Tentu saja, perjalanan ini tidak tanpa tantangan. Sebagai guru di lapangan, saya menyaksikan beberapa poin krusial:
Adaptasi Guru dan Pergeseran Mindset: Ini bukan hanya ganti buku, tapi ganti pola pikir dari "mengajar untuk ujian" menjadi "mengajar untuk pemahaman mendalam". Diperlukan pelatihan berkelanjutan dan kemauan untuk terus belajar.
Sarana dan Prasarana: Di tengah semangat P5 dan Deep Learning yang membara, apakah semua sekolah punya akses ke sumber daya yang memadai untuk proyek-proyek inovatif dan eksplorasi mendalam? Kesenjangan antar sekolah, khususnya di daerah terpencil, masih jadi pekerjaan rumah.
-
Dukungan Orang Tua: Peran vital orang tua dalam memahami dan mendukung kurikulum baru serta pendekatan pembelajaran mendalam ini sangat esensial. Edukasi dan komunikasi aktif antara sekolah dan keluarga perlu terus diperkuat.
Meski demikian, di tengah tantangan, ada potensi luar biasa. Kurikulum Merdeka, ketika diintegrasikan dengan prinsip-prinsip Deep Learning, adalah langkah berani menuju pendidikan yang lebih relevan dan kontekstual. Ini bukan sulap, bukan pula jalan tol instan menuju kesuksesan. Namun, jika kita bersama-sama merajutnya dengan komitmen, ketulusan, inovasi, dan kolaborasi yang erat antara pemerintah, sekolah, guru, serta orang tua, bukan mustahil mimpi melahirkan generasi emas yang tidak hanya pintar, tetapi juga memahami secara mendalam dan mampu beradaptasi dengan perubahan, itu akan terwujud. Kita, para guru, adalah penjahitnya, dan setiap benang adalah harapan masa depan anak-anak kita.
Salam Guru Penggerak A-7
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI