Mohon tunggu...
Senopati Ami
Senopati Ami Mohon Tunggu... karyawan swasta -

merah darah warnanya, tanda satria jiwanya dalam membela bangsa.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Demo dan Jakarta

12 Juli 2012   14:27 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:01 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

“Kawans, saya sarankan go in and go out real quick!

The Demo is heading toward DEPNAKER”

SMS dari Erick masuk inbox ketika saya masih dalam perjalanan menuju Kementeriaan Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) di Jalan Gatot Subroto. Meski tidak rutin, pekerjaan saya menuntut saya untuk berkunjung ke instansi-instansi pemerintah, dan hari ini instansi yang saya kunjungi adalah Kemenakertans yang merupakan tujuan demonstrasi aktivis hak pekerja. Meski seharian ini saya belum berpapasan langsung dengan para demonstrans dan melihat dengan mata kepala sendiri seberapa banyak massa demonstran, namun berdasar informasi dari beberapa kawan, beberapa ruas jalan protokol sempat ditutup karena aksi kali ini.

Kaget juga saya ketika sesampainya di depan gerbang Kemenakertrans yang tertutup rapat dan dijaga oleh beberapa aparat kepolisian. Lahan parkir Kementerian yang biasanya dipadati kendaraan, hari ini kosong melompong seolah tak ada kegiatan. Saya beranikan diri menghampiri petugas yang berjaga untuk menanyakan apakah Kementerian tetap memberikan pelayanan atau tidak.

“Tetap ada pelayanan, pak. Bapak silahkan parkir di gedung sebelah.” Jawab si petugas ramah.

***

Demonstrasi sebenarnya menjadi bagian dari kehidupan Ibu Kota. Sebagai pusat pemerintahan, wajar jika para demonstran menyampaikan aspirasi-nya sebagai warga negara, baik dengan melakukan long march maupun dengan berorasi di depan, pusat pemerintahan, seperti DPR, Istana Negara dan instansi pemerintahan lain.

Meski demonstrasi cukup sering dilakukan di Jakarta, tapi sepertinya tidak semua warga ibu kota bersikap legowo dengan demonstrasi. Cibiran seperti : “Buat apa sih demo, bikin macet doang..” atau “Demo sih boleh aja, tapi jangan bikin orang repot dong..” serta beragam cibiran lain yang kerap diungkapkan rekan-rekan saya yang merasa terhambat kegiatannya oleh demonstrasi merupakan bukti kepicikan ketidaklegowoan mereka.

Entah seberapa mendesak keperluan yang tengah dialami oleh rekan-rekan saya saat itu, tapi saya kecewa dengan cibiran mereka atas demonstrasi. Bagaimana mungkin, demonstrasi yang merupakan berkah dari demokrasi dan merupakan alat penyaluran aspirasi menjadi kalah mendesak dari pada keperluan-keperluan yang berpusat pada kepentingan personal mereka saja. Demonstrasi yang merupakan suara ratusan bahkan ribuan orang, tiba-tiba menjadi kalah penting ketika dihadapkan pada rapat mereka jam 1 siang tadi. Saya tidak katakan bahwa rapat jam 1 siang tadi tidaklah penting, namun jika harus dihadapkan pada kepentingan ratusan ribu pekerja yang dihargai murah oleh perusahaannya, bukankah seharusnya rapat itu bisa dijadwal ulang menjadi jam 3?

Selain itu, bukankah kemudahan mengutarakan pendapat melalui demonstrasi lebih baik dari pada tidak dapat berbicara sedikitpun? Saya tidak bisa bayangkan jika rezim lalim, tiran dan diktator kembali memasung hak berdemonstrasi yang merupakan pengejawantahan hak bersuara, berpendapat dan berkumpul. Saat berdemonstrasi masih dibolehkan, kita harus mensyukurinya. Jangan sampai kita menyesal karena kita harus mati memperjuangkan hak berdemonstrasi, saat sang diktator kembali memasung hak itu.

Dengan demonstrasi seharusnya rekan-rekan saya menjadi sadar bahwa masih ada dunia di luar dunia mereka. Bahwa masih ada para aktivis demonstran yang mau berpanas-panasan di bawah teriknya kota Jakarta, yang mungkin justru memperjuangkan hak rekan-rekan saya yang duduk berpangku tangan di dalam mobil ber-AC.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun