akrab dipanggil Mas Pam ini terlahir "kurang normal" dengan usus yang pendek sehingga harus dicangkok dan efek sampingnya membuat dirinya setengah tuli atau half deaf.

Uniknya, keluarganya sepakat untuk tidak memberitahu bahwa Pam setengah tuli, dan memintanya les drum untuk melatih pendengarannya. 

Hingga umur 18 tahun, satu peristiwa membuat pendengarannya kembali normal, dan saat itulah Pam baru mengetahui bahwa selama ini dia half deaf.

Talenta dan kerja keras membawanya menjadi salah satu rising star musik Indonesia. Namanya melesat di tahun 2018 lalu saat album pertamanya Walk The Talk sukses di pasaran.

Mengusung genre pop dengan memasukkan unsur folk dan elektronik, Pam sukses menarik perhatian masyarakat Indonesia. Mendengar musik Pam seperti menikmati kembali lagu-lagu The Beatles, Radiohead, dan Arctic Monkeys dengan balutan sound masa kini. Memang band-band itulah yang mengiringi pertumbuhan Pam dalam bermusik.

Namun tidak banyak yang tahu, bahwa dibalik lagu-lagu populernya saat ini, ia pernah mengalami fase bekerja sebagai kru panggung, menggulung kabel, membuat kopi, mengangkat peralatan, ditolak berbagai label, hingga disebut suaranya mirip kambing.

Well, Pam menjadi salah satu pengingat...  Memulai dari bawah bukan berarti kita tidak bisa terbang tinggi.

Menurutnya, sebuah kata-kata dari Tan Malaka dinilai sangat mencerminkan kepribadiannya.

"terbentur, terbentur, terbentuk"

Pandemi Mengusik

beautynesia.id
beautynesia.id
Di tahun 2019 lalu, lagu-lagu andalan Pamungkas seperti Only One, Sorry dan Flying Solo sukses mencetak hits. Tidak hanya di Indonesia, bahkan juga ke negara-negara Asia Tenggara.

Saat Pam berada di jalur cepat pendakian popularitasnya dan hendak menggelar South East Asia Tour, pandemi Corona menghantam industri musik. Tur multi negara yang menjadi salah satu impiannya itupun terpaksa dibatalkan.

Tidak kehilangan akal, Pam justru mampu memaksimalkan media streaming yang menjadi alternatif utama industri musik saat pandemi Covid.

Lagu-lagunya dengan cepat diserap penikmat musik Indonesia. Tidak heran jika Pam sukses menjadi most streamed artist di Spotify tahun 2020.

Pandemi Covid memang mengubah secara paksa lanskap industri musik Indonesia. Dilarangnya aktivitas konser membuat banyak musisi kalang kabut. Media streaming menjadi salah satu alternatif bagi industri musik untuk bertahan hidup, dan ini menjadi rimba baru bagi para musisi.

Pam menjadi salah satu contoh bahwa kita harus selalu bergerak dari zona nyaman dan memanfaatkan peluang, demi bertahan hidup dan terus berkembang.

Kena Pompom

Tahun 2021 ini menjadi momen tantangan bagi Pam, karena di tahun ini album keempatnya, Solopsism 0.2 dirilis. Menurutnya, setelah melalui album ketiga seorang musisi akan diuji apakah dapat konsisten dengan kualitas karyanya.

Tak disangka, justru lagu lama Pam yang kena "pompom" di media sosial. Lagu bertajuk To The Bone yang sebenarnya sudah dirilis sejak 2019 mendadak viral di sosial media TikTok dan Instagram.

Nama Pam pun dalam waktu singkat kembali melesat tinggi. Kisahnya mengingatkan kita akan saham atau mata uang kripto yang popularitasnya dengan cepat melompat-lompat karena pompom di media sosial.

Tentu tidak ada yang salah dengan itu, di era internet seperti saat ini media sosial memang menjadi bahan bakar yang sangat efektif untuk menarik perhatian.  Tidak sedikit lagu lama yang tiba-tiba viral karena kekuatan pompom media sosial.

Tapi Pam sadar, sesuatu yang naik dengan cepat sangat rawan jatuh dengan cepat pula. Ia mengungkapkan bahwa ia tidak boleh merasa nyaman dengan popularitasnya saat ini, karena itu bisa jadi lubang yang membuatnya jatuh.

Pam memang menjadi fenomena tersendiri di Indonesia. Tidak hanya lagunya yang tidak biasa, tapi juga jalan hidupnya menjadi pelajaran bagi kita semua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun