Mohon tunggu...
Semuel S. Lusi
Semuel S. Lusi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Belajar berbagi perspektif, belajar menjadi diri sendiri. belajar menjadi Indonesia. Belajar dari siapa pun, belajar dari apapun! Sangat cinta Indonesia. Nasionalis sejati. Senang travelling, sesekali mancing, dan cari uang. Hobi pakai batik, doyan gado-gado, lotek, coto Makasar, papeda, se'i, singkong rebus, pisang goreng, kopi kental dan berbagai kuliner khas Indonesia. IG @semuellusi, twitter@semuellusi

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Enigma Wajah Orang Lain dalam Kepungan Covid-19

15 April 2020   13:44 Diperbarui: 16 April 2020   02:34 702
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: AFP via BBC.com

Dalam karyanya, Otherwise than Being Levinas memberi gambaran wajah sebagai “keruntuhan fenomenalitas". Maksudnya adalah, wajah yang lain tidak boleh dipahami hanya pada level fenomena yaitu yang bersumber pada kesadaran atas persepsi fisik, gagasan, dan cara pandang tertentu. 

Kehadiran wajah yang lain menggoncang dan meruntuhkan fenomenalitas Anda,  sehingga menggiring Anda mewujudkan ego transendental. 

Ketika si kakek tidak segera ditolong, itu mungkin karena Anda masih terpenjara dalam persepsi fenomenalitas, memandang si kakek sebagai sesuatu: mungkin gelandangan, pemulung, atau sesuatu yang dipersepsi dengan penamaan-penamaan tertentu. 

Tetapi, itu runtuh sertamerta, makanya Anda merasa terus diikuti, bahkan dibajak oleh wajah itu.  Dalam situasi ekstrim tertentu, Anda mungkin membunuh wajah yang terasa mengganggu itu. Namum, situasi tetap tidak akan pernah bisa kembali sebagaimana sebelum momen perjumpaan dengannya.  

Wajah kerap dipahami sebagai representasi identitas diri, namun wajah dalam filsafat Levinas sesungguhnya melampaui tubuh fisik manusia. Wajah sebagai pengada eksterior di luar aku, dan sebagai cara TO (l’Autre) memperlihatkan dirinya melampaui gagasan mengenainya dalam diriku.  

Wajah orang lain selalu menolak usaha menyerapnya untuk dijadikan isi pemikiranku. Penyebabnya karena penampakan wajah yang lain sebagai jejak Yang-Tak-Terhingga justru melampaui kekuasaan ku, karenanya menghantam totalitas dan  pertahanan diri ku sehingga membuat ku tak berdaya di hadapannya. 

Levinas juga menggunakan konsep totalitas dan ketakterbatasan seperti dibahas di bagian sebelumnya. Totalitas adalah ketika mempersepsi TO sebagai sesuatu, lalu menyamakannya begitu saja, katakanlah sebagai pemulung.  

Totalitalisasi ini membuat Anda menenggelamkan TO dalam sebuah ‘penamaan umum’ sehingga mengabaikan keunikan individual atau alternalitasnya (keberlainannya). Levinas percaya bahwa setiap individu adalah unik. Karena dia sama dengan aku, sekaligus lain sama sekali dari siapa pun.

Pengenalan akan wajah yang lain dihadapan kita harus mencapai level transenden yang dipahami melalui sensibilitas.  Di sini terlihat perbedaan antara Levinas dan Heidegger yang menekankan pada kesadaran sebagai sumber mengetahui atau mengenali obyek.

Wajah yang lain membuka dimensi ketakterbatasan (infinity). Wajah lain juga mendobrak pertahanan diri dan menyingkap kerapuhan TS. 

Menurut Thomas Hidya Tjaya (2012) hal itu disebabkan karena wajah manusia tidak sekadar sebuah fenomena melainkan juga enigma. Kalau fenomena adalah wujud kasat mata seperti ciri-ciri fisikal yang dapat dijadikan obyek pengetahuan, maka enigma mencakup keseluruhan unsur yang melampaui semua upaya obyektivasi dan penangkapan akal budi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun