Nama: Selly Indrayani
Nim: 1903016103
Kelas: PAI 4C
Mahasiswi FITK UIN WALISONGO SEMARANG
Pendahuluan
Faktor utama yang dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak adalah lingkungan yang ada didalam keluarga dan juga sikap orang tuanya. Bagaimana seorang anak tumbuh menjadi dewasa sebagian besar dipengaruhi oleh seperti apa cara orang tua mendidiknya. Setiap orang tua pastinya ingin hal terbaik untuk anaknya. Namun, terkadang orang tua memaksakan keinginannya dan menganggap bahwa pendapat dari mereka adalah yang paling benar.Â
Pola asuh ini bisa di sebut Toxic Parenting yang artinya kondisi dimana orang tua kerap menentukan dan mengatur apa yang akan menjadi pilihan anak dan hal itu dilakukan tanpa memerhatikan perasaan maupun pendapat anak.Â
Pola asuh tersebut biasanya dilakukan oleh orang tua yang kasar, tidak dewasa, serta memiliki gangguan mental yang mungkin disebabkan karena orang tua juga mengalami toxic parenting atau pola pengasuhan yang salah dari orang tuanya dulu (Forward & Buck, 2002). Namun toxic parenting juga dapat dilakukan oleh orang tua normal yang tanpa sadar menggangu tumbuh kembang bagi psikologis anak.
Toxic parenting umumnya terjadi karena orang tua terlalu mencintai dan berekspektasi lebih kepada anaknya sehingga tanpa disadari mereka telah mengekang dan membatasi kegiatan anak untuk mendapatkan kebebasan dan melakukan apa yang mereka inginkan, hal tersebut tentunya akan menghambat anak untuk berkembang menjadi diri mereka sendiri.Â
Cara pengasuhan orang tua pada anak memiliki pengaruh terhadap perkembangan anak, khususnya kecerdasan moral. Pola pengasuhan otoriter dapat menyebabkan hal negatif pada perkembangan anak karena otoriter terlalu mengekang dan harus menuruti apa kata orang tuanya saja. Sedangkan pola asuh menggunakan pola otoritatif dimana orang tua mengasuh anak dengan keseimbangan antara kasih sayang dan batasan ketika mengasuh anak pada situasi apa orang tua harus ikut campur dan pada situasi apa orang tua tidak ikut campur. Hal ini sesuai dengan penelitian bahwa hubungan positif antara pola asuh otoritatif dengan kecerdasan moral. Bahwa semakin otoritatif pola asuh orang tua menurut persepsi remaja maka semakin meningkat kecerdasan moralnya (Ari Sofia, 2021:600).
Pola asuh orang tua otoriter dapat menyebabkan perkembangan kognitif dan psikososial anak terganggu. Berdasarkan data penelitian di Kecamatan Sukalarang Kabupaten Sukabumi menunjukkan bahwa Responden dengan pola asuh otoriter sebanyak 26 dari orang terdiri dari 9 anak (34,6%) pada tahap inisiatif, 17 anak (65,4%) pada tahap rasa bersalah (Yulianto, 2017:22).Â
Dari data tersebut menunjukkan bahwa orang tua yang memiliki sikap otoriter menyebabkan anak tidak memiliki inisiatif karena takut apa yang akan mereka perbuat nantinya salah. Hal ini akan menyebabkan anak menjadi pribadi yang tidak memiliki kreatifitas, sulit bergaul bahkan akan menjadikan suatu pribadi yang ambisius untuk selalu menang dalam hal apapun dengan memakai cara yang salah agar bisa membuktikan pencapaiannya kepada orang tuanya.
Orang tua seringkali menuntut anak agar berpikiran dewasa supaya semakin bertanggung jawab dengan apa yang dilakukannya sesuai dengan perkembangan umurnya, sedangkan disisi lain pola asuh otoriter membuat anak takut disalahkan, anak seringkali binggung ketika ia ingin memutuskan sesuatu disisi lain ia ingin bersikap dewasa namun disisi lain ia takut disalahkan oleh orang tuanya sebab apa yang akan dilakukannya ditakutkan tidak sejalan dengan pemikiran orang tuanya sehingga sering terjadi konflik antara anak dengan orang tuanya. Seorang anak pastinya sangat membutuhkan hubungan yang baik dan saran oleh anggota keluarga atau lingkungannya. Sedangkan anak yang orang tuanya otoriter merasa keinginannya selalu tidak diperdulikan dan dianggap tidak penting.Â
Saat anak berusaha menarik perhatian orang tuanya atau berusaha meyakinkan dirinya, hal itu tentunya akan sulit karena ternyata orang tuanya adalah sosok otoriter, hal ini pastinya membuat anak menjadi kecewa dan menimbulkan banyak hal yang akan menganggu perkembangan psikologi anak. Sebagai orang tua harusnya mengetahui sikapnya apakah sudah benar atau malah salah karena hal itu yang banyak menetukan keberhasilah anak dalam belajar.
Pembahasan dan solusi
Pada masa pademi diharuskan untuk melakukan karatina, anak yang memiliki orang tua dengan pola asuh toxic perenting pastinya merasa sangat resah karena mereka harus terpenjara serumah dalam jangka waktu yang lama oleh orang yang tidak disukainya, situasi ini merupakan isu yang jarang diangkat namun banyak dialami banyak orang, orang tua yang toxic diangap tidak baik karena mereka dapat membuat anak tidak betah dirumah, perilaku toxic parenting biasanya jarang disadari oleh para pelakunya di kutip dari jurnal (I Putu Adi Saskara, 2020:129) memaparkan bahwa Toxic parents tidak hanya atau selalu menekankan hukuman fisik kepada anak bila anak melakukan kesalahan. Ada juga yang meracuni kesehatan mental anak dengan kata-kata kasar maupun ucapan yang secara perlahan membunuh semangat anak. Yang ini justru lebih berbahaya karena tidak terlihat. berikut adalah ciri-ciri toxic parenting:
1. Memaksakan impian orang tua harus dicapai anak, hal ini akan menjadikan beban bagi sang anak, karena melakukan hal yang bukan keinginannya.
2. Mengatur semua kegiatannya tanpa berkompromi, hal ini akan menghambat perkembangan kognitif anak sehingga anak tidak bisa berfikir kreatif dan melakukan apa yang sesuai dengan pendapatnya.
3. Memanipulasi keadaan, contohnya jika anak mendapatkan nilai jelek ketika sekolah orang tuanya langsung membicarakan berapa biaya untuknya sekolah sangatlah mahal, hal ini tidak seharusnya diketahui oleh seorang anak.
4. Membandingkan anak dengan orang lain, hal ini akan membuat anak kehilangan identitas dirinya.
5. Mengumbar aib anak, seharusnya jika anak memiliki kekurangan sebagai orang tua harus membantu mencari solusi, mengumbar aib anak hanya akan membuat anak kehilangan rasa percaya diri pada dirinya
6. Tidak mengapresiasi usaha anak dan terus menerus mengungkit kesalahan yang telah berlalu
Setelah mengetahui ciri-ciri toxic parenting selanjutnya adalah akibat toxic parenting bagi perkembangan kognitif dan psikososial anak menurut teori Ekologi:
1. Mikrosistem (hubungan paling dekat yaitu antara individu dengan lingkugan terdekatnya)
a) Keluarga, dalam toxic parenting anak akan cenderung malas berkomunikasi dengan keluarganya, padahal dalam teori ekologi lingkungan terdekat adalah keluarga, dimana keluarga paling dominan mempengaruhi perkembangan kognitif dan psikososial anak, jika dalam keluarganya saja sudah berantakan, maka hubungan anak dengan yang lainnya akan berantakan juga.
b) Lingkungan sekolah dan masyarakat (teman, guru, tetangga), anak yang mendapatkan perilaku toxic parenting dalam keluarganya akan menunjukkan sikap negatif diantaranya adalah ambisius dan haus pujian dari banyak orang, karena dalam linkungan keluarga anak tidak mendapatkan kebahagiaan maka sang anak akan mencari kebahagiaan lain.
2. Mesosistem (Pengalaman yang diperoleh suatu individu dibawa keindividu lain)
Akibat dari hal ini adalah anak akan membawa perilakunya ke lingkungannya yang lain, ketika dalam keluarganya anak mendapatkan kekangan, maka ketika anak menjalin hubungan dengan orang lain dia juga akan mengekang orang lain juga sama halnya perilaku orang tuanya yang telah mengekangnya.
3. Eksosistem (Individu mendapat perlakuan maka berdampak pada individu lain)
Eksosistem hampir mirip dengan mesosystem namun hal yang membedakannya adalah jika mesosystem hanya membawa saja tanpa berdampak kalau eksosistem sampai berdampak pada individu lain, contoh jika orang tua toxic kepada anak lalu anak kesal dan membalaskan dendam pada adik atau orang lain yang lebih lemah darinya.
4. Makrosistem (penyesuaian berintraksi pada budaya lain)
Jika sang anak sering dilarang maka anak akan berpengetahuan terbatas pengetahuan bukan hanya dibidang pembelajaran umum, namun belajar kultur budaya lain juga perlu untuk bisa mengembangkan psikososial pada diri, orang tua dengan pola asuh toxic parenting akan membatasi kemampuan berintraksi pada anak.
5. Kronosistem (interaksi individu yang mempengaruhi dari waktu ke waktu)
Study yang dimuat di Jurnal of family medicine and disease prevention menyebutkan dampak negatif jika toxic parenting berlangsung hingga anak menjadi dewasa dapat menyebabkan perilaku buruk misalnya perilaku destruktif seperti penyalahgunaan alcohol atau obat obatan terlarang sebagai pelarian dari masalahnya(Basem Abbas Al Ubaidi, 2017:3). Pengaruh toxic parenting jangka panjang dari waktu ke waktu dapat menyebabkan hal yang sangat fatal.
Setelah mengetahui ciri-ciri dan akibat Toxic Parenting. Lalu, apa yang harus kita lakukan saat menghadapinya. Berikut merupakan solusi untuk menghadapi orangtua toxic:Â
1. Sadari batasan antara anak dan orang tua
Menjalin hubungan anak dengan orang tua adalah hal yang diperlukan namun sebaiknya anak dan orang tua tetap harus memberikan jarak atau ruang pada hubungannya, orang tua tidak boleh sampai menguasai diri anak. Mungkin jika masih anak-anak atau remaja orang tua masih bisa mengatur hidup anak namun ketika sudah dewasa anak sudah harus mulai belajar mandiri.
2. Memilah manakah masukan orang tua yang benar atau salah
Setiap anak yang sudah beranjak dewasa seharusnya bijak dalam bersikap. Mereka harus bisa memilah manakah perkataan orang tua yang dapat dijadikan masukan atau tidak, jika memang tidak jangan pernah ragu untuk berkata "tidak". Sebagai seseorang yang telah dewasa harus memilih mana yang bisa dilakukan untuk menyenangkan hati orangtua dan mana yang tidak perlu.
3. Menerima orang tua meskipun mereka memiliki pola asuh Toxic parenting
Salah satu pilihan yang tidak bisa kita pilih didunia adalah memilih orang tua, jika kita memiliki orang tua yang toxic sebaiknya kita harus bisa berlapang dada menerima apapun kekurangan mereka, harus diketahui toxic parenting bukan merupakan sesuatu yang disengaja, orang tua tidak mungkin berniat jahat kepada anaknya mungkin maksud dari orang tua itu baik, namun mereka mengespresikannya dengan cara yang salah.
4. Memilah sebelum meminta pendapat maupun bercerita kepada orang tua
Sebelum bercerita atau meminta pendapat alangkah baiknya di pilah dahulu, pilihlah mana cerita yang mungkin diperlukan untuk diceritakan kepada orang tua, jika orang tua melarang pacaran jangan sampai menceritakan masalah percintaan dengan orang tua.
5. Mencari seseorang yang bisa dipercaya
Ketika sudah tidak ada yang bisa menampung aspirasi maka kita bisa mencari psikolog untuk menceritakan masalah apa yang sedang dihadapi, seorang psikolog adalah orang yang berpengalaman dan terdidik yang pastinya akan memberi solusi kepada kita untuk memecahkan masalah yang sedang kita hadapi.
Kesimpulan
Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa Toxic Parenting adalah salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif dan psikososial pada anak hal ini dapat dilihat dari teori ekologi mikrosistem dimana orang tua adalah lingkungan yang paling dekat, jika dalam lingkungan terdekat sudah terjadi permasalahan maka akan berdampak dan mempengaruhi segalanya. Sebagai calon orang tua sangat wajib belajar ilmu parenting sejak dini agar jika saat ini kita ada dalam lingkungan keluarga yang toxic, kita dapat memutus rantai toxic saat ini juga, perlu diketahui bahwa hubungan positif antara pola asuh otoritatif dengan kecerdasan moral. Bahwa, semakin otoritatif pola asuh orang tua menurut persepsi remaja maka semakin meningkat kecerdasan moralnya.Â
Daftar Pustaka
Al Ubaidi, Basem Abbas. (2017). "Cost of Growing up in Dysfunctional Family." Journal of Family Medicine and Disease Prevention, 3 (3), 2. DOI: 10.23937/2469-5793/151005
Aris Lestari, Yufi dan Yulianto. 2017. HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL ANAK DI TK PKK XI WINONG GEMPOL KABUPATEN PASURUAN. Jurnal Nurse and Health. Vol. 6 No. 2
Forward, S., & Buck, C. (2002). Toxic Parents: Overcoming Their Hurtful Legacy and Reclaiming Your Life. Bantam Book.
Sofia, Ari. 2021. Faktor Penunjang dan Penghambat dalam Pengembangan Kecerdasan Moral Anak Usia Dini 5-6 Tahun. Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini. Vol. 5 No. 1
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI