Mohon tunggu...
Senopati Ami
Senopati Ami Mohon Tunggu... karyawan swasta -

merah darah warnanya, tanda satria jiwanya dalam membela bangsa.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Merdeka Dari Penjajahan Diri Sendiri

16 Agustus 2012   20:53 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:39 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Apakah Indonesia kini sudah merdeka? Pertanyaan ini berulang kali timbul menjelang hari kemerdekaan Republik ini setiap tahunnya. Pertanyaan retoris ini diulang setiap tahun sebagai bentuk kekecewaan masyarakat Indonesia atas ‘salah urus’-nya Negara ini. Bagaimana bisa sebuah Negara yang sudah 67 tahun merdeka dengan kekayaan dan hasil bumi yang melimpah, dihuni oleh sekitar 29 juta penduduk yang hidup di dalam kemiskinan. Jika memang Negara ini ‘salah diurus’, Pertanyaanya kemudian, apa yang bisa dilakukan untuk membenahinya?

***

Saya teringat pada kejadian hari Rabu 2 pekan lalu. Dalam perjalanan pulang, langkah saya terhenti di sebuah pertigaan lantaran lampu hijau menyala di jalur yang hendak saya seberangi. Saya pun menunggu lampu merah kembali menyala sambil memperhatikan jalanan yang ramai di hadapan saya. Tiba-tiba saya melihat pemandangan menakjubkan yang tidak hanya mengganggu pikiran saya, tapi juga mengganggu lalu lintas di pertigaan berlampu hijau itu. Dengan santainya, seorang pria menyeberangi jalan yang masih berlampu hijau, seolah semua kendaraan harus berhenti ketika dia hendak menyeberang. Tak pelak, para pengendara membunyikan klakson yang menambah riuh lalu lintas yang ramai sore itu dan dijawab oleh sang pembuat onar dengan membentak para pengendara yang membunyikan klakson, seolah dia tak bersalah.

Saya perhatikan, pria ini tidak terlihat sedang tergesa-gesa dan tidak tampak seperti orang gila. Saya masih bisa maklum jika dia dalam keadaan tergesa-gesa, karena orang yang tergesa-gesa sulit berpikir jernih untuk menggunakan akal sehatnya. Apalagi jika dia orang gila. Tuhan saja tidak akan meminta pertanggungjawaban orang gila, apalagi saya.

Jika pria itu bukan keduanya, seharusnya benda yang ada mengisi batok kepalanya bisa membuat dia berpikir bahwa apa yang baru saja dilakukannya adalah salah. Bukan semata-mata keselamatannya yang menjadi taruhan, aksi penyeberangan yang arogan itu juga membahayakan keselamatan pengendara yang berhak atas perjalanan tanpa gangguan serta sangat mengganggu kelancaran lalu lintas secara menyeluruh. Dari perbuatannya itu, saya menangkap kesan bahwa dia hendak tunjukkan dirinya lebih berhak dan memiliki kekuasaan atas pertigaan yang dia seberangi.

Saya jamin pria ini bukan pejabat, bukan anggota militer, apalagi Presiden. Pria ini adalah seorang oknum dari sebuah masyarakat yang mengidam-idamkan kemerdekaan sejati bangsanya. Dan meski dia menyadari betul cita-cita luhur masyarakatnya, oknum ini tetap melakukan penjajahan terhadap anggota masyarakat lain. Ketika seorang pria yang tanpa kekuasaan maupun hak istimewa apapun sudah tega melakukan penjajahan atas hak bangsanya, bagaimanalagi dengan para petingginya?

Dari sekian banyak harapan, doa, retorika dan kritik yang dilontarkan untuk menyambut hari kemerdekaan Republik ini, mungkin sudah waktunya bagi kita untuk mulai memerdekakan bangsa ini dari penjajahan diri kita sendiri.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun