Mohon tunggu...
Semino Gelumbur
Semino Gelumbur Mohon Tunggu... Dosen - Tutor ESL dan Pragmatik

Pemerhati wacana ideologis dan pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Baru Sekarang Iwan Diserang

8 Desember 2018   14:55 Diperbarui: 8 Desember 2018   15:29 442
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh Semino Gelumbur

 Baru sekarang Iwan rasakan, ia diserang karena ujarannya. Dulu dan biasanya buaanyak orang bertepuk mengiringi ujaran lagunya. 

 Apa yang membuat reaksi atas ujaran Iwan berbeda saat ini? Di kepala Anda, aku  yakin, ada sesuatu yang siap dilontarkan untuk menjelaskannya. Siapapun  Anda. Apa?

 Apa pentingnya ujaran Iwan? Sejarah mencatat ujaran ujaran Iwan semuanya  fals bagi rezim yang memelihara ketidak adilan atau ke-dholim-an.  Sejarah mencatat ujaran ujarannya mengiringi  peristiwa besar yang  terjadi di Bumi Nusantara. Sejarah mencatat terikan Iwan adalah untuk  keadilan. Apakah Iwan bergeser ke naungan rezim 'dholim'? Di sinilah  argumen berpremis definisi dimanfaatkan untuk memodifikasi posisi  keberpihakan Iwan.  

Berada pada kelompok 'dholim' atau  'anti-dholim' kah Iwan saat ini berdiri? Mayoritas orang Indonesia  biasanya menerima begitu saja apa yang ditunjuk Iwan sebagai  ketidak-adilan atau sepakat dengannya karena konsistensi dan sikap  kritis Iwan. Namun, baru sekarang, ia diserang, tentu dengan argumen  klasifikasi berdasarkan redefinisi implisit kata 'apa dholim' yang  diungkapkan untuk dianggap seolah telah diamini bersama. Artinya, Iwan dan  penyerangnya memaknai secara berbeda atas sesuatu atau seseorang yang  masuk kategori 'dholim' dan tidak adil.

 Reaksi negatif terhadap  Iwan itu akibat dua hal. Visi kolektif dan ancangan berebut kue kuasa.  Pertama, Visi kolektif Alumni 212 adalah 'persaudaraan umat' atau  'persatuan umat'. Siapa? tentu umat Islam Indonesia. Ini identitas yang  hendak dibangun agar dapat mengakomodasi seluruh muslim Indonesia. Ini  salah satu strategi semantik dalam wacana politik atau ideologis. Secara  kognitif seharusnya logis seluruh muslim di Nusantara ini untuk menjadi  satu kekuatan besar yang utuh. Fakta tidak sebangun dengan wacana. Ada  kelompok kelompok muslim yang tidak akan ikut bergabung karena punya pandangan yang berbeda. So, identitas  'persaudaraan umat' yang mereka bayangkan baru ada pada tataran persepsi dan cita-cita mereka. Selain itu, prakteknya, mereka masih tetap membatasi  'persaudaraan umat'seperti yang mereka namai sendiri 'Alumni 212'. Artinya, itu kelompok yang terbatas. Dengan kata lain, itu eksklusif dan karenanya merupakan gerakan  ideologi, tapi problematik, itu bisa juga dikatakan 'ini gerakan kegamaan'. Saya  melihat ini aktivitas tipikal suatu kelompok yang ingin menunjukkan  power dan mempengaruhi posisi peta kekuasaan. Sampai di sini, masalah ini  tidak bisa lepas dari kaitan dengan penguasa, Jokowi. So jelas ini  gerakan persaudaraan yang secara implisit diarahkan anti-petahana, #2019GantiPresiden,  atau 'penista agama'. Karena itu, komentar Iwan Fals diserang karena  dipersepsikan akan membelokkan arahan implisit tersebut. Coba perhatikan  komentar Iwan. Apa yang salah?

 "Wuiiih penuh ya, Alhamdulillah  tertib dan lancar, para pedagang senang, mudah2an acara reuni 212 bisa 3  ata 4 kali dalam setahun, menjaga Silaturahmi, jaga Alam, Mendoakan  Indonesia yg sedang terus bebenah, sadar kebersihan, saling menyayangi  sesama dgn penuh keikhlasan," tulis@iwanfals

 Komentar Iwan di  atas adalah cermin sikap individu terhadap suatu peristiwa besar.  Sebagai orang muslim ia bersyukur melihat peristiwa yang dihadiri jutaan  muslim. Alhamdulillah event berjalan lancar. Ia mengapresiasi acara itu menguntungkan banyak pedagang. Mengapresiasi nilai nilai kebersamaan  (silaturahim) dan saling menyayangi antar sesama, serta ketulusan. Tidak  ada kata kasar yang terlontar. Secara kebahasaan, ia berbahasa baik dan  benar. Tidak ada pelanggaran kesantunan.

NAMUN, sesuatu yang  tersirat tidak disukai penyerangnya. Tanpa mengungkapkan, pembuli Iwan  mendifinikan 'pemerintah adalah entitas dholim'. Berdasakan difinisi  implisit kontroversi ini, penyerang mengklasifikasikan Iwan menjadi abdi  petahana. 

Dus Iwan benar benar fals di telingah dan pikiran mereka. Dus  penyerang memojokkan Iwan dengan sindirin membela 'junjungannya' [yang  merujuk pada petahana]. Dus, pernyataan Iwan terhadap Reuni 212  dimanknai negatif alias nyindir. 

Dulu Iwan dipersepsikan sebagai  penentang 'kedholiman' sekarang sebagai kawan 'kedholiman'. Dan framing  semacam ini dalam analisis wacana ideologis adalah keniscayaan. Kalau  citra Iwan dianggap tetap konsisten anti-kedholiman, maka penyerangnya  akan terepresentasikan secara negatif. Dholim sendiri. Artinya, Iwan  tetap Fals terhadap 'ketidak adilan'.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun