DiDibalik setiap tawa riang dan kerutan dahi saat belajar di kelas saya, tersimpan harapan besar. Sekarang, harapan itu bersemayam dalam Kurikulum Merdeka, sebuah janji untuk pendidikan yang lebih relevan dan memerdekakan. Namun, pertanyaan mendasarnya adalah: Mampukah kita merajut mimpi generasi emas dari kurikulum ini, terutama jika kita mengintegrasikannya dengan pendekatan Deep Learning?
Secara filosofis, Kurikulum Merdeka membawa angin segar. Tak lagi sekadar kejar target materi, kurikulum ini mengajak kita menari dengan irama yang berbeda: memahami, mengaplikasikan, dan berkreasi. Fokus utamanya pada Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5), yang mendorong anak-anak untuk mengembangkan karakter, berpikir kritis, dan berkolaborasi dalam konteks nyata. Di kelas, saya melihat bagaimana anak-anak saya lebih antusias saat mengerjakan proyek sederhana, seperti membuat kebun mini di halaman sekolah. Ini bukti bahwa mereka bisa belajar sambil mengalami.
Namun, untuk benar-benar mengoptimalkan potensi Kurikulum Merdeka, kita perlu melangkah lebih jauh dengan mengadopsi pendekatan Deep Learning dalam pembelajaran. Dalam konteks pendidikan, "Deep Learning" bukan merujuk pada kecerdasan buatan, melainkan pada pembelajaran mendalam yang melampaui hafalan. Ini adalah pendekatan yang mendorong siswa untuk:
-
Memahami Konsep secara Menyeluruh: Bukan hanya tahu "apa", tapi juga "mengapa" dan "bagaimana".
Menghubungkan Gagasan: Melihat keterkaitan antara berbagai mata pelajaran dan konsep.
Menerapkan Pengetahuan dalam Situasi Baru: Menggunakan apa yang mereka pelajari untuk memecahkan masalah nyata atau menciptakan sesuatu yang baru.
Mengembangkan Keterampilan Abad 21: Berpikir kritis, kreatif, kolaboratif, dan komunikatif.
Kurikulum Merdeka, dengan fleksibilitas dan fokus pada P5, menyediakan lahan subur bagi pendekatan Deep Learning. Contohnya:
Proyek P5: Ketika siswa mendesain kebun mini, mereka tidak hanya menghafal jenis tumbuhan, tetapi juga memahami siklus hidup, kebutuhan nutrisi, dan dampak lingkungan. Ini adalah Deep Learning karena mereka mengaplikasikan pengetahuan, memecahkan masalah (misal: bagaimana menanam di lahan terbatas), dan berkolaborasi.
Pembelajaran Berbasis Masalah: Memberikan tantangan nyata yang mendorong anak-anak untuk mencari tahu, menganalisis, dan menemukan solusi, bukan sekadar diberi tahu jawabannya.
Mendorong Pertanyaan "Mengapa": Guru tidak hanya memberikan jawaban, tetapi memfasilitasi anak untuk bertanya "mengapa ini terjadi?" atau "bagaimana jika...?", sehingga memicu rasa ingin tahu yang mendalam.