Tanggal 9 Maret 2025 kemarin, di Yokohama Jepang diselenggarakan "Noble Prize Dialogue 2025" Â Bertempat di Pacifico Yokohama Conference Center. Kegiatan tahunan ini mengambil tema yang sangat menarik minat dan perhatian saya: "The Future of Life" (Masa Depan Kehidupan).
Tujuan kegiatan ini hendak mengeksplorasi bagaimana sains dan teknologi, bersama dengan pemahaman yang lebih baik tentang dunia di sekitar kita, dapat mengubah kehidupan kita di masa depan. Dengan menghadirkan peraih Nobel dari berbagai disiplin ilmu serta pakar internasional dan regional, dialog ini membahas apa arti menjadi manusia saat ini dan di masa mendatang.
Topik-topik yang dibahas benar-benar merangsang rasa ingin tahu (kuriusitas). Antara lain tentang perkembangan kecerdasan buatan, teknologi genetik, komputasi kuantum, dan pengembangan material berkelanjutan, serta bagaimana inovasi-inovasi ini dapat dimanfaatkan secara bijaksana untuk memberikan manfaat maksimal bagi umat manusia dan alam.
Terorganisir dalam tiga sesi. Pertama, sesi Pleno yang mendoskusikan tantangan prediksi masa depan, makna menjadi manusia, dan upaya meningkatkan inklusi serta keragaman. Kedua; sesi Paralel yang membahas dampak kecerdasan buatan, potensi teknologi kuantum, dan solusi berkelanjutan. Ketiga, sesi Penutup berupa refleksi oleh peraih Nobel tentang kreativitas dan pandangan mereka mengenai masa depan.
Lima (bisa disebut enam) penerima Nobel dihadirkan. Berikut nama dan temuan atau bidang-bidang penghargaan mereka.Â
Akira Yoshino, Â penerima Nobel Kimia 2019 atas penemuannya dalam pengembangan baterai lithium-ion. Berikutnya, William D. Phillips, penerima Nobel Fisika 1997 untuk pengembangan metode pendinginan dan perangkap atom menggunakan cahaya laser. Lalu Svante Pbo, penerima Nobel Fisiologi atau Kedokteran 2022 atas penelitiannya tentang nenek moyang manusia dan hubungan kita dengan mereka.
Lainnya lagi, Â Richard J. Roberts, penerima Nobel Fisiologi atau Kedokteran 1993 untuk penemuannya tentang gen terpisah. Dan, terakhir Ada Yonath, penerima Nobel Kimia 2009 atas penelitiannya dalam biosintesis protein, antibiotik yang menghambatnya, penyakit manusia terkait mutasi ribosom, dan asal usul kehidupan.
Masih ada seorang lagi yang menjadi favorit saya, yaitu Geoffrey Hinton, penerima Nobel Fisika 2024 atas kontribusinya dalam pengembangan pembelajaran mesin dengan jaringan saraf tiruan. Namun, partisipasinya dilakukan secara daring.
Sebagai informasi, Nobel Prize Dialogue merupakan acara tahunan yang diselenggarakan di berbagai negara, termasuk Jepang. Acara ini merupakan bagian dari inisiatif Nobel Prize Outreach, yang bertujuan untuk menghubungkan sains dan masyarakat melalui dialog terbuka dengan para peraih Nobel dan pakar global. Â
Pertama kali diadakan di Jepang pada 2015, dan terus berlanjut setiap tahun. Biasanya di Tokyo atau kota lain seperti Yokohama pada 2025. Selain di Jepang, Nobel Prize Dialogue juga pernah diadakan di negara lain, seperti Korea Selatan dan Brasil.
Mengingat kegiatan ini sangat penting, saya sangat senang mengetahui bahwa ada juga peserta dari Indonesia. Mereka merupakan mahasiswa doktoral dan peneliti muda yang berpartisipasi dalam 16th HOPE Meeting, Â yang diselenggarakan oleh Japan Society for the Promotion of Science (JSPS).