Mohon tunggu...
Seni Asiati
Seni Asiati Mohon Tunggu... Guru - Untuk direnungkan

Berawal dari sebuah hobi, akhirnya menjadi kegiatan yang menghasilkan. Hasil yang paling utama adalah terus berliterasi menuangkan ide dan gagasan dalam sebuah tulisan. Selain itu dengan menulis rekam sejarah pun dimulai, ada warisan yang dapat kita banggakan pada anak cucu kita nantinya. Ayo, terus torehkan tinta untuk dikenang dan beroleh nilai ibadah yang tak putus.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Purnama di Rumah Kayu

1 Juni 2020   21:51 Diperbarui: 6 Juni 2020   22:46 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Pegimane pasti dari bos lo kan nyuruh kite masuk," Imah dengan pedenya mendekati security yang wajahnya mulai tidak asam. Tas besarnya sudah disandangnya siap beranjak.

"Iya, Bu, pak Didi meminta ibu Nuri untuk masuk lebih dahulu yang lain menunggu, nanti Pak Didi akan menelepon saya untuk mengantar ibu berdua." Kata-kata security itu sudah mulai ramah terdengar dan kulihat senyumnya segaris tak sepadan dengan alis matanya yang tebal.

"Wah, yang bener aje masa Nuri aje yang boleh masuk," Imah terlihat kesal karena hanya aku yang diperbolehkan masuk terlebih dahulu. Imah hempaskan tas besarnya di atas meja security. Suara hempasan yang lumayan keras terdengar memenuhi loby. aku sedikit khawatir merusak mood security wanita yang kelihatan sudah mulai kesal.

"Seperti itu perintah pak Didi, mari saya antar mana yang bernama ibu Nuri," mata security itu berkeliling antara aku dan Era, dengan malas Era menunjuk aku dan security bertubuh gempal itu mengajakku memasuki pintu di sebelah meja security. Pintu tebal dari kayu berwarna kuning muda dengan kaca di tengahnya terbuka, Security itu menahan pintu dan mempersilakan aku masuk kemudian menutupnya.

"Kemana Mba?" tanyaku dengan sedikit takut karena ruangan yang aku masuki berupa lorong yang panjang seperti lorong sebuah hotel. Hanya bedanya sepanjang lorong ada ruangan dengan nama-nama yang terpampang di pintunya.

"Ikuti saya saja Bu, pesan pak Didi ibu saya antar sampai ruang pak Didi," kulihat nada ucapan yang tegas seperti pengawal ratu saja hihihihihi.

"Terimakasih ya Mba, kalau tidak diantar bisa saya buka semua nih ruangan, ga tahu mana ruangan pak Didi, " kataku sambil tersenyum. Aku jamin senyumku tulus ahaaaa, untuk itu pasti tulus mengingat lorong dan ruangan yang banyak yang harus aku lewati. Walaupun terkesan galak mba satu ini ternyata sangat bertanggung jawab.

"Tahu gak Bu, cuma ibu yang dari tadi saya perhatikan anteng dan gak banyak protes, ibu juga yang paling cantik di antara teman ibu," kudengar pujian dari bibir bergincu merah hati itu.

"Aduh, Mba kalau cantik pastinya kan saya perempuan," sahutku memecahkan suasana yang semakin dingin. Lorong panjang itu belum berakhir dan penyejuk ruangan yang menyiram tubuhku yang terbalut kaos panjang warna pink dengan celana jeans tak mampu mengusir dingin. Tanganku sudah mulai dingin sesekali aku dekap tangan  ke dada berusaha mencari kehangatan walau sesaat.

"Dingin, ya Bu? Ruangan ini memang dingin banget, saya saja malas masuk ruangan sini, kalau kelamaan bisa kembung dan ujung-ujungnya buang gas, nih aja sudah mau, duhhh Bu, maaf kalau nanti spontan yah?"  waduhhhh gawat dong kalau ruangan berpendingin menyebar lagi bau dari security ini.

"Kok, bisa Mba, gini aja ditahan malu, ini pasti ruangan pejabat semuakan?" kataku asal saja sambil kepalaku menoleh ke setiap ruangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun