Mohon tunggu...
Dwi Indrawan
Dwi Indrawan Mohon Tunggu... PNS -

Seorang pendosa yang sedang belajar bertobat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Merawat dan Mengelola Keragaman

29 September 2017   10:50 Diperbarui: 29 September 2017   14:57 2056
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada  beberapa istilahan mengenai keragaman. Diantaranya multikulturalisme, pluralisme atau komunitarianisme. Tentang konseptual / definisi keragaman terdapat pendapat beberapa ahli. Antropolog Heddy Sri Ahimsa mendefinisikan keragaman identik dengan pluralisme sebagai fakta kemajemukan budaya (Zainal Abidin Bagir dkk, 2016 : 29). Pluralisme, tulis Ahimsa mencerminkan mozaik yang mengandung segregasi budaya.

Sementara pemikir Bhikku Parekh (2000)  menyebut keragaman sebagai cultural pluralism serta menggolongkan jenis multikulturalisme seperti akomodatif, isolasionis, universalis. Sedangkan antropolog Parsudi Suparlan merujuk pluralisme (plural society). Diana Eck mengungkapkan bahwa dalam keragaman terdapat unsur seperti engagement with diversityserta segregasi dalam kelompok sosial.

Yang menarik dalam keragaman terdapat unsur yang membangun pondasi sebagai konsekuensi relasi antarkelompok sosial ke dalam label politik identitas. Melalui politik identitas membuka peluang analisis identitas-identitas. Seperti ditulis oleh Amartya Sen (2016), identitas tidaklah tunggal. Seseorang bisa dilekatkan ke dalam berbagai identitas seperti kesukuan (etnisitas), agama (relegius), orientasi seksual, profesi, domisili, peminatan hobi, pilihan politik, komitmen sosial, selera makan, selera musik. Pada politik identitas kerap dipahami sebagai ilusi yang membuat posisi dirinya terberi dan menentukan segalanya. Sebagai contoh menjadi Muslim di Indonesia akan berpengaruh dalam kehidupan sosial jika dibandingkan dengan menjadi Muslim di Mynmar.

Identitas bisa menciptakan sisi positif dan negatif.  Ruang kebhinekaan yang menjadi slogan bangsa Indonesia merupakan sisi positif yang mengakomodir berbagai macam keragaman identitas. Namun di sisi lain identitas berpotensi mencuatkan konflik antarkelompok sosial seperti konflik etnis, konflik relegius / agama hingga kombinasi konflik etnorelegius adalah contohnya. Mencuatnya konflik sosial / konflik horizontal seperti konflik etnik dipicu oleh represi kelompok yang termarjinalkan hingga menguatkan soliditas identitas yang termarjinalkan secara ekonomi, politik, sosial dan kultural.

Indonesia merupakan salah satu negara yang rentan dengan masalah politik identitas secara negatif. Keragaman agama, keragaman etnis menjadi pemantik yang kerap menjadi daya ledak konflik horizontal. Sensivitas, sekaligus pelabelan agama sebagai identitas sampai detik ini menjadi pembicaraan. Agama yang tadinya ruang teologis berubah dalam domain ruang publik yang menyeret persoalan politik.

Melekatnya politik identitas dalam kehidupan sosial baik berbangsa dan bernegara menurut Amartya Sen (2016 : 33) mengharuskan seseorang mengambil dua tindakan yang berbeda yakni : (1) memutuskan apa identitas kita yang relevan dan (2) menimbang derajat kepentingan relatif diantara identitas yang berbeda-beda tersebut.

C. Relasi Negara dan Pendekatan Pluralisme Kewargaan

Para pendiri bangsa , telah memikirkan konfigurasi Indonesia ke depan dalam mengatasi  nilai keragaman ini.  Dengan kata lain pluralis polity  telah diakomodir dalam hukum-hukum negara.  Konsitusi dasar, UUD 1945 Republik  Indonesia telah menjamin sejumlah pelaksanaan hak sipil warga dan perlindungan hak asasi manusia. Selain itu terdapat langkah maju dengan dibuatnya  sejumlah regulasi  yang memungkinkan terakomodirnya hak-hak sosial warga dari diskriminasi sosial. Sebagai comtohnya adalah UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan. 

Regulasi tersebut memungkinkan kelompok agama lokal memperoleh pengakuan sosial.  Selain terdapat beberapa produk regulasi yang menjamin pelaksanaan hak asasi manusia, seperti UU Nomor  11 Tahun 2005 Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya,  UU Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik , UU Nomor  19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Konvensi Internasional mengenai  Hak-hak Penyandang Disabilitas dan UU Nomor 6 Tahun 2012 tentang .Pengesahan Konvensi Internasional  mengenai Perlindungan Hak-hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya.

Sikap keberagaman menjadi sisi yang menarik dari lahirnya entitas kebangsaan Indonesia. Sebagaimana diungkapkan antropolog John Bowen (2005 : 152-170) keragaman di Indonesia mencakup keragaman wilayah / regional, keragaman agama dan keragaman suku bangsa. Ketiga keragaman tersebut memberikan kontribusi positif dan negatif dalam perjalanan bangsa.

Keragaman wilayah mencuatkan isu separatisme dan etno politik yang mewarnai sejarah Indonesia tahun 1950-an hingga kekinian yang terkait dengan implementasi daerah otonomi khusus atau wilayah keistimewaan. Ancaman pergolakan daerah dan tuntutan redistribusi sosial ekonomi merupakan tema-tema yang tercetus dalam keragaman wilayah / regional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun