Mohon tunggu...
Gema AisyiyahMasruri
Gema AisyiyahMasruri Mohon Tunggu... Alumni Mahasiswa

Penulis yang menyukai aroma hujan.

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Artikel Utama

AI, Teman Berupa Mesin yang Bisa Menusukmu dari Belakang

14 Agustus 2023   14:29 Diperbarui: 16 Agustus 2023   00:15 829
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi oleh AI. (Sumber: europarl.europa.eu)

Tentang AI

Pada 2018 lalu, para ahli bidang teknologi kembali memberikan dobrakkan yang cukup besar, yaitu menciptakan AI, yang diterjemahkan sebagai kecerdasan manusia, tujuannya adalah memudahkan dan memberikan efektivitas dalam pekerjaan manusia. 

Jika dilihat dari sudut pandang sederhana, perkembangan teknologi sudah banyak memudahkan manusia, lihat saja dari Google Assistant, Siri, dan Alexa (tergolong dalam Aritificial Narrow Intelligence), yang bisa diaktifkan melalui suara.

Sang Ibu bisa dengan mudah menemukan resep aneka olahan masakan manis untuk anaknya, agar anaknya tidak perlu jajan sembarangan. 

Seorang mahasiswa bisa mendapatkan jawaban dan penjelasan yang jauh lebih detail tanpa harus pergi ke perpustakaan di malam hari, ketika sedang mengerjakan tugas kuliah, yaitu dari berbagai macam artikel dan jurnal ilmiah nasional dan juga internasional. 

Google menjadi sebuah alat yang membantu dimulai dari hal yang sangat sederhana, hingga mendapatkan jawaban yang sangat rumit sekalipun. Bahkan, saya sebagai seorang penulis juga memanfaatkan Google untuk mendapatkan tema untuk tulisan terbaru saya.

Sayangnya, tidak semua orang bisa memanfaatkan kemajuan teknologi dengan positif. Sebagai manusia, kita bisa membaca secara umum bagaimana karakter manusia ketika bertemu pertama kali. 

Entah itu dari gerak-geriknya, cara orang tersebut berbicara, hingga obrolan yang ia pilih dalam membuka percakapan. Meskipun begitu, kita tidak bisa benar-benar mengerti manusia, sampai kapan pun, sedekat apa pun kita dengannya. Kita tidak akan pernah sadar, apa yang mereka sembunyikan, dan segelap pikiran mereka.

Hal ini berhubungan dengan kemajuan teknologi juga. Bahkan sampai saat ini, kita masih bisa menemukan orang-orang yang memanfaatkan Google untuk mendapatkan informasi yang bertujuan bukan hanya membahayakan diri mereka sendiri.

Namun juga orang lain. Begitu juga ketika Youtube, Twitter (X), Facebook diciptakan, tidak serta merta teknologi ini digunakan dengan baik. Saya tidak perlu menjelaskannya, namun saya berharap pembaca saya yang bijak sudah paham apa yang saya maksud.

Tujuan dari saya memberikan penjelasan seperti ini, adalah sebagai pengantar, dan pengingat, bahwa AI pun tidak bisa lepas dari manusia-manusia yang memanfaatkan kemajuan teknologi demi keuntungan mereka sendiri, tanpa peduli apakah hal tersebut akan merugikan diri mereka kembali, hingga merugikan orang-orang yang tidak mereka kenal.

Ancaman AI

Mari kita bahas ancaman secara umum dari perkembangan teknologi AI terlebih dahulu. Para ahli menciptakan AI awalnya memang untuk memberikan efektivitas kerja dan memudahkan manusia dalam berbagai urusan. 

Tetapi, para ahli juga mengkhawatirkan teknologi ini dapat mengimbangi, bahkan melampaui kecerdasan dan kemampuan manusia dalam mengambil sebuah pekerjaan, seperti pengambilan keputusan yang kompleks, analisis dan pengenalan pola yang canggih, pengenalan suara, ketajaman visual, dan penerjemahan bahasa. 

Dari hal-hal yang dijabarkan tersebut, mengingatkan kita dengan ChatGPT, Photoshop dengan kemampuan AI, dsb. yang tergolong dengan Aritifical General Intelligence.

Kecerdasan yang sudah hidup berdampingan dengan masyarakat ini bisa juga ditemukan di kendaraan (Google Maps contoh sederhananya), bidang pertanian (penebaran benih secara otomatis, atau pemberian pakan ikan menggunakan mesin otomatis di tambak dan kolam).

Hingga, bidang bisnis yang akan meningkatkan efektivitas uang, waktu, dan manusia itu sendiri, yang meningkatkan kesejahteraan para pekerja yang mendapatkan waktu kerja yang optimal dan sejenisnya.

Kecerdasan buatan ini juga diciptakan dalam memudahkan para dokter menganalisis dan mendiagnosis penyakit para pasien dengan sangat efektif dan efisien, membantu para manula yaitu dengan diciptakannya robot yang memenuhi kebutuhan mereka yang telah hidup sendiri di rumah, hingga meningkatkan kemajuan sistem pendidikan secara formal dan informal, yang tergolong dalam Artificial Super Intelligence. 

Melihat berbagai hal positif yang ditujukan dari terciptanya AI memang memberikan gambaran bagaimana majunya zaman jika kita mampu hidup berdampingan dengan mereka, bukan?

Akan tetapi, seperti yang sudah dijelaskan di atas, tidak semua hal positif yang diciptakan, akan memiliki hasil yang positif juga. 

Bukan salah dari teknologi itu sendiri, namun kesalahan itu berasal dari siapa yang memegang teknologi tersebut, terlepas dari apakah dia hanyalah pengguna pasif, maupun orang yang sekaligus mengembangkan teknologi itu sendiri.

Kasus yang Memanfaatkan AI

Layaknya pisau, mungkin lebih baik kita analogikan dengan pedang saja, yang bermata dua, kemajuan dari kecerdasan manusia ini mampu dimanfaatkan dengan sangat baik dengan jangkauan yang luas.

Sekaligus mampu merugikan diri kita sendiri dengan sangat dalam, layaknya pedang, menyadarkan kita bahwa kita harus semakin berhati-hati, agar ancaman ini tidak menyerang kita, atau justru mengendalikan kita sebagai pelaku.

Pada Juni 2023, AI dimanfaatkan oleh sejumlah 'oknum' tidak bertanggungjawab dalam melepaskan hasrat seksual mereka, dan yang lebih menyedihkan lagi adalah, mereka adalah para paedofil yang melepaskannya kepada anak-anak yang tidak berdosa. 

Para pelaku kejahatan ini memanfaatkan perangkat lunak yang mampu menghasilkan gambar yang digunakan dalam seni atau desain grafis. 

Perangkat lunak ini memungkinkan pengguna untuk mendeskripsikan, menggunakan perintah kata, dan gambar sesuai dengan keinginan mereka sampai program dari perangkat lunak akan membuat gambar tersebut. Hal itulah yang disalahgunakan para paedofil untuk membuat materi pelecehan seksual terhadap anak.

Penyalahgunaan gambar ini kemudian disebarkan melalui 3 proses, yaitu:

  • Paedofil membuat gambar menggunakan perangkat lunak AI,
  • Gambar yang dihasilkan kemudian dipromosikan di platform situs berbagai gambar,
  • Akun-akun yang ada di dalam situ akan memiliki tautan yang mengarahkan pelanggan ke gambar mereka dengan sistem berbayar untuk bisa melihat gambar eksplisit tersebut, contohnya Patreon.

Situs seperti Patreon, DevianArt dan sejenisnya, merupakan platform yang diciptakan untuk mempromosikan karya seni, serta mengapresiasi hal tersebut. 

Biasanya para artis akan mempromosikan gambar mereka melalui media sosial seperti Instagram, TikTok, bahkan menunjukkan proses menghasilkan karya tersebut di Youtube.

Lalu mengarahkan para pengguna media sosial lainnya untuk mengunjungi tautan yang sudah mereka tulis menuju laman situs tersebut, agar bisa memberikan donasi atau membayar hasil karya mereka, sebagai bentuk penghargaan, apresiasi, atau jika ingin membeli karya tersebut.

Sayang sekali, para oknum tidak bertanggungjawab justru memanfaatkan situs tersebut sebagai tempat menyebarkan gambar eksplisit, dengan kemampuan AI pula. 

Berita ini menjadi pusat perbincangan ketika Pixiv, situs yang serupa dengan Patreon, yang berbasis di Jepang, menemukan tautan yang mencurigakan. 

Sebab Pixiv adalah situs yang sangat menekan dan melarang gambar, kartun seksual, dan gambar anak-anak untuk ditampilkan disana. Tetapi, para oknum justru menggunakan kata kunci tertentu untuk berbaur dan sulit ditemukan dalam waktu yang cukup lama.

Kasus serupa juga baru-baru ini terjadi di Indonesia. Sejumlah perempuan mengaku menjadi korban dari orang tak dikenal, yang memanfaatkan teknologi AI, yang mana wanita tersebut seolah tengah berfoto tidak senonoh. 

ilustrasi oleh AI. (Sumber: europarl.europa.eu)
ilustrasi oleh AI. (Sumber: europarl.europa.eu)

Hal ini justru menjadi keresahan, apalagi bagi pengguna media sosial yang menggunakan wajahnya seperti seorang makeup artist, blogger kesehatan kulit dan sejenisnya.

Kasus lainnya pada April 2023 silam, seorang ibu justru hampir tertipu oleh sebuah panggilan telepon, yang menirukan suara anaknya, dengan dalih menjadi korban penculikan. 

Kisah ini bermula ketika Jenifer menerima telepon dari seorang anaknya yang menangis ketakutan, karena dia tengah diculik oleh orang-orang yang tidak dikenal. 

Ketika Jenifer hendak melaporkan penculik ini ke polisi, terdengar suara 'pria' yang mengancam nyawa anaknya jika Jenifer berani melaporkan hal ini ke polisi.

Meskipun begitu, Jenifer tidak tinggal diam, dia berusaha menelepon suaminya, sementara temannya tetap menghubungi polisi. Suaminya pun mengatakan, bahwa anaknya yang dikira sedang diculik, justru berada di kamar, jelas suaminya.

Hal ini justru menjadi kebingungan bagi Jenifer dan suaminya, bagaimana bisa dia mendengar suara anaknya yang menangis ketakutan, sementara di waktu bersamaan, anaknya justru sedang berada di rumah. 

Pihak kepolisian yang ditelefon oleh teman Jenifer pun melakukan investigasi, dan menjelaskan dugaan bahwa pelaku menggunakan teknologi AI untuk menirukan suara seorang anak perempuan, kemudian menciptakan skenario agar orang tua merasakan panik lalu mengirimkan sejumlah uang secara tidak sadar agar anaknya bisa kembali dengan selamat.

Kasus lain yang menjadi perdebatan, khususnya bagi para artis dan penulis adalah, teknologi AI mampu meniru, bahkan digunakan sebagai platform menciptakan sebuah karya, tanpa harus memiliki kemampuan dalam menciptakan karya tersebut. 

Contohnya pada berita dimana banyak artis nasional dan internasional yang melalukan protes terhadap perkembangan teknologi AI, yang sudah mampu menciptakan sebuah gambar, misalnya gambar seekor kucing, dalam hitungan menit, bahkan tanpa harus membayar sepersen pun.

Kita yang bukan seorang artis mungkin tidak berdampak langsung dengan hal tersebut, namun para artis merasa sangat dirugikan akan kemajuan teknologi tersebut. 

Pasalnya, pelanggan mereka tentu saja memilih menggunakan AI untuk mendapatkan sebuah gambar HD, dan unik, hanya dengan menuliskan deskripsi gambar apa yang mereka mau. Lalu, hanya dengan menunggu beberapa menit-bahkan detik, gambar tersebut sudah jadi. Selain itu, untuk menjadikan foto mereka seperti orang Korea, Jepang, dsb. pun AI mampu melakukannya. 

Bahkan, mengganti latar belakang foto, hingga pakaian yang dikenakan pun dengan mudah dilakukan oleh AI. Makanya, para artis pun berbondong-bondong menciptakan dan mengisi petisi larangan dalam memanfaatkan AI sampai merugikan mereka sendiri.

Kasus lainnya adalah pada buku. Para penulis pasti sudah merasakan keresahan ini sejak adanya ChatGPT. Keresahan mereka pun mendapatkan jawabannya, khususnya di luar negeri, banyaknya buku yang dijual mengatasnamakan seorang penulis dengan tanpa izin. 

Para oknum dengan sengaja menampilkan profil dari penulis tersebut, agar tulisan yang sebenarnya diciptakan oleh ChatGPT dapat laris terjual. 

Hal ini dikarenakan nama dari penulis tersebut sudah cukup terkenal, dan bisa ditemukan di berbagai laman blogging. Oleh sebab itu, para oknum memanfaatkan hal tersebut untuk mengais uang dengan cara yang tidak halal.

Kasus lainnya adalah berbagai buku yang ditarik dari pasar, karena ketahuan ditulis dengan bantuan AI, khususnya ChatGPT. 

Hal ini pun menjadi keresahan bagi para penulis, apalagi yang masih merintis, sebab buku yang 'dituliskan' orang-orang tidak bertanggung jawab ini justru mampu mendapatkan popularitas hingga diterbitkan ke pasar.

Mengalahkan para penulis yang menghabiskan waktu berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun untuk melakukan riset, demi menghasilkan karya yang berkualitas kepada para pembacanya.

Tapi dari 2 kasus di atas, kitab oleh bernapas lega, sebab kini ChatGPT dan AI lainnya, akan saling bertarung untuk menjatuhkan satu sama lain. 

Sisi dimana para oknum memanfaatkan AI demi kepentingannya sendiri, melawan AI yang bertujuan menangkap dan menekan kasus tersebut, bahkan kini negara-negara di Eropa, dan banyak negara di dunia yang mulai melakukan pelarangan tertentu terhadap penggunaan ChatGPT, dan AI sejenisnya.

Kalau begitu, saya sebagai penulis juga berharap, AI juga mampu meredam tulisan-tulisan di platform seperti Wattpad dan sejenisnya, yang menuliskan cerita seorang anak yang masih berusia di bawah umur, sudah menempuh pendidikan S3 dan sudah menjadi CEO.

Harus berhadapan dengan seseorang yang ia sukai, ternyata adalah anak haram dari bapaknya, yang justru mendapatkan banyak atensi ketimbang banyak tulisan berkualitas lainnya di platform tersebut.

Kesimpulan

Terkait kasus-kasus yang disampaikan di atas, para ahli juga menyampaikan kepada semua penggiat media sosial, untuk mulai membatasi akun pribadi mereka, dengan mengubah privasi akun (pencurian foto).

Tidak memosting foto anak-anak mereka yang masih sangat kecil (eksploitasi anak), mengurangi publikasi ketika sedang di luar (penculikan), menambahkan watermark dan hak cipta pada setiap karya yang dihasilkan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun