Mohon tunggu...
seftanusa
seftanusa Mohon Tunggu... Petani - .

Sembari menceritakan cerita

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Kritik Karya Sastra Novel : Ngenest, Ngetawain Hidup ala Ernest

8 Desember 2020   02:15 Diperbarui: 8 Desember 2020   02:18 919
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Analisis Novel dalam Penulisan Kritik Karya Sastra
Judul : Ngenest : Ngetawain Hidup ala Ernest
Penulis : Ernest Prakasa
Penerbit : Rak Buku
Terbit : Januari 2013


1. Sinopsis Novel Ngenest : Ngetawain Hidup ala Ernest
Novel ini menceritakan kehidupan Ernest pada waktu kecil yang terlahir dari keluarga cina, yang membuat dia sering di diskriminasi dan dikucilkan oleh teman-temannya dalam kehidupan sehari-hari. Dibanding bokap, keluarga nyokap gue tuh lebih original Cinanya. Gaya ngomongnya masih totok banget. Bagi mereka, gak ada istilah “kami” atau “kalian”. Adanya adalah “gua orang” dan “lu orang”. Kesannya insecure banget ya? Gue juga tau kalo kita semua ini orang, bukan ubur-ubur. (Diambil dari bab “Woy, Cina!”)
Lalu bermula ketika Ernest remaja masuk sekolah dasar. Karena fisiknya yang terlihat berbeda dari teman-temannya, dengan mata sipit dan kulit putih, Ernest sering dirundung teman-temannya. Hari-hari Ernest lalui dengan tindakan diskriminasi yang di dapat sampai masa sekolahnya habis dan dia lulus dari sekolah SMA. Kemudian, dia berpikir untuk kuliah di (UNPAD) Universitas Padjajaran Bandung yang mungkin akan mengubah hidupnya. Untuk menghilangkan diskriminasi tersebut. Di Bandung Ernest mencoba berbaur dengan teman – teman pribuminya meski di tentang oleh sahabat dekatnya sendiri yaitu Patrick. Dengan berbagai usaha yang telah dilakukannya ternyata semua sia-sia, sehingga Ernest berpikiran dengan cara terbaiknya adalah mencari seorang gadis pribumi dan menikahinya.


2. Kelebihan dalam Novel Ngenest : Ngetawain Hidup ala Ernest
Kelebihan dalam buku ini Ernest juga mengangkat budaya, ras, etnis hingga isu politik yang diangkat melalui genre komedi dan sudut pandangnya terhadap diskriminasi etnis china, yang kebetulan Ernest sebagai penulis, juga adalah keturunan china, dan pasti ceritanya akan ditampilkan dalam bentuk genre nuansa komedi atau humor. Jadi, memotret isu tersebut dan menyampaikannya dengan cara humor, menjadi pengalaman baru buat kita sebagai pembaca. Saya juga jadi bertambah pengetahuan tentang kultur masyarakat china. Salah satunya tentang pemberian nama Indonesia yang bisa dipilih sendiri oleh sang anak.
Dan nggak hanya soal diskriminasi, penulis juga turut mengungkapkan kritikannya terhadap masalah sosial, efek perkembangan teknologi, dunia pendidikan, dan lain sebagainya. Satu hal yang bikin saya salut, adalah tentang kampanye pro ASI yang mewakili suara para ayah, turut disertakan juga di dalam buku ini. dan menyelipkannya dalam buku komedi, menurut saya adalah cara keren untuk mensosialisasikan kepedulian ini

3. Kekurangan dalam Novel Ngenest : Ngetawain Hidup ala Ernest
Menurut saya penulis sukses bikin geli banget dan harus beberapa kali ngebahas soal “tokai”. Kita tahu bahwa kata “tokai” itu kotoran manusia, ya seharusnya sih tidak usah diikut sertakan dalam obrolan sehari-hari. Padahal saya ngebaca ya ngebaca doank, tapi benak saya justru dengan cepetnya bisa mengimajinasikan penampakan si “tokai” secara utuh. Mau di-skip, ya penasaran juga. Untung cerita tentang ini hanya beberapa lembar aja. Kalo minimal sampe belasan lembar aja, ya udah deh, langsung dimanfaatin untuk ngurusin membacanya. Dan Penulis juga menyertakan kata Tokai biasanya karena buku ini bergenre komedi jadi wajar. Karena, mungkin terdapat unsure-unsur humor atau komedi dalam kata tersebut.

4. Unsur-unsur Intrinsik
Tema : Kritik Sosial Minoritas
Alur : Campuran
Latar : Bandung, Sekolah, Rumah, dan Universitas Padjajaran
Waktu : Pagi, Siang, dan Malam
Suasana : Lucu, Sedih, Takut, Gembira dan Memotivasi
Tokoh dan Penokohan: Ernest, Ayah dan Ibu Ernest, Meira dan Patrick
Amanat : Mengajarkan kita harus mensyukuri keadaan kita dan berusaha peduli dengan orang lain. Walaupun kita berbeda ras, etnis kebudayaan, dan agama kita harus bisa memahami itu. 


5. Analisis Karya Sastra
Seorang lelaki bernama Ernest yang merupakan seorang keturunan keluarga tionghoa Cina. Saat tumbuh di masa Orde Baru yang dimana bau diskriminasi akan etnis Tionghoa / Cina, sehingga membuat Ernest sering di diskriminasi oleh orang-orang sekitarnya sejak dia masih duduk di bangku SD. Untuk menghilangkan diskriminasi tersebut, Ernest mencoba berbaur dengan teman – teman pribuminya meski di tentang oleh sahabat dekatnya sendiri. Dengan berbagai usaha yang telah dilakukannya ternyata semua sia-sia, sehingga Ernest berpikiran dengan cara terbaiknya adalah mencari seorang gadis pribumi dan menikahinya. Ernest yang masa kuliahnya di Bandung, bertemu dan berkenalan dengan seorang gadis pribumi bernama Meira. Keduanya akhirnya berpacaran meski mendapat tentangan dari Papa Meira. Namun hal tersebut tidak membuat mereka menyerah, akan tetapi membuat mereka yakin dan manap untuk menikah. Ernest dan Meira akhirnya menikah dan menggunakan adat Tionghoa / Cina demi menyenangkan hati dari orangtua Ernest Setelah menikah, rasa takut dan khawatir Ernest tidaklah hilang, malah dia semakin takut karena jika nanti mempunyai anak, apakah wajahnya mirip dengan dirinya yang masih memiliki wajah keturunan seperti dirinya

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun